Minggu pagi menyempatkan diri mencari udara segar dan pemandangan indah di sekitar tempat kami tinggal, bukan hal  susah. Karena kebetulan tinggal di daerah yang masih dikelilingi perbukitan. Salah satu tujuan kali ini adalah Renzo Edu Park atau Taman Dynamix (Cibadak Educational Forest) yang berjarak sekitar 2,4  km atau waktu lima menit dari tempat saya tinggal, atau sekitar 4,6 km dari  Pasar Cibadak waktu tempuh sekitar sebelas menit lalu lintas normal lewat Jalan Nasional III, berajarak 16,53 km dari kota Sukabumi  dan 37,31 km dari Kota Bogor.  Dari arah Cibadak atau dari Sukabumi lokasi berada di sebelah kiri jalan  dan di sebelah kanan jalan kalau dari arah Pelabuhan  Ratu. Masyarakat sekitar lebih mengenal lokasi tersebut dengan sebutan Holcim. Karena lokasi yang terletak di Jalan Perintis Kemerdekaan, Kampung Tanjungsari, Desa Sekarwangi, Kecamatan Cibadak Kabupaten Sukabumi Jawa Barat ini, dulunya adalah area tambang PT. Holcim Indonesia Tbk.Â
PT Holcim telah melakukan tambang Silika selama 35 tahun sejak tahun 1975 di area tersebut, area ini dulu adalah bebatuan. Sekarang sisa-sisa bebatuannya masih terlihat terutama di lokasi yang lebih tinggi. Â Area seluas 85 hektare ini sudah dilakukan penghijauan sejak tahun 2010 hingga saat ini, dengan luas area penanaman 5,15 hektar. PT Holcim bekerja sama dengan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor merehabilitasi lahan bekas tambang menjadi Hutan Pendidikan. Penanaman pohon juga sempat melibatkan siswa sekolah daerah sekitar.
Menemukan area ini tidak susah karena di pinggir jalan sebelum pintu gerbang akan ada petunjuk yang cukup jelas, bahkan kalau kebetulan naik angkutan umum atau angkot , ada beberapa angkot yang sengaja mengantar  sampai ke pintu gerbang atau kalau malas jalan kaki bisa naik kendaraan dan parkir di dalam lokasi. Tapi kebanyakan orang datang ke area ini  adalah jalan santai sampai ke atas bukit dan mencari udara segar. Masuk ke area ini gratis, kecuali kalau mau masuk ke arah cafe, kita harus membayar voucer sepuluh ribu rupiah perorang yang nantinya bisa ditukar atau menjadi voucer buat harga makanan yang kita beli.
Udara segar dan sepoi angin sudah menyambut sejak dari gerbang, barisan pohon yang rimbun membuat saya tidak percaya kalau lokasi ini dulunya adalah bekas tambang. Karena dalam imajinasi saya, tanah bekas tambang atau galian biasanya adalah tanah yang gersang, tandus, rusak dan terlantar, tapi bekas tambang ini berbeda. Sesuai misinya sebagai hutan pendidikan, pada pohon-pohon yang berjejer ditempel  informasi tentang para penemu yang sangat berjasa buat ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi, sehingga pengunjung tidak cuma sekedar jalan tapi sambil baca-baca informasi tersebut. Cuman sayangnya kenapa harus dipaku di pohon-pohon ya. Mungkin lebih bagus kalau informasi-informasi tersebut ditancap di tanah saja seperti rambu-rambu lalu lintas gitu, memberi informasi tanpa merusak pohon.
Setelah puas foto-foto di atas, kami kembali turun menyusuri jalan yang sama, menuju persimpangan jalan yang dekat gerbang tadi. Â Di persimpangan kami jalan menuju ke arah cafe, sebenarnya tujuan kami bukan ke cafe sih, tapi ke danau. Dari cerita orang-orang di atas sana ada bekas galian yang digenangi air hujan dan menjelma menjadi danau yang kecil nan cantik. Tapi karena arah ke danau searah dengan cafe, jadi kami harus melewati dan mampir dulu di Cafe dan membeli voucer sepuluh ribu rupiah perorang di jalan masuk yangdi kasih palang, palang tersebut baru dibuka kalau kami sudah membeli vouchernya. Jadi jangan lupa bawa uang kalau ke sini.
Buat yang penasaran ingin tahu  jenis pohon apa saja  yang ditanam  di area ini. Ternyata ada infonya nih di papan informasi yang terpampang di area jalan menuju danau.  Ada 2.787 bibit tanaman di area ini dengan rincian sebagai berikut: Pinus ( Pinus Merkusii)  2.200 bibit, Bayur (Pterospermum javanicus) 15 bibit, Bintaro (Cerbera manghas) 8 bibit, Glodogan Tiang (Polyathea longifolia) 15 bibit, Akasia (Acacia manginum) 10 bibit, Bungur (Lagerstroemia indica) 35 bibit,  Meranti (Shorea leprosula) 98 bibit, Khaya (Khaya anthotheca) 25 bibit,  Mahoni (Swietenia mahagoni) 72 bibit, Kenari (Canariumindicum) 32 bibit, Mindi (Melia azedarach) 15 bibit, Melinjo  (Gnetum gnemon) 30 bibit, Longkida/Gempol (Nauciea orientalis) 5 bibit, Kayu Kuku (Pericopsis mooniana) 85 bibit, Kayu Bawang (Scorodocarpus borneensis) 62 bibit, Nyawai (Ficus fariegata) 60 bibit.
Setelah menempuh perjalanan sekitar lima belas menit, akhirnya kami pun tiba di danau. Masya Allah kami seperti menemukan danau atau lebih pas nya disebut telaga kali ya, karena definisi danau itu kan sejumlah air (tawar atau asin) yang terakumulasi di suatu tempat yang cukup luas karena mencairnya gletser , aliran sungai.  Sementara telaga adalah semacam danau yang kecil dimana sinar matahari masih dapat mencapai dasarnya. Apa pun namanya itu mau danau atau telaga, yang jelas telaga mungil ini benar-benar cantik, berada  di atas bukit dengan tumpukan batu-batu yang indah, seperti yang sering digambarkan dalam buku-buku cerita.
Tidak terasa sekitar tiga jam, kami keliling-keliling dan singgah di tempat ini. Â Ada banyak tulisan yang melarang buang sampah sembarangan bahkan tulisan "Cuma Monyet yang buang sampah sembarangan" di lokasi, tapi sayang belum disediakan tempat sampah, jadi tetap saja banyak orang yang masih membuang sampah sembarangan. Kami hanya menemukan tempat sampah di dekat gerbang masuk dan di area cafe. Sayang banget kan kalau tempat seindah ini dikotori dengan sampah apa lagi gelas-gelas plastik bekas minuman. Mudah-mudahakn untuk ke depannya disediakan lebih banyak lagi tempat sampah.
Konon area ini menjadi percontohan kawasan reklamasi pasca tambang tingkat nasional dan menjadi satu-satunya kawasan reklamasi eks pertambangan yang berhasil.  Sementara di tempat lain banyak bekas pertambangan pasir besi yang ditinggalkan begitu saja. Mudah-mudahan dengan adanya hutan pendidikan di area ini bukan hanya bernilai secara lingkungan tapi juga mampu memberiakn manfaat  dan mendorong perekonomian warga sekitar. Dan yang lebih penting lagi kesadaran semua pihak untuk merawat tempat yang indah ini, supaya selalu menjadi tempat yang nyaman untuk dikunjungi. (yuniarfhz)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H