Membaca cerita tentang ojol aku jadi terusik. Seperti dejavu, aku seperti kembali ke masa di mana aku ada dan berjibaku di dalam dunia itu.
Kisah ini nyata dan bukan karangan. Pernah kutuliskan di media sosialku November 2017 yang lalu.
Cerita ini juga tidak mengada-ada, semua ada rekam jejak yang baik sekaligus menyisakan kekecewaan. Bukan curhat, melainkan kurasa perlu untuk kuabadikan sebagai catatan historis dan kenangan.
Perjalanan kisah ini merupakan perjuangan wanita sebagai seorang driver ojek online yang waktu itu masih sedang booming dan belum se-marak sekarang.
Keadaan membuat aku bekerja dari pagi hingga larut malam. Pagi sampai menjelang sore aku kerja di sebuah sekolah swasta (hingga sekarang), sore aku menjadi driver Gojek.
Malu? Untuk apa malu, toh semua untuk aku dan keluargaku. Sama sekali tidak ada hubungan dengan pihak lain.
Akunku 'Budheg'
Aku dapat bekerja maksimal sebagai driver online ketika hari Minggu. Sepanjang hari sampai malam, aku full ngojek, dan itu dapat hasil yang lumayan. Performa juga bagus.Â
Menurut beberapa teman, sekarang ini skema berubah dan kebijakan juga semakin ketat, tak seperti awal-awal dulu.
Seiring berjalannya waktu, akunku menjadi budheg (tuli). Entah mengapa, atau karena aku 'on' hanya ketika sore hingga malam saja, membuat akunku jadi tidak sat set sepertinya di awal.
Pada suatu Minggu siang bolong, aku menyusuri padatnya jalan di Kota Malang. Matahari panas menyengat. Debu-debu pun melebur dan melekat di wajah dan raga tak terelakkan.Â
Seperti biasa, kurapatkan "Grey"ku (kini sudah berpindah tangan) di sisi trotoar Ijen Boulevard, di depan sebuah restoran ternama.Â
Kuisi amunisi dalam botol kecilku dari tugu air minum yang bebas dikonsumsi oleh para pengguna jalan yang menjulang di dekatku.
Kuhempaskan tubuhku di bangku besi tempat termenungku biasanya. Di bangku taman yang viral sebagai bangku asmara. Menyoal bangku asmara akan kuceritakan di tulisan selanjutnya...
Bangku itu kosong, dan lagi-lagi aku beruntung bisa duduk sendirian, sedangkan di sisi kanan kiri dan di depanku bangku penuh terisi para pasangan muda mudi yang tengah kasmaran.
Kumatikan aplikasi order online'ku, sudah berjam-jam berkeliling belum juga tersapa. Ah sudahlah, semua ada waktunya.Â
Wanita Jalanan
Duduk di tengah keramaian, hatiku sepi dan pikiranku jauh menerawang. Aku bertanya-tanya dalam hati; untuk apa sebenarnya ini semua kulakukan, berkeliling tak tentu arah di jalanan yang padat, duduk bodoh-bodoh di pinggir jalanan yang panas dan bertabur debu.
Jauh-jauh mengantar pesanan makanan-makanan lezat, dan rela mengantri panjang di restoran favorit. Sambil menonton para pecinta kuliner menikmati makanan favoritnya, bahkan tanpa bisa membelinya.
Pernah suatu ketika aku diskusi dengan seorang kawan, dan tanpa debat menyebut bahwa "kita ini wanita jalanan". Sengaja aku tak menyebutkan profesiku selain side job ngojek ini.
Dalam pengamatan awamku dunia kami tak seperti kaum wanita dan ibu semestinya saat berada di rumah; segar dan cantik sambil melayani suami dan anak-anaknya. Duduk nonton sinetron dan drakor kesukaan.
Tak seperti wanita karier, yang pulang langsung nonton film-film 'box office' terbaru atau jalan-jalan di mall dengan teman-temannya. Duduk di cafe, ngobrol dan berkaraoke. Atau melakukan perawatan rutin wajah dan rambut di salon.
Aku tersenyum sendirian, terselip cerita-cerita hangat teman-temanku seperjuangan. Kami adalah tukang ojek online. Keren kan?!
Ojol Wanita itu KerenÂ
Bagiku memang keren. Kami menjadi wanita yang tidak ketinggalan zaman. Kami bekerja dengan menggunakan aplikasi yang tertanam di 'gadget' yang memenuhi syarat untuk melakukan pekerjaan.Â
Kalau ponsel kami tidak pintar dan 'up to date' tidak akan berguna, sebab teknologi modern sangat banyak membantu dan memandu tugas-tugas kami.Â
Kami juga mendapat kesempatan untuk mengunjungi restoran-restoran yang punya makanan khas yang enak.Â
Kami menjelajah area perkotaan, masuk dalam labirin gang-gang sempit, sampai ke tempat-tempat yang sulit dijangkau dan bahkan di 'Google Map'pun tidak terbaca.
Kami berpeluang mendapatkan bonus dan 'reward' jika tekun dan berprestasi. Kami mendapat kesempatan juga untuk menonton gratis saat ajang pertandingan sepak bola bergengsi klub kebanggan kota kami yang mereka sponsori (pada waktu itu).
Menarik lagi kami juga diberi peluang untuk KPR rumah sesuai keinginan.
Wanita-Wanita InspiratifÂ
Di luar semua yang berkecamuk di pikiranku itu, aku sangat bersyukur mendapat teman-teman baru terlebih yang wanita.Â
Aku sempat bergabung dalam komunitas driver ojol wanita bernama Lady Jek. Kami selalu bertemu setiap minggu untuk silaturahmi dan sharing. Event-event berbagi di bulan puasa dan solidaritas bencana juga sering kami adakan.
Sesekali pihak kantor ojol memberikan arahan dan sosialisasi kebijakan baru. Sayangnya komunitas ini bubar karena adanya faktor kepentingan. Aku dan beberapa kawan juga sering bertemu secara personal dan berbagi cerita.Â
Di tengah kebisingan jalan raya kembali aku termenung mengingat potongam cerita teman-seperjuanganku.
Sebut saja Ibu Cinta, ia harus rela menjalani hidup sendiri tanpa pendamping yang meninggalkan ia dan anak-anaknya yang masih belia.Â
Dia berjuang sendiri untuk anak-anak dan orangtua yang dicintainya. Dunia jalanan menjadi pilihannya untuk berjuang dan menafkahi keluarganya yang masih harus terus bertahan hidup meski tanpa sosok ayah atau pendamping hidupnya.Â
Ia membagi waktunya untuk keluarga dengan susah payah. Ibunya yang sudah tua juga anak-anaknya yang masih sangat butuh perhatiannya.Â
Dia berjuang tanpa kenal lelah dan tanpa mengeluh. Dan di raut wajahnya yang keras dia selalu menebar senyum dalam menjalankan tugas pelayanannya.Â
Ada juga Ibu Kasih yang salah satu anggota keluarganya menderita sakit dan ia juga harus merawat dan membesarkan anak-anaknya. Sumber penghasilan nyaris tidak ada. Setiap berangkat ngojek ia bawa buah hati bersamanya yang bersembunyi di balik jaket kebesarannya.
Tak sedikit pengguna jasanya yang merasa iba, tak sedikit juga yang mencela. Kalau sudah ada komplain ini merupakan tanda bahaya, karena akan membuat turun performanya. Sudah bersusah payah, performa turun.Â
Ya, tidak mendapatkan apa-apa alias zonk!
Sebuah gambaran hidup yang miris dan memprihatinkan. Di satu sisi ia harus berada dengan keluarganya, merawat dan melayani mereka. Di satu sisi ia harus berjuang untuk kelangsungan hidupnya dan keluarganya.Â
Pagi buta sampai malam gelap ia menyulap semuanya hingga beres tak bersisa. Menyulap tak berarti semudah mengayunkan tongkat ajaib, namun dengan meleburkan jiwa raganya di rumah dan di jalanan. Demi apa?
Demi selembar rupiah untuk kelangsungan hidup esok dan hari selanjutnya.Â
Ibu Cinta dan Ibu Kasih adalah sebagian kecil dari para pejuang wanita lainnya. Masih banyak cerita-cerita perjuangan yang sangat menginspirasi dari perjuangan wanita-wanita jalanan itu.
Mereka wanita-wanita hebat dan tangguh. Mereka rela menghabiskan waktunya di jalanan. Dunia yang keras, sangat riskan oleh tipu daya, pelecehan dan hal-hal yang mencederai diri.Â
Dunia yang menjadi penyalur hobi dan kepuasan batin sekaligus pelampiasan ego dan kesakithatian serta pemberontakan diri. Bukan menyesali keadaan tetapi sebuah upaya dan semangat untuk terus berjuang, demi keluarga juga harga diri.
Mereka pahlawan bagi keluarganya. Mereka selalu berusaha memberikan yang terbaik di balik sisi-sisi hidupnya yang penuh dengan cerita luka.Â
Melayani semua orang tanpa pandang bulu dengan keanggunan dan senyum yang harus selalu tersungging di wajahnya. Meskipun tak jarang umpatan, cacian dan makian datang dari para pengguna jasanya.Â
Amarah dan perlakuan yang tidak wajar juga sering dihadapinya. Resiko kecelakaan di jalanan juga menjadi bagian dari pekerjaannya. Hujan dan panas menjadi teman silih berganti.Â
Jiwa dan raga yang sehat menjadi tuntutan wajib dalam menjalankan tugas ini, meski tak urung rasa lelah dan kantuk serang menyerang.Â
Warung-warung kecil dan bangku-bangku taman adalah persinggahan demi sejenak mengatupkan mata.Â
Permenungan di Bangku Asmara
Cerita itu sebuah permenunganku di bangku asmara pinggiran kota. Saat angin meniup halus perlahan, mengantarku melayang dan mataku sejenak terpejam. Dalam pejam aku tersenyum; bangga dan terharu oleh kisah-kisah mereka dan kisahku sendiri.Â
Mereka pahlawan wanita di jamannya. Mereka tidak bodoh. Mereka juga tidak kampungan. Mereka adalah inspirasi bagiku. Mereka "Smart, Strong and Sexy".Â
Waktu berlalu, aku meninggalkan 'circle' ojol ini sejak ayah dari anak-anakku berpulang karena sakit. Aku pun harus rela putus mitra dengan perusahaan ojol karena akunku dipakai seorang teman dan disalah gunakan.
Aku tertegun, tersenyum dalam hati. Apapun yang terjadi, aku harus tetap berjuang. Inilah petikan cerita di akhir tahun 2017 yang menyisakan kenangan tak terlupakan.Â
Setelah cukup memejamkan mata sekejap, aku bangkit. Menyalakan 'Grey'-ku nan setia. Melaju menuju masa depan.
Salam 3S ; "Smart, Strong, & Sexy"
(Yy)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H