kadangkala dunia ini indah sekali saat orang-orang memuji pengetahuanku, ucap si pintar bersama bibir setegah keatas. si pintar sedang berbangga hati dapat mengalahkan banyak orang dan mematikan argumen orang lain. sadar atau tidak sebetulnya baik si pintar dan yang lainnya sama-sama memiliki pengetahuan yang sifatnya subjektif.
lagi pula, tak punya pengetahuan satu bidang bukan aib yang harus terus ditutupi, bahkan anjuran menekuni satu bidang sudah jauh hari nenek moyang kita wanti-wanti. tapi dengan catatan tak acuh dengan bidang pengetahuan lainnya.Â
bahkan dulu para cendekiawan dikenal menekuni satu bidang dahulu sampai mahir baru beralih ke bidang lainnya. itu baru hakikat dari sebuah pengetahuan mendalam.
kadangkala orang-orang seperti si pintar selalu mengkambing hitamkan kebodohan untuk merendahkan. situasi ketika manusia kekurangan suatu informasi pengetahuan subjektif bukanlah kebodohan. memang benar kita tidak akan bisa memaksakan ikan memanjat pohon. ikan tau segala hal soal perairan. bukan berarti ikan tidak tahu konsekuensi daratan.Â
artinya, sudut mana yang bisa mengklaim manusia memiliki label kebodohan??
subjektifitas si pintar lah yang membutakan segalanya. sampai melebeli manusia lain bodoh.Â
selagi dorongan untuk mencari pengetahuan itu masih ada, pantang untuk mengatakan seseorang itu bodoh.Â
Islam Allah mengkategorikan kebodohan berdasarkan sikap. implementasi sempitnya pengetahuan dan memutlakan pengetahuan yang dimiliki lalu berubah menjadi sikap yang diyakini / diimani adalah simbol kebodohan.Â
artinya segala hal yang bermuara pada sikap yang keliru adalah kebodohan. sama sekali Allah tidak pernah menyebut kebodohan dari kapasitas. bisa kita tinjau ketika pengetahuan berbuah pada sikap, memiliki proses yang panjang. berikut fasennya:
1. Â fase memikirkan ulang pengetahuan yang dimiliki
2. fase meninjau pengetahuan lawan bicara/ orang lain
3. fase meninjau pengetahuan dari sumber terpercaya dalam hal ini bisa sains, perkataan pakar atau kitab agama
4. fase meyakini atau mengimani pengetahuan yang hukumnya wajib setelah 3 proses di atas dijalani.
5. fase pengetahuan itu berbuah menjadi sikap
Tuhan saja pantang melebeli kebodohan, kecuali kondisi yang saya sebutkan diatas benar-benar tidak dilaksanakan. bisa dikatakan pengetahuan menjadi sikap tanpa ada dorongan untuk melewati 4 fase di atasnya.
dorongan untuk mencari pengetahuan hilang berubah pada pengkultusan "pengetahuan subjektif"
mari kita tinjau bersama-sama sikap si pintar, lebel bodoh yang dibuat si pintar tidak menunjukan melewati 4 fase di atas. justru berbuah menjadi sikap menyakini hanya pengetahuan subjektif miliknya mutlak benar. bisa dikatakan tindakan si pintar melebeli orang itu bodoh adalah kebodohan itu sendiri.Â
karena kita bisa melihat  ketidaktahuan seseorang dapat berkembang. kemauan untuk berkembang pantang untuk dilebelkan bodoh. si pintar tetaplah pada kondisi yang sama dan tidak mau menerima pengetahuan nya bersifat subjektif.
hakikat kebodohan bisa kita lihat dari kemauan, sama sekali  bukan dari intelektual. kalau sikapmu stagnan dengan pengetahuan subjekif mu itu bodoh. siapa yang fanatik dan tidak percaya jika IQ masih bisa berkembang?
itu kebodohan.Â
 gelap terhadap kebenaran & merasa paling benar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H