Beberapa waktu terakhir Malang diguyur hujan setiap menjelang sore. Mendung menguasai langit selepas matahari sedang panas-panasnya.
Hujan sore membuat mulut ingin mengunyah kudapan hangat dan minum secangkir kopi susu panas.
Hari itu selepas maghrib, dua sahabat saya menawarkan untuk menikmati surabi imut yang tempatnya tak jauh dari rumah. Kami pun berangkat ke sana dari rumah masing-masing.
Hawa dingin merasuk meskipun hujan sudah mulai reda. Sisa-sisa air hujan membuat jalanan berkilau diterpa lampu kota.
Berlokasi di gang Cokroaminoto persis depan pasar tradisional Klojen, surabi imut ini tak pernah sepi pengunjung. Tak hanya anak muda, rombongan keluarga-keluarga pun tak jarang memesan tempat di surabi imut ini.
Surabi Imut Klojen Malang
Kios surabi imut di kawasan Klojen ini lokasinya di pinggiran gang. Pengunjung dapat memilih aneka macam varian (hingga 48 varian) sesuai dengan selera. Harga cukup terjangkau, mulai dari harga Rp 2.500,- per buahnya.
Tak hanya menu surabi, menu pisang bakarnya (11 varian) juga nikmat dan menjadi favorit. Harganya juga ramah di kantong, mulai dari Rp 4.000,- per porsinya.
Surabi milik Pak Haryanto ini mempunyai keistimewaan karena terdapat menu yang identik dan sangat khas Bandung yaitu surabi oncom, satu-satunya di kota Malang. Oncom ini juga dibuat sendiri oleh Pak Haryanto.
Selain membuat oncom, Pak Haryanto juga membuat aneka minuman varian yoghurt sendiri dan benar-benar khas Bandung.
Resep Asli Bandung
Sebelum membuka kios surabi imut di Malang pada tahun 2005, beliau membantu kakaknya usaha surabi imut di Bandung di kawasan Dago.
Pak Haryanto membawa serta resep surabi, oncom dan yougurt untuk dijual di kota Malang dan tak disangka menjadi jajanan favorit segala usia.
Beliau sempat mempunyai kios lain selain di gang Cokroaminoto ini, namun karena terdampak pandemi kios itu tutup dan hingga kini belum membuka cabang lagi.
Surabi atau Serabi?
Secara etimologi jajanan ini berasal dari bahasa Sansekerta serabi, surabi atau srabi yang artinya “harum” atau “wangi”.
Kue Surabi merupakan makanan khas Bandung. Warga Malang sendiri lebih mengenal serabi yang biasanya disantap dengan kuah santan dan kinca atau gula aren cair.
Di kota Malang, abang-abang penjual serabi kuah keliling selalu disertai dengan angsle. Atau jika penjualnya ebok (ibu) Madura selalu menjual serta bubur sum-sum, jenjang grendul, ketan dan mutiara. Terkadang juga dengan menjual rujak gobet (serut).
Berbeda lagi dengan jajanan serabi Solo yang tepiannya tipis dan penyajiannya digulung dengan atau tanpa topping sesuai selera.
Bagi saya surabi dan serabi beda tipis, sesuai dengan khas daerah masing-masing karena jajanan ini dapat ditemui di beberapa daerah di Indonesia. Tak hanya di Solo ataupun Bandung.
Dari beberapa pengalaman mencicipi surabi atau serabi ini, saya berusaha memberikan ulasan perbedaan di antara keduanya.
- Surabi ini biasanya berbahan tepung terigu, namun ada yang dari campuran dari tepung beras dan tepung terigu
- Bentuknya bulat, tebal dan tidak ada tepiannya
- Dimasak di atas tungku tanah liat atau gerabah
- Adonan dapat dicampur dengan bahan lain seperti telur, pandan dan lain sebagainya
- Diberi topping aneka macam seperti pisang, sosis, coklat
Serabi Solo :
- Serabi (Solo) berbahan tepung beras dan kelapa. Biasanya dimasak di wajan biasa.
- Bentuknya bulat di tengah dan terdapat pinggiran
- Disajikan dengan digulung setelah diberi topping
Serabi kuah :
- Berbahan tepung beras dan tepung terigu dicampur dengan kelapa
- Dimasak di atas wajan atau teflon atau cetakan khusus
- Disajikan dengan saus santan dan kinca (gula aren cair)
Pada dasarnya serabi atau surabi ini sama, hanya jenisnya saja yang berbeda sesuai dengan kekhasan daerah masing-masing.
Tertulis di Serat Centhini
Sama halnya dengan kue putu dan lebih dari 20 jenis jajanan tradisional lainnya, surabi atau serabi ini sudah ada sejak zaman Kerajaan Mataram (1814-1823).
Baca juga :
Hal ini dibuktikan dengan sering disebutnya jajanan ini dalam Serat Centhini yang merupakan karya sastra yang ditulis oleh pujangga-pujangga keraton Surakarta atas perintah Pakubuwana V.
Pada tembang atau pupuh ke-157 bait 18 dikisahkan bahwa jajanan serabi ini merupakan salah satu jenis yang dijajakan di halaman rumah saat ada pertunjukan wayang kulit di malam hari.
Pada pupuh ke-157 bait 7-8 juga disebutkan bahwa terdapat sembilan macam serabi yang merupakan bagian dari makanan yang digunakan sebagai sajen ketika ada pertunjukan wayang kulit dan upacara ruwatan.
Budaya Asing
Selain dari adaptasi budaya tradisional nusantara, jajanan ini juga diyakini dipengaruhi oleh budaya kuliner India (Selatan), Sri Lanka, dan Belanda.
Di India Selatan jajanan yang mirip dengan surabi atau serabi ini disebut kue “appam”. Demikian juga dengan di Sri Lanka, jajanan ini disebut dengan “hopper”.
Bagi warga Belanda jajanan ini mirip dengan kudapan untuk sarapan yang biasa disebut dengan “pancake”.
Terlepas dari semua itu, kita patut berbangga karena kita mempunyai kekayaan khasanah kuliner tradisional sejak zaman Kerajaan kuno yang tetap diolah, dikonsumsi dan dimodifikasi dengan aneka olahan serta topping, sehingga menjadi penganan yang digemari oleh masyarakat Indonesia.
Jajanan tradisional ini berkembang seiring zaman. Dari yang asalnya berupa adonan dasar atau plain saja berkembang menjadi jajanan kekinian dengan aneka varian dan topping.
Hmmm… kalau ke Malang bisa dicoba surabi imut yang viral dan menjadi favorit ini. Salam. (Yy)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H