Mohon tunggu...
Yuyun Yuniarti
Yuyun Yuniarti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Sejarah Peradaban Islam UIN Sunan Gunung Djati

Haloo, saya seorang yang sedang belajar dan mengupgrade diri untuk menjadi lebih baik setiap harinya. Jadikan tantangan dan kesempatan untuk tumbuh dan berkembang. Saya percaya bahwa setiap orang memiliki potensi luar biasa yang dapat ditemukan melalui eksplorasi dan refleksi. Selamat menikmati-,

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sartono Kartodirjo dan Perannya dalam Historiografi Islam

15 Juni 2023   23:59 Diperbarui: 16 Juni 2023   00:02 269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Riwayat hidup Sartono Kartodirjo

Sartono Kartodirjo lahir di Wonogiri pada 15 Februari 1921. Sartono Kartodirjo lahir dari pasangan Sutiya dan Tjitrosarojo. Pada tahun 1927 ketika berusia enam tahun, Sartono mulai memasuki pendidikan formal di HIS Wonogiri. Saat duduk dikelas VI pada 1932, Sartono pindah dari Wonogiri ke Surakarta. Studinya terus berlanjut hingga pada 1935 Sartono melanjutkan ke MULO. Namun karena nilai yang diperoleh dalam pelajaran bahasa asingnya kurang, maka Sartono pindah ke HIK pada tahun 1936.

Karir Sartono Kartodirjo dimulai dengan menjadi guru di Schakel School yaitu sebuah sekolah peralihan di daerah Muntilan. Sartono Kartodirjo menamatkan sekolah Guru Xaverius pad tahun 1941 di Muntilan Jawa Tengah. Tidak sampai disitu, beliau terus meneruskan karirnya dengan menjadi guru HIS Swasta di Salatiga dengan status disamakan.

Pada bulan September 1942, Sartono Kartodirjo ditinggal wafat ayahnya karna sakit. Sartono Kartodirjo menikah pada tahun 1948 dengan seorang perempuan yang dicintainya yang bernama Sri Kadaryanti. Hasil dari pernikahan tersebut, lahirlah anak pertama yang bernama Nimpomo pada tahun 1949.

Selang empat tahun kemudian, tepatnya tahun 1953 lahirlah anak kedua yang bernama Roswitha. Saat kelahiran anak pertama, Sartono bekerja  sebagai pengajar di SMP Van Lith dan kuliah di UI jurusan Sejarah. Selain ngajar dan kuliah, Sartono juga aktivis diberbagai organisasi. Saat anak kedua lahir tahun 1953, Sartono pindah mengajar di SMA Santa Ursula.

Pada tahun 1952-1954, beliau sudah menjadi Redaktur utama dan sekretaris pada majalah Persatuan Guru Katolik. Di masa inilah Sartono terus mengasah kemampuan menulisnya. Sartono menyelesaikan studinya pada 1956, setelah mendapat gelar sarjana beliaupun mendapat tawaran bekerja di kantor Perdana Mentri, namun beliau lebih memilih menjadi Dosen di Universitas Gadjah Mada.

Sartono mendapat beasiswa di Yale University, hingga pada 1 September 1962 beliau bersama istrinya berangkat ke Amerika. Pada 1 November 1966, beliau menyelesaikan disertasinya yang berjudul Pemberontakan Petani Banten. Pada bulan Desember, akhrinya Sartono kembali lagi ke Indonesia bersama istrinya dan melakukan pengembangan ilmu sejarah di Universitas Indonesia.

Berikut beberapa karya-karya dari Sartono Kartodirjo: The Peasant Revolt of Banten in 1888, Agrian Radicalism, Sejarah Nasonal Indonesia, Elite dalam Perspektif Sejarah, Perkembangan Peradaban Priayi, Modern Indonesia Traditional & Transportation A Social-History, Indonesian historiography dan lain-lain.[1]

 

Peran-peran Sartono bagi historiografi Islam di Indonesia

Setelah berakhirnya Perang Dunia II tepatnya pada tahun 1945, Sartono pada saat itu mendalami ilmu sejarah. Kemunculan negara-negara bara di Aafrika, Asia dan Amerika latin melatarbelakangi munculnya dekolonisasi terhadap penulisan sejarah. Sebelum Perang dunia II berakhir, sejarah ditulis berdasarkan orientasi pemerintah kolonial. Dekolonisasi penulisan sejarah tersebut terlalu berlebihan sehingga mengabaikan prosedur ilmiah dalam penelitian sejarah . Sartono yang hidup dalam kondisi demikian berkeinginan untuk menciptakan dasar historiografi Indonesiasentris yang penelitiannya sesuai dengan metodologi ilmu sejarah seperti mana yang berkembang di Barat waktu itu. Karena dasar itulah dia memutuskan untuk melanjutkan studinya pada ilmu sejarah di Universitas Yale dan Amsterdam pada dekade 1960-an.

Konsep dan metodologi baru diperkenalkan oleh mahzab Annales yang memfokuskan pada sejarah sosial dan objek penelitiannya berfokus pada masyarakat. Karena adanya mahzab Annales maka lahirlah para pembaharu ilmu sejarah. Terdapat perbedaan pendapat antara penganut mahzab Annales dengan kelompok pembaharu dalam memandang ataupun menjelaskan sejarah. Karena perbedaan pendapat tersebut muncul dua domain ilmu sejarah yaitu individual dan struktural. Sartono memihak domain struktural hal ini terlihat pada penulisan disertasinya yang berjudul : The Peasants' Revolt of Banten in 1888: Its Conditions, Course and Sequel: A Case Study of Social Movements in Indonesia.

Sejarawan pertama Indonesia yang mengaplikasikan konsep serta metodologi ilmu sejarah yang diperkenalkan oleh mahzab Annales adalah Sartono Kartodirjo. Beliau menjadikan jurusan Sejarah di tempatnya mengajar di UGM sebagai dasar untuk menerapkan mahzab Annales tersebut. Maka sangatlah pantas Sartono disebut sebagai pembaharu pada historiografi Indonesia. Pada 1968, beliau mendapat pengakuan nasional pada akademisnya sehingga dikukuhkan sebagai Guru Besar di UGM dalam Ilmu Sejaah.

Sartono adalah pelopor pergeseran penulisan sejarah dari Netherlansentris ke Indonesiasentris. Yang mana sebelumnya penulisan sejarah ditulis dari sudut pandang bangsa Belanda atau Eropa. Sartono menulis dalam sudut pandang Indonesia sendiri. Penulisan sejarah Indonesiasentris lebih mendekatkan kepada fakta-fakta mengenai bangsa Indonesia dan mengungkap sisi sejarah Indonesia yang lebih sesuai realita dengan keadaan Indonesia kala itu. Perubahan penulisan historiografi Indonesiasentris ini menjadi pendorong lahirnya sejarawan-sejarawan Indonesia untuk menulis kondisi negri ini.

Sartono juga merintis penulisan sejarah yang objek kajiannya bukan hanya elite penguasa atau tidak hanya menuliskan orang-orang besar saja (great man in history). Sartono menuliskan seluruh lapisan masyarakat mulai dari orang-orang kecil misalnya para petani. Sartono juga membuka pandangan para sejarawan agar sejarah sebagai ilmu tidak terpisahkan dari ilmu sosial lain. Ilmu sejarah harus berani mengurai, menunjukan dan menjelaskan segala persoalan yang ada.[2] 

Prof. Dr. Sartono Kartodirdjo adalah sejarawan Indonesia sekaligus pelopor pada penulisan sejarah melalui pendekatan multidimensi. Penyusunan historiografi modern sangat dianjurkan oleh Sartono supaya corak yang digunakan bersifat Indonesiasentrisme yang mana peran bangsa Indonesia sebagai pelaku sejarah lebih ditekankan dalam perjalanan sejarahnya. Solusi ini perlu diaplikasikan untuk menggantikan bangsa Eropa yang telah menguasai rakyat Indonesia sebagai pelaku penulisan sejarah di Indonesia. Pentingnya penggunaan pendekatan interdisipliner, multidisipliner atau pendekatan Ilmu-ilmu sosial dalam kajian sejarah.

Sartono menggunakan pendekatan historiografi multidimensional dalam disertasinya yang berjudul "Pemberontakan Petani Banten 1888". Disertasi yang ditulisnya tersebut sebagai bentuk protes terhadap historiografi Konvensional dan bersifat Neerlandosenteris. Sartono mengubah pandangan dengan membahasa sebuah gerakan sosial dari golongan rakyat biasa yaitu petani untuk melawan ketidakadilan yang diterima kaum petani kala itu.[3]

 

 

Referensi

Fajriudin. Historiografi Islam. Jakarta: Prenadamedia Group, 2018.

M. Nursam, Baskara T, Wardaya S.J, Asvi Warman Adam, ed. Sejarah Yang Memihak. Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2008.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun