"Ia menyemangati dan memberi kami ketenangan, dan yang paling kami sukai adalah ketulusan dan sikapnya terhadap setiap pemain." - Luca Modric, gelandang Kroasia dan Real Madrid.
Sebelum helatan Piala Dunia Rusia 2018 digelar, nama Zlatko Dalic, pelatih timnas Kroasia, merupakan nama yang tidak populer di antara para pelatih top lainnya, semisal Didier Deschamps, Jorge Sampaoli, Roberto Martinez, dan nama lainnya.
Wajar mengingat Dalic sebelumnya hanyalah pelatih yang menangani klub-klub lokal Kroasia, Albania, dan dua klub kaya asal Asia.
Di klub-klub sebelumnya, pria kelahiran Livno, Bosnia dan Herzegovina ini, merupakan pelatih yang tergolong cukup sukses. Di klub terakhirnya, Al-Ain, dia berhasil mengantarkan klub asal Uni Emirat Arab tersebut hingga ke partai final Liga Champion Asia, namun ditundukkan wakil Korea Selatan, Jeonbuk Hyundai Motors.
Karir Sebagai Pemain dan Pelatih
Semasa aktif bermain sebagai pesepak bola, Dalic berposisi sebagai gelandang bertahan. Karir sebagai pesepak bola dimulainya dari klub lokal di tanah kelahirannya, NK Toglav 1918 Livno.
Dalic merupakan seorang pemain yang berbakat walaupun tidak pernah memperkuat tim nasional. Karir pria kelahiran tahun 1966 ini dihabiskan di sejumlah klub top negara-negara pecahan Yugoslavia, seperti Hajduk Split dan Varteks (Kroasia), Buducnost Titograd (Montenegro), serta Velez (Bosnia dan Herzegovina).
Pria bertinggi badan 1,79 meter ini mengakhiri karirnya sebagai pemain pada tahun 2000 di klub Varteks dengan total pertandingan selama karirnya sebanyak 235 partai dengan torehan 19 gol.
Varteks, klub yang berlokasi di utara Kroasia, mengapresiasi kinerja Dalic bagi klub dengan memberikannya pekerjaan sebagai asisten pelatih selang 2000-2001, dilanjutkan dengan peran sebagai direktur olahraga klub selang 2002-2005.
Tahun kompetisi 2003 dan 2004, klub memberikannya peran ganda sebagai asisten pelatih sekaligus berguru pada pelatih Varteks yang baru, Miroslav Blazevic, yang merupakan pelatih legendaris yang mengantarkan timnas Kroasia meraih peringkat ketiga di Piala Dunia Prancis 1998.
Tahun 2005, dia resmi diangkat menjadi pelatih kepala Varteks menggantikan Blazevic yang pindah ke klub raksasa lainnya, Hajduk Split.
Dua tahun berguru pada Blazevic menjadikan Dalic sosok pelatih yang berbeda dan kaya wawasan. Di tahun pertamanya melatih, dia membawa klubnya nangkring di posisi tiga klasemen Liga Kroasia dan menjadi runner-up Piala Kroasia. Awal karir yang mentereng sebagai seorang pelatih tentunya.
Sepanjang tahun 2007 hingga 2010, Dalic berganti klub sebanyak tiga kali, dimulai dari Rijeka (2017, Kroasia, peringkat 4 liga), Dinamo Tirana (2018, Albania, juara Piala Super Albania), dan Slaven Belupo (2018, Kroasia).
Merambah Asia
Selepas melatih Slaven Belupo, Dalic menyeberang ke benua Asia, menjadi pelatih klub divisi satu Arab Saudi, Al-Faisaly. Di akhir kompetisi, pelatih penganut formasi 4-2-3-1 ini, berhasil membawa klubnya promosi ke Liga Super Arab Saudi untuk pertama kalinya sepanjang sejarah.
Atas prestasinya ini, media setempat menganugerahinya dengan gelar Pelatih Terbaik Arab Saudi 2011, mengalahkan nama-nama mentereng seperti Gabriel Calderon, Eric Gerets, dan Walter Zenga.
Tahun 2012, Klub kaya Arab Saudi, Al-Hilal, mengontraknya sebagai pelatih tim B Al-Hilal. Tahun berikutnya, Dalic menggantikan posisi pelatih kepala Al-Hilal, Antoine Kombouare, yang dipecat klub.
Di tahun pertamanya menjabat, pria yang dikenal sebagai sosok religius ini berhasil mengantarkan Al-Hilal menjadi juara Piala Putra Mahkota Arab Saudi dan menjadi runner-up Liga Super Arab Saudi.
Prestasi yang membuatnya nangkring di posisi ke-13 dalam daftar pelatih terbaik dunia tahun 2013. Tawaran melatih klub raksasa Kroasia, Hajduk Split, ditolaknya pada tahun yang sama.
Tahun 2014, Dalic ditunjuk menjadi pelatih kepala klub kaya asal Uni Emirat Arab (UEA), Al-Ain, menggantikan pelatih bernama besar, Quique Flores, yang dipecat klub. Di tahun pertamanya, Dalic berhasil mempersembahkan Piala Presiden UEA, diikuti dengan gelar sebagai juara Liga Teluk Arab (2015) dan Piala Super Teluk Arab (2015). Gelar pelatih terbaik tahun 2014 dan 2015 menyempurnakan prestasinya di Al-Ain.
"Selama hidup dan karir saya, saya menempuh jalan yang sulit. Saya tidak ingin menjadi pelatih yang biasa-biasa saja di Kroasia. Saya harus memulai dari klub terendah," ujar Dalic pada sebuah wawancara.
"Dalam waktu setahun di Asia, saya berhasil menjadi yang terbaik. Saya melatih selama tiga tahun di Al-Ain (Uni Emirat Arab) yang seperti Real Madrid-nya Asia. Itu adalah pengalaman yang luar biasa bagi saya. Saya melatih dua klub terbesar di Asia, jadi ketika panggilan Kroasia tiba, saya tidak ragu," lanjutnya.
Pulang Kampung ke Kroasia
Prestasi luar biasanya di Asia sampai juga di telinga petinggi PSSI-nya Kroasia, yang saat itu sedang mengalami kekhawatiran dengan situasi Kroasia yang terancam tidak akan lolos ke Rusia 2018.
Dalic diangkat sebagai pelatih kepala timnas Kroasia menggantikan Ante Cacic, pada 7 Oktober 2017, menyusul hasil buruk yang diperoleh Vatreni. Dalic mengungkapkan jika dia bersedia mundur jika gagal meloloskan Kroasia ke Rusia.
Di babak  play-off zona  Eropa untuk memperebutkan tiket sisa ke Rusia, Luca Modric dan kawan-kawan berhasil menyingkirkan Yunani dengan agregat 4-1.
Perjalanan ke Final
Kroasia melaju mulus ke babak 16 besar setelah berturut-turut mengalahkan Nigeria (2-0), Argentina (3-0), dan Islandia (2-1). di fase grup.
Di babak 16 besar, tim Vetreni mengalahkan tim "dinamit" Denmark melalui adu penalti. Selanjutnya di babak perempat final, giliran tuan rumah Rusia yang  dipecundangi, lagi-lagi lewat adu penalti.
Di babak semifinal, tim Three Lions ,Inggris, berhasil dijinakkan lewat gol Ivan Perisic dan Mario Mandzukic dalam pertandingan yang nyaris diakhiri dengan adu penalti lagi.
Total sepanjang fase gugur, Kroasia telah bermain selama 360 menit, terbanyak di antara para kontestan semifinal yang lain. Namun, hal ini justru membuktikan kehebatan dan tangan dingin Dalic dalam melatih.
Lini tengah Kroasia yang sebelumnya mengandalkan trio Modric, Ivan Rakitic, dan Milan Badelj dalam formasi pakem "Pohon Natal" 4-3-2-1, sedikit dimodifikasi menjadi 4-2-3-1 dengan Modric digeser lebih ke depan, sejajar penyerang sayap, Ivan Perisic dan Ante Rebic. Peran gelandang box-to-box diserahkan kepada Rakitic dan Marcelo Brozovic, yang menggantikan posisi Badelj.
Hasilnya? Lihatlah tim Inggris yang dipenuhi para singa muda yang tak henti-hentinya berlari itu dipaksa bermain bertahan karena permainan Kroasia yang cerdas dan terorganisir dengan baik. Kroasia benar-benar unggul dari segi fisik dan mental atas Harry Kane dan kawan-kawan.
"Kami masih hidup dalam mimpi kami, kami sangat dekat," ujar Dalic dengan tenang dari hotel tim di pusat kota Moskow, menjelang final Rusia 2018.
Apapun hasil di final nanti melawan Prancis yang lebih berpengalaman dan dipenuhi pemain bintang, Dalic sudah mencatatkan tinta emas bagi persepakbolaan Kroasia dan dunia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H