Mohon tunggu...
Yayuk Sulistiyowati M.V.
Yayuk Sulistiyowati M.V. Mohon Tunggu... Guru - Pembalap Baru

SOLI DEO GLORIA

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Gereja Kayutangan Master Piece Kolonial Belanda di Kota Malang

12 Desember 2023   15:00 Diperbarui: 18 Desember 2023   09:27 584
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gereja Hati Kudus Yesus yang merupakan salah satu lanskap utama kawasan bersejarah Kayutangan. Foto: KOMPAS.id

Berjalan menyusuri Kajoetangan Heritage tak sempurna jika tak berhenti di gereja megah dekat pertokoan Sarinah, tepatnya persis bersebelahan dengan restoran cepat saji, McD dan KFC.

Gereja ini merupakan gereja kenangan masa kecil sebelum tahun 1986, ketika lingkungan atau wilayah tempat tinggal saya masih belum mempunyai paroki sendiri.

dok. pribadi 
dok. pribadi 

Dalam Katolik, paroki adalah komunitas kaum beriman atau himpunan umat yang dibentuk secara tetap dengan batas-batas kewilayahan tertentu dalam Keuskupan (Gereja Partikular).

Setiap pulang misa atau beribadah di gereja Kayutangan kami selalu mampir di warung soto "Budhe" di perkampungan dekat GPIB Immanuel di jalan Merdeka Barat I. 

Setelah sarapan di sana kami selalu menuju ke Taman Rekreasi Senaputra (sekarang Senaputra Cafe Garage), duduk-duduk santai di alun-alun kota Malang atau berjalan menyusuri pertokoan sepanjang menuju ke Pasar Besar.

Gereja Hati Kudus Yesus Kayutangan di Kawasan Kajoetangan Heritage | Foto : akurat.co
Gereja Hati Kudus Yesus Kayutangan di Kawasan Kajoetangan Heritage | Foto : akurat.co

Tempat favorit saya adalah agen koran pojok di depan PT. Telkom di seberang gereja (sekarang Cafe) untuk membeli majalah mingguan Bobo. Sambil mengunyah coklat legendaris Silverqueen dan sebotol Yakult, saya betah duduk di sana sambil membaca.

Sesekali Bapak mengajak saya dan Ibu menikmati es krim vanilla atau durian di Toko Oen sebelah agen koran ini. Di sini Ibu juga selalu membeli roti tawarnya yang lembut untuk dibawa pulang.

Aktivitas ini tak lagi saya alami setelah tahun 1986, lingkungan atau wilayah tempat tinggal kami sudah mempunyai paroki sendiri meskipun gedung yang digunakan masih menggunakan gedung milik TNI Angkatan Darat di kawasan Bunul (sekarang gereja GBI El-Shadday).

dok. pribadi
dok. pribadi

Gereja Katolik Tertua

Di era kolonial Belanda Malang mempunyai dua buah gereja Katolik yang besar. Salah satunya adalah Gereja Hati Kudus Yesus biasa disebut gereja Kayutangan (sekarang Jalan Jenderal Basuki Rachmat). 

Gereja tertua satunya adalah Gereja Santa Theresia (Theresia Kerk) yang berada di Jalan Ijen (sekarang gereja Katedral Ijen, Gereja Santa Perawan Maria dari Gunung Karmel).

Pada saat itu menara Gereja Kayutangan merupakan penanda kota Malang yang masih merupakan sebuah kota kabupaten.

Aktivitas ibadah sebelumya dilaksanakan di sebuah gereja yang sudah ada sejak tahun 1880. Letaknya di sebelah utara alun-alun yang dipakai bersama-sama oleh umat Katolik dan umat Protestan. Konon gedung ini sudah dibongkar.

Selanjutnya umat melakukan ibadah dengan menumpang di pendopo Kabupaten Malang sejak tahun 1897. Bupati Malang waktu itu adalah R.A. Notodiningrat III yang memerintah pada 1854-1898. 

Selama kurun waktu delapan tahun (1897-1905) pendopo ini menjelma menjadi gereja yang lengkap dengan mimbar, bangku komuni, bilik pengakuan dosa, organ, dan perlengkapan misa atau ibadat yang lain.

Pada tahun 1905, atas prakarsa pastor Godefriedus Daniel Augustinus Jonckbloet, SJ., dibangunlah gereja Kayutangan di utara alun-alun yang hingga kini kokoh berdiri bahkan salah satu ikon di Kawasan Kajoetangan Heritage.

Pemandangan Gereja Hati Kudus Yesus Kayutangan Malang, sekitar Juli 1947 | Foto:  NIMH-Vrugt, J.A./Mariniersbrigade (2174-1739) IG @potolawas
Pemandangan Gereja Hati Kudus Yesus Kayutangan Malang, sekitar Juli 1947 | Foto:  NIMH-Vrugt, J.A./Mariniersbrigade (2174-1739) IG @potolawas
Pada tahun 1923 pelayanan gereja Kayutangan yang dirintis oleh misionaris Jesuit ini dilanjutkan oleh para pastor Ordo Karmel (O.Carm), yakni Pater Sondaal, O.Carm, Pater Fisscher, O.Carm dan Pater Van den Hewrd, O.Carm.

Tanggal 27 April 1927 wilayah misi ini menjadi Prefectur Apostolic Malang dengan Prefect pertamanya Pater Clemente van der Pas, O.Carm.

Tahun 1935, kepemimpinan di wilayah wilayah gereja ini dilanjutkan oleh Pater Antonius Everard Jean Avertanus Albers, O.Carm hingga tahun 1961. Statusnya kemudian menjadi Keuskupan Malang dan saat itu beliau menjabat sebagai Uskup pertama. Selanjutnya, tongkat gembala Keuskupan Malang dipimpin oleh :

  • Mgr. Fransiscus Xaverius Sudartanta Hadisumarta, O.Carm (1973 - 1988)
  • Mgr. Herman Joseph Sahadat Pandoyoputro, O.Carm (1989 - 2016)
  • Mgr. Henricus Pidyarto Gunawan, O.Carm (2016 - sekarang).

Sebuah Master Piece

Gereja Hati Kudus Yesus  Kayutangan ini dibangun dengan arsitek yang sama dengan arsitek Gereja Cor Jesu, yaitu Marius J. Hulswit (1862-1921). Hulswit merupakan salah seorang pelopor arsitektur kolonial modern di Hindia Belanda sesudah tahun 1900. Hulswit mengerjakan gereja Kayutangan setelah menyelesaikan pembangunan gereja katedral di Lapangan Banteng Batavia pada tahun 1898.

Hulswit adalah murid sekolah Quelinus yang dikepalai oleh PJH Cuypers, seorang arsitek Neogothik di Belanda. Ia menggunakan jasa pemborong C Vi dibantu dengan Van Pad, dengan Bourguignon sebagai pembantu pemborong dan Molijn sebagai pengawas pembangunan.

Foto : Facebook @Gereja Hati Kudus Yesus Kayutangan 
Foto : Facebook @Gereja Hati Kudus Yesus Kayutangan 

Bangunan gereja Kayutangan ini satu golongan dengan bangunan Javasche Bank (sekarang Bank Indonesia) yang didirikan tahun 1914 letaknya di sebelah utara alun-alun, dan Palace Hotel (sekarang Hotel Pelangi) didirikan tahun 1916 yang lokasinya di sebelah selatan alun-alun.

Pada abad XIX, gaya unik arsitektur yang unik Neo gothic sedang melanda banyak bangunan gereja. Hal ini tampak dari struktur gedungnya yang tinggi dengan struktur bangunan berkerangka kokoh pada dinding dan atap yang berfungsi sebagai penutup.

dok. pribadi
dok. pribadi

Gereja ini juga memiliki jendela dan pintu yang besar pada dinding yang dibangun dengan konstruksi skelet. Tampak pada tembok luar gereja yang ditopang tiang peyangga dinding berbentuk persegi.

Bangunan gereja ini mempuntai denahnya tidak berbentuk salib seperti pada umumnya gereja gaya Gothic. Ini dikarenakan mempunyai atap yang tidak begitu tinggi jika dibandingkan dengan gereja Gothic di Eropa. Tidak ada penyangga yang sering disebut Flying Buttress di dalamnya.

Gereja Hati Kudus Yesus Kayutangan tampak dari dekat | Foto : Tripadvisor
Gereja Hati Kudus Yesus Kayutangan tampak dari dekat | Foto : Tripadvisor

Berdasarkan ulasan ngalam.id, denah gereja ini berbentuk kotak, tak ada ruang double aisle atau nave, dan sebagainya seperti layaknya gereja-gereja Gothik. Lebar bentang denahnya kurang lebih 11,4 meter dan panjangnya kurang lebih 40 meter.

Sebelah depan dari denah, sisi kiri dan kanan, terdapat tangga yang dipakai untuk naik ke lantai dua yang tidak penuh. Pada kedua tangga inilah, pada tampak luarnya, dibuat dua tower atau menara, yang biasa kita lihat pada gereja-gereja neo gothic.

Foto : dailyvoyagers.com
Foto : dailyvoyagers.com

Seperti halnya arsitek yang berasal Amsterdam pada masa itu yang sangat menyukai detail-detail bangunan dengan desain keterampilan tangan yang tinggi, sebagai warisan dari aliran art and craft William Morris, Hulswit juga merancang sendiri altar gereja ini. Altarnya dibuat dari kayu yang dipesan dari tukang kayu Cina di Surabaya dan sejak tahun 1965 altar ini tidak dipergunakan lagi.

Nama Hulswit sang arsitek tercantum dalam prasati batu marmer yang terletak di dalam gereja tersebut dalam bahasa Belanda, jika diterjemahkan adalah sebagai berikut: "Gereja ini dipersembahkan kepada Hati Kudus Yesus, didirikan berkat kemurahan hati dari Yang Mulia Monseigneur ES Luypen, dirancang oleh arsitek MJ. Hulswit dan semasa penggembalaan yang terhormat Romo GDA Joncbloet dan Romo FB. Meurs pada tahun 1905 telah diberkati oleh YM. Monseigneur Edmundus Sijbrandus Luypen, uskup Tituler dari Orope, Vikaris Apostolik dari Batavia."

Hulswit selalu menyematkan namanya di setiap bangunan yang ia dirikan. Demikian juga ketika ia membangun gereja atau kapel Cor Jesu pada tahun 1926, ia menyematkan prasasti berukir namanya di dinding bagian luar gereja.

Dapat dibaca di :

https://www.kompasiana.com/yycorjesu/63835a4e4addee497e07b262/mengintip-keberadaan-lonceng-kapel-cor-jesu-malang-sejak-tahun-1926

Meskipun tak semegah gereja neo gothic di Eropa, gereja Kayutangan ini merupakan master piece yang abadi dan masih bernafas di Kota Malang. Ruh-nya masih mengisi hiruk pikuk kawasan sekelilingnya, Kawasan Kajoetangan Heritage yang selalu menyala.

Menara Gereja Pernah Dua Kali Runtuh

17 Desember 1930 menara gereja ini dibangun secara utuh dengan ketinggian 33 meter. Dibangun pada masa Mgr Clemens van der Pas, O.Carm ketika diangkat sebagai Prefek Apostolik Malang pertama tahun 1927.

Pembangunan ini dilakukan sesuai rencana arsitek Ir. Albert Grunberg dengan menggunakan konstruksi rangka namun bukan sistem cross vault seperti umumnya sistem konstruksi Gothic. Jendela-jendela kacanya khas Gothic berbentuk busur lancip. Plafon pada langit-langitnya juga berbentuk lekukan khas Gothic yang terbuat dari besi, yang merupakan rekayasa dari arsitek Hulswit sendiri.

Dalam sejarah tercatat, menara tersebut runtuh dua kali sejak dibangun 1930. Pertama, pada 10 Februari 1957 menara runtuh ketika berlangsung khotbah di dalam gereja. Pada waktu itu sebuah salib di ujung menara runtuh dan menimbulkan lubang besar pada atap gereja. Peristiwa kedua terjadi sepuluh tahun kemudian pada 27 November 1967, ketika sebuah pesawat TNI Angkatan Udara menabrak menara hingga runtuh.

Menyimpan Benda Sejarah 

Dalam perpustakaan biara Karmel tersimpan benda-benda bersejarah yang disimpan dan dirawat sejak diketemukan pada tahun 1950.

Benda-benda ini disimpan oleh Pastor Arts, seorang Belanda merupakan ahli benda-benda bersejarah sejarah.

Dalam laman Kompas.id dijelaskan benda-benda tersebut antara lain adalah :

  • 7 Inskripsi (prasasti berbentuk buku), seperti Al-Qur'an dari Tunisia (1922), Babad Tanah Jawi dan buku-buku Jawa Kuno
  • 15 keropak (prasasti dari daun lontar)
  • 7 buah tamra (prasasti berbentuk lempeng tembaga) yang menurut ahli sejarah dikenal dengan Prasasti Cunggrang B.

Memelihara Toleransi Beragama

Setiap Hari Besar Islam, Gereja Kayutangan turut memfasilitasi umat muslim yang melaksanakan ibadah sholat Ied. Umat muslim yang meluber turut memenuhi halaman gereja. Gerbang terbuka lebar bagi umat yang hendak menjalankan sholat di halaman gereja ini.

Foto : Tempo.com
Foto : Tempo.com

Aktivitas tahunan seperti ini  sudah berlangsung lebih dari 25 tahun.  Tak hanya itu, pemimpin umat Katolik atau pastor paroki Kayutangan beserta seluruh komunitas dan beberapa umat menyalami jemaat muslim usai melaksanakan sholat. Saling berjabatan tangan, turut bersukacita di hari raya.

Indahnya kebersamaan (di depan gereja Kayutangan) | Foto : malangkota.co.id
Indahnya kebersamaan (di depan gereja Kayutangan) | Foto : malangkota.co.id

Terasa sejuk dan damai menyaksikan suasana seperti ini, di mana agama bukanlah sekat antar umat untuk menjalankan ibadahnya. Gereja hanyalah sarana, yang terpenting adalah hati setiap insan mengedepankan sikap toleransi dan membina kebersamaan sebagai sesama umat beragama di negeri yang tercinta ini. 

Salam toleransi! (Yy).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun