Dalam grup media sosial Sejarah dan Budaya Malang Raya, seorang kontributor utama bernama Ian Sanu Shetty memberikan penjelasan tentang sejarah lapangan udara di kawasan Sundeng ini.
Dengan melampirkan data berupa screenshot dari media merdeka.com yang menjelaskan bahwa pada era pendudukan Jepang wilayah persawahan di sebelah timur Kali Sundeng yang datar dan luas dimanfaatkan untuk lapangan terbang serta markas pasukan udara dari Angkatan Darat Jepang.
Pada era perang dunia II satuan udara Jepang sebagai satuan mandiri belum terbentuk sehingga ditempatkan dalam Kaigun (Angkatan Laut) dan Rikugun (Angkatan Darat).
Lapangan udara Bugis (sekarang Lanud Abdulrahman Saleh) dioperasionalkan sebagai lapangan terbang tempur kelas satu yang siap beroperasi selama 24 jam penuh.
Kini lapangan udara kawasan Sundeng ini menjadi perumahan nasional yang padat dan terbagi menjadi tiga kawasan, yaitu Perumahan Dirgantara, Perumahan Sawojajar I, dan Perumahan ASABRI.
Ternyata data membuktikan bahwa Malang pernah punya dua lapangan udara di masa pendudukan Jepang. Meski kadang saya bertanya-tanya, bagaimana mungkin terdapat sawah di atas landasan pacu (aspal), karena lagi-lagi Bapak bercerita bahwa sebelum dibangun perumahan lahan luas tersebut adalah area persawahan.
Dari informasi yang terhimpun, sejak Jepang meninggalkan Indonesia seluruh pesawat dialihkan ke Lapangan Udara Bugis. Pesawat yang ditinggalkan oleh tentara Jepang sebagian sudah tidak laik terbang.
Tanah berupa landasan pacu diambil alih negara Indonesia dan sepenuhnya dikelola penduduk setempat hingga manjadi area persawahan. Lambat laun area persawahan lenyap berganti dengan perumahan seiring perkembangan zaman dan kebutuhan penduduk akan rumah tinggal.