"Jika kamu tidak tahu sejarah maka kamu tidak tahu apa-apa. Kamu adalah daun yang tidak tahu bahwa itu adalah bagian dari pohon." - Michael Crichton
Mengulik sejarah masa lampau, apalagi di tempat kelahiran sendiri merupakan candu. Sepanjang waktu kisah-kisah yang digali, didengar dan dibaca dari berbagai sumber membuat penulis pantang berhenti bahkan sampai terbawa mimpi. Seolah penulis sendiri berjalan menyusuri waktu dan berpetualang di negeri dongeng masa lalu.
Setelah mengenal pemuda Bulul sebagai seorang ksatria mandra guna dari desa Kajatan, semakin terkuak bahwa pemuda ini juga sangat berkharisma dan mempunyai keahlian merangkai bunga dan bercocok tanam, khususnya tanaman hias. Jika tidak berprestasi tidak mungkin Sang Rakai (setingkat gubernur) Dhyah Mungpang menganugerahkan sima atau perdikan pada pemuda ini.
Dalam tulisan sebelumnya pemuda Bulul seorang ksatria mandra guna juga dipaparkan bahwa ia juga seorang ahli taman dan merangkai bunga upacara. Tak hanya itu, ia pun menjadi tutor atau pelatih merangkai bunga bagi warga desa hingga membawa desa ini naik kesejahteraannya. (Pemaparan ini dapat dibaca pada tulisan tentang Mpu Bulul sebelumnya).
Prasasti Kanuruhan yang terpahat di belakang arca Ganesha juga menyebutkan bahwa desa Kajatan atau sekarang Bunulrejo ini mempunyai otonomi wilayah yang menyediakan bunga-bunga untuk keperluan ritual atau persembahan Hindu pada masa itu, masa Kerajaan Medang (929 M – 949 M).
Eksotisme Taman Bulul
Sebuah adagium mengatakan bahwa taman menunjukkan identitas peradaban suatu daerah. Maka hadirnya taman bunga sebagai buah karya pemuda Bulul di sebuah desa atau wanua kecil bernama Kajatan ini menjadi ikon tersendiri pada masa itu.
Sangat menarik untuk diketahui bahwa peninggalan sejarah atau situs masa lalu tidak hanya dapat kita nikmati dalam rupa candi, makam, arca atau prasasti saja, melainkan kisah di balik semua situs itu adalah merupakan bagian yang paling penting dan jika didalami akan mengajak kita berjalan-jalan menyusuri lorong waktu di masa lalu.
Eksotisme taman Bulul yang akhirnya menjadi cikal bakal atau toponimi nama Bunulrejo ini memikat hati seorang penguasa kerajaan Kanuruhan, Sang Rakai Dhyah Mungpang.
Rakai Dhyah Mungpang yang adalah tangan kanan Raja Medang, Mpu Sindok tak segan menganugerahkan sima atau perdikan. Sima atau perdikan merupakan penghargaan istimewa berupa tanah yang bebas pajak dan memberi kekuasaan penuh kepada Bulul untuk mengelola desanya sampai akhir jaman.
Keindahan taman Bulul ini menjadi sempurna dan istimewa karena di tengah-tengah taman terdapat telaga yang bertaburan bunga teratai atau padma, bunga yang sangat disucikan oleh Hindu dan Budha.
Taman Bulul yang luas ini berhiaskan bunga warna-warni yang mengelilingi sebuah telaga bertaburan bunga teratai atau padma. Dari gambaran ini dapat dibayangkan keindahannya.
Taman ini sanggup membuat Rakai Kanuruhan Dhyah Mungpang penguasa Kerajaan Kanjuruhan terpesona dan bangga. Sang Rakai merasa senang ketika melintasi daerah bernama Kajatan yang pada saat itu dikelola oleh seorang pemuda bernama Bulul.
Sebagai taman pertama masa kerajaan Medang, taman Bulul menjadi ikon yang eksotis yang didukung dengan letaknya di dataran tinggi yang mempunyai udara dingin dan sejuk.
Menurut sastra-sastra kuno taman di dalam keraton merupakan simbol kebangggan para raja. Taman keraton adalah tempat yang paling nyaman dan indah sebagai tempat menerima dan menjamu tamu kerajaan. Tak heran jika Mpu Sindok melalui Rakai Dhyah Mungpang menganugerahkan waranugraha pada Bulul.
Sesuai tradisi taman, tempat ini juga menjadi tempat pembelajaran atau perkumpulan yang pada waktu itu disebut dengan mandala kedewanguruan.
Dalam mandala kedewanguruan murid-murid belajar secara bertahap mulai dari tata upacara, ilmu filsafat hingga ajaran inti tentang kehampaan (kitab Timur, buku keagamaan bersifat Shiwa)
Taman dan Telaga Pertama Era Kerajaan Medang
Seperti halnya taman yang menjadi ciri khas dan ikon sebuah daerah tertentu, maka taman bertabur bunga warna-warni dan tertata rapi merupakan cerminan kejayaan sebuah kerajaan.
Warga turun-temurun mengisahkan bahwa taman dan telaga atau patirtan bertabur bunga teratai karya Mpu Bulul dalam situs ini mempunyai luas 12 meter persegi . Setiap sisinya dibatasi dinding dari batu bata merah tebal. Dalam taman ini terdapat pancuran-pancuran atau dwarajala yang di sisinya adalah arca dewa Hindu Ganesha.
Dwarajala mengalirkan air dari sumber bawah tanah (arung) dengan arah aliran menuju sungai atau kali Bango. Situs ini terletak di sebelah barat kali Bango yang berjarak 750 meter.
Mahakarya pemuda Bulul berupa taman ini sangat eksotis dan melalui inskripsi prasasti Kanuruhan taman Bulul merupakan taman pertama yang ada di kota Malang. Sangat tepat jika kota Malang dikenal dengan Malang kota bunga, dengan mengacu pada isi dari prasasti Kanuruhan tersebut.
Situs Taman dan Telaga yang Hilang
Seiring berjalannya waktu situs taman dan telaga ini hilang tanpa bekas. Sejak tahun 1960 situs ini tak dapat ditemukan karena ditimbun sampah dan tanah berkubik-kubik hingga rata dengan daerah sekitarnya.
Pemilik tanah area situs taman dan telaga pada waktu itu (1960) dikenal dengan panggilan mbah Dasir. Mbah Dasir sang pemilik tanah area situs ini menjabat sebagai Kepala Dinas Kebersihan Kotamadya Malang.
Pada waktu itu letak situs ini sangat strategis. Kurang lebih 50 meter sebelah timur area situs ini terletak kantor kelurahan Bunulrejo. Seberang kantor kelurahan ini sampai seberang pasar Bunulrejo dahulu merupakan gedhogan jaran (bahasa Jawa) atau kandang kuda atau stal (bahasa Belanda) dan juga arena berlatih prajurit berkuda kavaleri para meneer Belanda (sekarang Jl. Kavaleri, depan pasar Bunulrejo).
Situs taman dan telaga ini dikenal dengan Kampung Beji dan mempunyai kondisi ekologi kampung yang dilengkapi dengan telaga atau kolam atau beji. Di kawasan situs ini terdapat sumber air bawah tanah yang oleh penduduk dinamai “sumur gumuling”. Dalam Bahasa Jawa gumuling artinya melingkar.
Dalam situs taman dan telaga yang merupakan tempat arca Ganesha ini berada, terdapat goa atau terowongan yang melingkar ke arah sebuah sungai yang terhubung dengan sungai Bango.
Konon terowongan ini ditutup karena merupakan tempat yang biasa dipakai oleh orang yang bermaksud jahat untuk bersembunyi dan melarikan diri. Namun sesuai keyakinan warga setempat, siapa saja yang memaksa masuk ke terowongan itu dipastikan tidak akan pernah kembali.
Serasa Kembali ke Masa Lalu
Sangat mengasyikkan mengenang sejarah masa lalu yang seolah menggiring kita pada pusaran waktu yang tak mungkin dapat terselami kembali. Bagi penulis kisah ini sungguh memukau dan besar keinginan penulis untuk mengajak seluruh pembaca juga dapat menikmati petualangan fantastis ini.
Serasa kembali ke masa lalu, rangkaian kisah Mpu Bulul akan mengawal kita lebih mengenal situs Taman dan Telaga beserta Arca Ganesha yang fenomenal pada masanya melalui kisah tentang Situs si Mbah Mbeji pada tulisan selanjutnya.
Penasaran? Ikuti terus kisah selanjutnya yang tak kalah menarik!. Salam (Yy)
***
Sumber : Malang Cilin Digital Acces :
Eko-Sosio-Kultura Lokal Kota Malang dalam Perspektif Historis
"Eksotisme Taman Bunulrejo Era Kerajaan Medang dan Upaya Pelestariannya" - Yayuk_2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H