Mohon tunggu...
YWAM_JP NEWS
YWAM_JP NEWS Mohon Tunggu... Mahasiswa - YW Al Muhajirien Jakapermai

YWAM_JP NEWS adalah blog Bidang Sekretariat Yayasan Waqaf (YW) Al Muhajirien Jakapermai, yang mengelola Sekolah-sekolah Islam Al Azhar di wilayah Jakapermai, Kemang Pratama, Kota Bekasi, dan Grand Wisata, Kabupaten Bekasi. Blog ini berisi tentang kegiatan-kegiatan sekolah yang dikelola yayasan ini, serta tulisan lepas lainnya.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Mengenal Dimensi Kesadaran: Menyadari Perbedaan?!

5 Agustus 2023   15:43 Diperbarui: 7 Oktober 2023   16:54 281
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar : Dok. Pribadi (Suasana Coffee Morning di Kantor YW Al Muhajirien Jakapermai)

Oleh. Muhammad Eko Purwanto

Reza A.A Wattimena, Peneliti di bidang Filsafat Politik, Filsafat Ilmu dan Kebijaksanaan Timur, pernah mengatakan bahwa teori transformasi kesadaran berpijak pada filsafat Eropa, filsafat Asia dan neurosains. Ia membawa manusia dari kesadaran yang sempit menuju kesadaran kosmik, bahkan lebih. Teori ini bergerak dari kesadaran egoistik menjadi kesadaran yang tak berbentuk, dan sepenuhnya terbuka. Puncaknya adalah kekosongan yang merupakan hakekat terdalam dari segala yang ada.

Tingkat kesadaran manusia menentukan mutu hidupnya. Persepsinya tentang dunia tergantung pada tingkat kesadarannya. Begitu pula cara berpikir dan merasa yang ia miliki. Pada tingkat akhir, semua ini akan mempengaruhi mutu perilaku maupun tindakan manusia di dalam keseharian, serta keadaan masyarakat secara keseluruhan. Pada titik ini, Reza A.A Wattimena membagi tingkatan kesadaran manusia menjadi 5 (lima) bentuk, yang membentuk suatu hirarki, yakni : Kesadaran Distingtif-Dualistik, Kesadaran Immersif, Kesadaran Holistik-Kosmik, Kesadaran Meditatif, dan Kesadaran Kekosongan.

Kontribusi Filosof 

Filosof Muslim pertama yang mengemukakan tentang kesadaran distingtif dualistik adalah Al-Kindi. Al-Kindi adalah seorang cendekiawan Muslim Abad Pertengahan yang dikenal sebagai "Bapak filsafat Arab" dan merupakan salah satu tokoh penting dalam pengembangan pemikiran dan filsafat Islam.

Al-Kindi menyatakan bahwa kesadaran manusia terbagi menjadi dua jenis, yaitu: kesadaran materi dan kesadaran intelektual. Kesadaran materi mencakup semua pengalaman dunia fisik dan sensori yang kita rasakan melalui panca indera, seperti: penglihatan, pendengaran, penciuman, perasaan, dan lain sebagainya. Kesadaran intelektual, di sisi lain, mencakup pemahaman dan kesadaran kita tentang pikiran, ide, konsep, dan spekulasi filosofis.

Al-Kindi berpendapat bahwa kesadaran intelektual adalah yang lebih penting dan lebih tinggi daripada kesadaran materi. Menurutnya, beberapa orang memiliki kesadaran intelektual yang lebih kuat daripada yang lainnya, yang memungkinkan mereka untuk memahami lebih dalam hakikat realitas dan memperoleh pengetahuan yang lebih mendalam.

Namun, Al-Kindi juga mengakui bahwa kesadaran materi sangat penting dalam kehidupan sehari-hari dan untuk memahami dunia materi. Kesadaran materi memberikan kita perspektif tentang realitas fisik di sekitar kita dan membantu kita berinteraksi dengan dunia ini. Dengan mengemukakan konsep tentang kesadaran distingtif dualistik ini, Al-Kindi berusaha untuk menyeimbangkan pandangan tentang kesadaran manusia sebagai entitas yang terhubung dengan alam materi dan juga sebagai individu yang memiliki kemampuan kognitif dan spiritual yang unik.

Pemikiran Al-Kindi tentang kesadaran ini menunjukkan pendekatannya yang holistik dalam memahami manusia dan alam semesta. Ia menganggap bahwa kesadaran manusia adalah suatu kesatuan dari dimensi material dan spiritual, dan keduanya saling melengkapi dan membentuk identitas manusia secara menyeluruh.

Kesadaran Distingtif-Dualistik

Ketika kita memandang dunia ini, kita sering kali melihatnya dalam polaritas. Ada siang dan malam, pahit dan manis, sukses dan kegagalan. Segala sesuatu tampak dibagi menjadi dua, atau menjadi dualistik. Namun, di balik pemahaman dualistik ini, terdapat suatu kesadaran yang lebih dalam, yang menghubungkan segala sesuatu.

Kesadaran distingtif-dualistik adalah pemahaman bahwa keberadaan kita tidak hanya terpaku pada dua pilihan yang berlawanan. Ketika kita menyadari bahwa dunia ini lebih kompleks daripada yang terlihat pada pandangan pertama, kita mulai memahami bahwa segala sesuatu saling terhubung dan berada dalam kesatuan.

Dalam kesadaran distingtif-dualistik, kita tidak lagi mengidentifikasi diri kita sebagai entitas terpisah yang berdiri sendiri. Kita menyadari bahwa kita adalah bagian dari jaringan kehidupan yang luas, yang terkait dengan semua yang ada di sekitar kita. Tidak ada batas yang tegas antara diri kita dan dunia di sekitar kita. Kita adalah manifestasi dari energi yang sama, dari kesadaran yang sama.

Dalam dunia yang terlihat dualistik ini, kita sering merasa terjebak dalam pilihan-pilihan yang sulit. Kita merasa harus memilih antara benar atau salah, baik atau buruk. Namun, dalam kesadaran distingtif-dualistik, kita memahami bahwa ini hanyalah ilusi. Kita dapat mengintegrasikan berbagai aspek dalam kehidupan kita, menghargai kedua sisi dari sebuah koin. Kegembiraan dan kesedihan, kemenangan dan kegagalan, semuanya adalah bagian yang tak terpisahkan dari perjalanan kita.

Melalui kesadaran distingtif-dualistik, kita juga mulai menyadari pentingnya harmoni dan keseimbangan. Kita belajar mengintegrasikan sifat-sifat yang kita anggap bertentangan dalam diri kita sendiri. Kita tidak hanya mencari kebahagiaan atau kedamaian dalam satu aspek kehidupan, tetapi dalam semua aspeknya. Kita mengakui bahwa kehidupan ini tidak datang dengan garansi, tetapi dengan tantangan dan pelajaran yang beragam.

Kesadaran distingtif-dualistik juga membuka pintu untuk menerima keberagaman dan perbedaan dalam diri orang lain. Kita menyadari bahwa tidak ada satu jalan atau kebenaran tunggal dalam kehidupan ini. Setiap individu memiliki pengalaman, pandangan, dan keunikan sendiri. Ketika kita menghargai dan menerima perbedaan ini, kita belajar untuk hidup dalam harmoni dengan orang lain, membangun jembatan pemahaman dan kasih sayang.

Dalam perjalanan menuju kesadaran distingtif-dualistik, kita dapat merasakan kedamaian yang lebih mendalam dan kebijaksanaan yang lebih besar. Kita tidak lagi terperangkap dalam pikiran sempit dan pemikiran terbatas. Kita terhubung dengan energi yang lebih besar, dengan kehidupan yang lebih luas.

Jadi, mari kita terus melangkah maju dalam perjalanan kita menuju kesadaran distingtif-dualistik. Mari kita jelajahi kehidupan ini dengan mata yang terbuka, melihat kebaikan dalam semua hal, dan menyadari bahwa dunia ini jauh lebih indah ketika kita melihatnya melalui lensa kesadaran yang lebih dalam. Wallahu A'lamu Bishshawwab.

Bekasi, 5 Agustus 2023.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun