Oleh karena ditemukan sudah dalam kondisi tidak utuh maka tidak pernah diketahui laksana apa yang dibawa arca Ganesha ini.
    Berdasarkan filosofi terdapat empat laksana yang dipegang oleh Ganesha dan dapat digambarkan sebagai berikut :
- tangan kanan atas memegang tasbih (aksamala) sebagai lambang pengetahuan yang tiada putus, lambang kebijaksanaan dan pengetahuan spiritual.
- tangan kanan bawah memegang patahan gading (danta) yang merupakan lambang pengorbanan diri untuk menyelesaikan masalah yang menghalangi kemajuan
- tangan kiri atas membawa kapak (parasu) sebagai lambang penghancur rintangan serta lambang ksatria.
- tangan kiri bawah memegang cawan manisan (patta) Â yang merupakan lambang kebahagiaan atau hasil yang manis setelah menghalau halangan dan rintangan. Â Â
    Konon arca dewa Hindu bernama Ganesha ini diletakkan di sisi telaga yang dibangun oleh pemuda Bulul. Sesuai dengan yang diyakini oleh masyarakat Hindu, arca Ganesha jenis ini merupakan arca yang penempatannya berhubungan dengan kekuatan magis terhadap tempat yang dijaganya, seperti penemuan sungai, telaga, jurang atau daerah yang dibebaskan (sima atau perdikan) bagi penduduk. Ganesha ini disebut dengan Vigna Vigneswara atau Dewa Penghancur Gangguan.Â
    Sangat tepat jika pada saat itu arca Ganesha ditempatkan di telaga buatan Bulul, agar daerahnya aman dan bebas dari gangguan orang yang bermaksud jahat.
    Arca ini terletak di dekat aliran anak sungai Bango yang berjarak 750 meter dari pertemuan (tempuran) sungai Bango dengan anak sungai. Ia ditempatkan di kawasan yang dinilai sebagai daerah berbahaya yang memerlukan "media penawar" yang dalam konsepsi Hindu berupa arca Ganesha.
Si Mbah "Mbeji Sari"
    Menuliskan bagian ini penulis merasa semakin bersemangat karena ketika menggali informasi tentang bagian penting ini menyisakan sebuah perjalanan yang sangat berkesan. Beberapa kali penulis mengalami hambatan.
    Mengawali perjalanan hunting informasi bagian situs ini penulis salah lokasi. Penulis memulai dari awal lagi dan beberapa kali tidak dapat bertemu dengan narasumber utama yang berkaitan langsung dengan situs ini karena beliau sakit.
    Berbekal kiriman foto semua lembar buku Sejarah Kelurahan Bunulrejo (2005) melalui pesan whatsapp langsung dari penulisnya, Bapak Suwardono penulis membaca ulang dan ulang lagi demi menemukan lokasi yang tepat di mana situs ini berada.
    Dalam kurun waktu hampir dua pekan akhirnya penulis dapat bertatap muka dan mengobrol dengan santai bersama Mbah Rusiyem (89 tahun) dan Mbah Sumani, suaminya.