Mohon tunggu...
Yuyun Srimulyati
Yuyun Srimulyati Mohon Tunggu... Guru - Guru, Pelatih Daerah/trainer PPKB Kemenag RI bidang profesional 2 (Publikasi Ilmiyah), pegiat literasi, public relation

Hobi yang baru saja menggeliat dan menantangku yaitu MENULIS karena terinspirasi para kompasianer, kumainkan jemari di pojok kompasiana, terjebak di ruang kolaborasi komunitas KAUSAKu4NKRI, berawal dari kepenasaran maka akhirnya Practice Makes Perfect basmalah ikuti langkah Kuntowijoyo menulis, menulis dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Potret Suram : Guru, Sang Pelindung Malah Tersandung

15 Januari 2025   05:24 Diperbarui: 15 Januari 2025   08:38 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar ilustrasi meta

Pendahuluan 

"Stop bullying" menjadi jargon yang sering kita dengar di sekolah-sekolah. Poster-poster bertema anti-bullying menghiasi dinding kelas, dan berbagai program pencegahan pun digalakkan. Bahkan program sekolah ramah anak masih hangat menjadi trending topik untuk mewujudkan sekolah yang aman dan nyaman bagi anak, jauh dari apapun bentuk perundungan. Namun, ironisnya, di balik kampanye meriah ini, tersimpan kenyataan pahit: guru, sosok yang seharusnya menjadi pelindung, justru kerap menjadi pelaku bullying. Bagaimana bisa mereka yang seharusnya mendidik justru menebar benih kekerasan di hati murid-muridnya?

Dalam dunia pendidikan, guru seringkali digambarkan sebagai sosok pelindung, panutan, dan sumber ilmu pengetahuan bagi para siswa. Namun, ironisnya, tidak sedikit kasus yang menunjukkan bahwa guru justru menjadi pelaku tindakan bullying terhadap siswa didiknya. Perilaku ini tentu saja sangat bertentangan dengan peran dan tanggung jawab seorang pendidik.

Memahami Bullying yang Dilakukan Guru

Peristiwa memalukan siswa yang dipaksa belajar di lantai karena belum membayar SPP telah mengundang kecaman publik. Tindakan ini bukan hanya melanggar norma kemanusiaan, tetapi juga merusak psikologis anak. Penelitian UNESCO telah membuktikan bahwa bullying di sekolah dapat berdampak buruk pada kesehatan mental dan prestasi akademik siswa. Perlakuan tidak adil dari guru dapat memicu tindakan serupa dari teman sebaya, menciptakan lingkaran setan yang semakin menyulitkan korban.

Seharusnya, seorang guru menjadi panutan bagi siswanya. Namun, ketika guru justru menjadi pelaku bullying, terjadi pergeseran peran yang sangat memprihatinkan. Guru yang seharusnya menjadi pelindung, malah berubah menjadi sosok yang ditakuti dan dihindari. Kejadian ini menyadarkan kita bahwa peran guru sangat krusial dalam membentuk karakter siswa, dan kesalahan sekecil apapun dapat berdampak besar pada kehidupan mereka.

Bullying: Lebih dari Sekadar Istilah

Bullying adalah perilaku agresif yang dilakukan secara berulang-ulang oleh satu orang atau kelompok terhadap orang lain yang dianggap lebih lemah. Tujuannya adalah untuk menyakiti, mengintimidasi, atau mendominasi korban. Bullying dapat terjadi di berbagai tempat, termasuk sekolah, tempat kerja, dan bahkan dunia maya.

Jenis-Jenis Bullying

Bullying dapat terjadi dalam berbagai bentuk, baik fisik, verbal, maupun psikologis. Berikut adalah beberapa jenis bullying yang umum:

  • Bullying Fisik: Melibatkan tindakan kekerasan fisik seperti memukul, menendang, mendorong, atau merusak barang milik korban.

  • Bullying Verbal: Melibatkan penggunaan kata-kata yang menyakitkan, ejekan, ancaman, atau menyebarkan gosip tentang korban.
  • Bullying Sosial: Melibatkan tindakan yang bertujuan untuk mengucilkan atau merusak reputasi korban, seperti menyebarkan rumor atau mengabaikan keberadaan korban.
  • Cyberbullying: Melibatkan penggunaan teknologi untuk melakukan bullying, seperti melalui pesan teks, media sosial, atau email.

Dampak Bullying yang Dilakukan Guru

Tindakan Bullying yang dilakukan guru dapat menimbulkan dampak yang sangat serius bagi siswa, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Beberapa dampak yang mungkin terjadi antara lain:

  • Trauma psikologis: Korban bullying dapat mengalami depresi, kecemasan, gangguan makan, dan bahkan pikiran untuk bunuh diri.
  • Masalah fisik: Sakit kepala, sakit perut, gangguan tidur, dan penurunan sistem kekebalan tubuh.
  • Penurunan prestasi akademik: Sulit berkonsentrasi, kehilangan minat belajar, dan sering absen dari sekolah.
  • Masalah sosial: Sulit menjalin hubungan dengan orang lain, merasa terisolasi, dan rendah diri.

Upaya Pencegahan Kedepan

Setiap kejadian, baik yang baik maupun buruk, selalu membawa pelajaran berharga. Kasus bullying yang dilakukan guru menjadi pengingat bagi kita semua tentang pentingnya mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan dalam dunia pendidikan. Kita perlu belajar dari kesalahan ini dan memastikan bahwa kejadian serupa tidak terulang kembali. Untuk mencegah terjadinya bullying yang dilakukan guru, diperlukan upaya yang komprehensif, antara lain:

  • Pelatihan bagi guru: Guru perlu diberikan pelatihan yang memadai tentang manajemen kelas, komunikasi efektif, dan penanganan konflik.
  • Peningkatan kesejahteraan guru: Sekolah perlu menciptakan lingkungan kerja yang kondusif bagi guru, sehingga mereka dapat bekerja dengan lebih baik dan mengurangi stres.
  • Sistem pelaporan yang efektif: Sekolah perlu memiliki sistem pelaporan yang jelas dan mudah diakses, sehingga siswa dapat melaporkan tindakan bullying yang mereka alami.
  • Keterlibatan orang tua: Orang tua perlu bekerja sama dengan sekolah dalam upaya mencegah dan mengatasi bullying.

Pentingnya Mengubah Narasi

Kita perlu mengubah narasi tentang guru dan siswa. Guru tidak hanya sekedar pengajar, tetapi juga seorang pembimbing dan motivator. Sementara itu, siswa bukanlah sekadar objek pengajaran, melainkan individu yang memiliki potensi dan hak untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas dan aman.

Pentingnya Peran Pemerintah Mewujudkan Tujuan Pendidikan Nasional

Pemerintah memiliki peran yang sangat krusial dalam memastikan setiap anak Indonesia mendapatkan akses pendidikan yang layak. Salah satu cara yang efektif adalah dengan memberikan bantuan fasilitas sekolah. Ada beberapa alasan mengapa hal ini sangat penting:

  • Meratakan Peluang Pendidikan: Tidak semua keluarga memiliki kemampuan finansial yang sama. Dengan menyediakan fasilitas sekolah yang memadai, pemerintah membantu meratakan peluang pendidikan bagi seluruh anak, tanpa memandang latar belakang sosial ekonomi mereka.
  • Meningkatkan Kualitas Pendidikan: Fasilitas sekolah yang lengkap dan memadai dapat meningkatkan kualitas pembelajaran. Misalnya, laboratorium yang baik, perpustakaan yang kaya, dan sarana olahraga yang memadaus dapat mendukung proses belajar mengajar yang lebih efektif.
  • Meringankan Beban Orang Tua: Biaya pendidikan yang tinggi seringkali menjadi beban berat bagi orang tua. Dengan mengurangi beban biaya sekolah, orang tua dapat mengalokasikan anggaran mereka untuk kebutuhan hidup lainnya.
  • Meningkatkan Partisipasi Anak dalam Pendidikan: Biaya sekolah yang mahal dapat membuat banyak anak putus sekolah. Dengan memberikan bantuan fasilitas sekolah, pemerintah dapat meningkatkan angka partisipasi sekolah dan mengurangi angka putus sekolah.
  • Mendukung Pembangunan SDM: Pendidikan yang berkualitas adalah investasi jangka panjang bagi suatu negara. Dengan memberikan akses pendidikan yang merata, pemerintah dapat mencetak sumber daya manusia yang berkualitas dan mampu bersaing di tingkat global.

Beberapa bentuk bantuan fasilitas sekolah yang dapat diberikan pemerintah antara lain:

  • Bantuan sarana dan prasarana: Pembangunan dan perbaikan gedung sekolah, laboratorium, perpustakaan, lapangan olahraga, dan fasilitas lainnya.
  • Penyediaan alat peraga dan buku pelajaran: Memastikan setiap siswa memiliki akses terhadap alat peraga dan buku pelajaran yang dibutuhkan.
  • Bantuan biaya operasional sekolah: Membantu sekolah dalam membiayai kegiatan sehari-hari, seperti pembayaran gaji guru, listrik, dan air.
  • Program beasiswa: Memberikan beasiswa kepada siswa yang berprestasi atau berasal dari keluarga kurang mampu.

Kesimpulan

Tindakan bullying yang dilakukan guru merupakan sebuah ironi yang sangat menyakitkan. Guru, yang seharusnya menjadi pelindung dan panutan bagi siswa, justru menjadi pelaku kekerasan. Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan kesadaran dan komitmen dari semua pihak, mulai dari guru, sekolah, orang tua, hingga masyarakat.

Kasus guru yang melakukan tindakan bullying seharusnya menjadi pengingat bagi kita semua untuk kembali ke akar permasalahan. Kode etik guru yang telah lama ada sejatinya menjadi pedoman bagi setiap pendidik dalam menjalankan tugasnya. Dengan kembali mengacu pada kode etik, diharapkan para guru dapat merefleksikan kembali peran dan tanggung jawab mereka, serta memahami batas-batas tindakan yang diperbolehkan dan tidak diperbolehkan dalam lingkungan pendidikan.

Di samping itu pula pemerintah seyogyanya memrioritaskan investasi pendidikan jangka panjang dengan berfokus pada peningkatan layanan pendidikan melalui anggaran.

#kembali ke kode etik guru

Salam literasi!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun