Dengan tiket masuk Rp 10.000,- per kepala dan parkir Rp 5.000,- per motor. Jika teman-teman menggunakan mobil, parkir dikenai Rp 10.000,- per unit.
Pemandangan di sekitarnya juga sangat indah, sejuk, dan menarik. Beberapa titik terdapat spot foto yang bagus.
Flashback Masa SMA
Coban Jahe sekarang ini sangat jauh berbeda dengan Coban Jahe yang saya kunjungi bersama teman-teman SMIP (sekarang SMK Pariwisata) tahun 1994 silam.
Di semester ganjil tahun 1994 itu sekolah kami mengagendakan city sight seeing tour dengan bersepeda setiap sebulan sekali khusus kelas jurusan kami; Usaha Perjalanan Wisata (UPW).
Coban Jahe merupakan agenda kunjungan di bulan ke-3. Akses jalan raya masih belum ramai dan akses masuk ke area coban dari jalan raya utama masih sulit ditempuh karena belum beraspal.
Bisa kebayang cukup bekerja keras untuk mencapai area coban ini pada waktu itu. Berapa teman, sepedanya juga tidak kuat terus melaju. Coban ini belum banyak dikenal dan belum terkelola oleh pihak pemerintah.
Memasuki area ini tidak bisa dengan mengendarai sepeda. Sepeda kami parkir di rumah warga setempat dan kami memasuki coban dengan berjalan kaki sekitar 2 kilometer.
Kami memasuki area coban didampingi guru pengajar guiding yang saat itu juga menjabat sebagai kepala sekolah; alm. Bapak Drs. Rosyad Arief.
Sepanjang menyusuri jalan setapak di tengah hutan beliau menjelaskan sejarah Coban Jahe ini.
Saksi Bisu Perjuangan Gerilyawan Indonesia
Coban Jahe ini adalah saksi bisu gugurnya 38 tentara gerilyawan Indonesia karena kebrutalan tentara Belanda pada bulan Desember 1948.