Pemuda Bulul mendapat waranugraha atau anugerah sebuah status sima (perdikan) yaitu penghargaan untuk mengelola desa sekaligus hasil bumi dan hasil pajaknya sepenuhnya menjadi milik penerima penghargaan dan dipergunakan untuk pemeliharaan taman dan desanya sampai akhir zaman. [kliktimes.com tag yayuk sulistiyowati]
Penghargaan ini ditandai dengan sebuah prasasti Kanuruhan yang terpahat di balik arca Ganesha. Seperti kita kenal, Ganesha adalah dewa yang menyerupai seekor gajah. Sejak peresmian arca ini oleh Rakai Dyah Mungpang, desa Kajatan resmi menjadi milik Bulul dan menjadi sebuah wilayah otonom yang sepenuhnya dikelola oleh Bulul.
Bulul adalah pemuda desa Kajatan yang berjiwa ksatria dan patriotisme. Ia telah berhasil menjaga keamanan desanya yang pada waktu itu terkenal tidak aman karena maraknya pembunuhan, perampokan, begal dan pencurian yang meresahkan warga.
Kondisi kekacauan ini juga berhubungan dengan cerita legenda masyarakat setempat bahwa arca Ganesha merupakan penjelmaan “maling aguno” (maling atau pencuri yang sangat lihai dan sakti mandraguna) yang dikutuk oleh seorang wali menjadi arca batu.
Bulul juga berjasa karena perhatian dan kecintaannya terhadap alam lingkungannya. Ia telah membangun telaga penuh bunga teratai atau padma yang bertaburan di atas telaga lengkap dengan taman dengan bunga warna-warni di sekelilingnya.
Suatu hal yang luar biasa karena teratai atau padma merupakan bunga yang dianggap mengandung kesucian dalam ajaran Hindu dan Budha. Keberadaan taman dan telaga ini terwujud sesuai nazarnya, jika daerahnya yang pada saat itu dilanda situasi mencekam menjadi daerah yang aman maka ia akan membuat sebuah telaga dan taman yang dihias dengan berbagai macam bunga.
Bulul tak hanya membudidayakan teratai, namun ia membudidayakan bermacam-macam bunga hias dan bunga sembahyang yang digunakan dalam tradisi Hindu dan upacara-upacara kerajaan. Ia pun dikenal sebagai pemuda yang ahli merangkai bunga untuk kegiatan upacara ritual kerajaan. Bukan hanya sekedar ahli merangkai saja, tetapi Bulul juga memberi pelatihan bagi warganya untuk menanam dan merangkai bunga.
Berkat Bulul warga desanya memiliki kemampuan membudidayakan bunga dan mampu merangkai bunga untuk kebutuhan upacara-upacara keagamaan Hindu dan upacara-upacara kerajaan pada saat itu. Dalam hal ini Bulul sangat berjasa dalam menaikkan taraf hidup dan ekonomi warga sekitarnya, dan karena keahliannya itu ia disebut “Mpu” Bulul.
Sesuai dengan daerah di mana Mpu Bulul hidup dan tinggal, dia menjadi tokoh yang namanya menjadi cikal bakal nama Bunulrejo. Bulul yang huruf konsonan ‘l’ dalam aksara Jawa bersinggungan dengan huruf ‘n’ menjadikan pengucapan “Bulul” menjadi “Bunul”. Kata rejo merupakan tambahan yang dalam bahasa Jawa bermakna makmur atau sentosa. (Yy)