Mohon tunggu...
Yuyun Yuniarti
Yuyun Yuniarti Mohon Tunggu... Guru - Hidup seperti berjalan di atas jembatan

Teu ngakal moal ngakeul- Teu ngarah moal ngarih- Teu ngoprek moal nyapek

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Renzo Edu Park-Holcim

18 Februari 2021   12:20 Diperbarui: 18 Februari 2021   12:42 3862
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok. pribadi
Dok. pribadi
Dari Cafe kami melanjutkan perjalanan menuju danau, kira-kira dua kilometer jalan kaki. Di kiri kanan jalan menuju danau terlihat pohon-pohon jati yang sepertinya baru ditanam. Sepanjang jalan masih dilakukan penataan  dan pembangunan fasilitas.

Dok. pribadi
Dok. pribadi
Pemandangan indah menuju danau menyejukan mata, semakin ke atas angin terasa semakin kencang menggoyangkan ranting-ranting pinus, dan bersuara riuh. Burung-burung terbang bebas dan setelah lelah terbang kemudian bertengger di ranting pinus. Ada juga pemandangan langka  ibu-ibu yang sedang memunguti ranting-ranting pohon yang jatuh (ngarorotek, istilah dalam Bahasa Sunda)  untuk kayu bakar. 

Buat yang penasaran ingin tahu  jenis pohon apa saja  yang ditanam  di area ini. Ternyata ada infonya nih di papan informasi yang terpampang di area jalan menuju danau.  Ada 2.787 bibit tanaman di area ini dengan rincian sebagai berikut: Pinus ( Pinus Merkusii)  2.200 bibit, Bayur (Pterospermum javanicus) 15 bibit, Bintaro (Cerbera manghas) 8 bibit, Glodogan Tiang (Polyathea longifolia) 15 bibit, Akasia (Acacia manginum) 10 bibit, Bungur (Lagerstroemia indica) 35 bibit,  Meranti (Shorea leprosula) 98 bibit, Khaya (Khaya anthotheca) 25 bibit,  Mahoni (Swietenia mahagoni) 72 bibit, Kenari (Canariumindicum) 32 bibit, Mindi (Melia azedarach) 15 bibit, Melinjo  (Gnetum gnemon) 30 bibit, Longkida/Gempol (Nauciea orientalis) 5 bibit, Kayu Kuku (Pericopsis mooniana) 85 bibit, Kayu Bawang (Scorodocarpus borneensis) 62 bibit, Nyawai (Ficus fariegata) 60 bibit.

Setelah menempuh perjalanan sekitar lima belas menit, akhirnya kami pun tiba di danau. Masya Allah kami seperti menemukan danau atau lebih pas nya disebut telaga kali ya, karena definisi danau itu kan sejumlah air (tawar atau asin) yang terakumulasi di suatu tempat yang cukup luas karena mencairnya gletser , aliran sungai.  Sementara telaga adalah semacam danau yang kecil dimana sinar matahari masih dapat mencapai dasarnya. Apa pun namanya itu mau danau atau telaga, yang jelas telaga mungil ini benar-benar cantik, berada  di atas bukit dengan tumpukan batu-batu yang indah, seperti yang sering digambarkan dalam buku-buku cerita.

Dok. pribadi
Dok. pribadi
Lelahnya perjalanan pun terobati oleh pesona kecantikan telaga. Dari batu-batu yang ada di telaga, semakin jelas bahwa tempat ini dulunya adalah gunung batu, orang-orang sekitar sering menyebutnya Gunung Karang, mungkin karena warna batunya seperti batu karang yang ada di laut, apa memang ini sebenarnya batu karang, dan daerah ini dulunya, duluu sekali adalah laut. Mungkin saja sih

Dok. pribadi
Dok. pribadi
Batu-batu besar dan kecil mengelilingi danau, air danau yang cukup jernih sehingga kita bisa melihat bayangan langit, pohon dan bebatuan dengan jelas. Sayang banget kalau keindahan ini tidak diabadikan. Setelah puas menikmati keindahan danau kami kembali turun menuju jalan pulang, sambil selalu foto-foto, karena setiap tempat di area ini adalah spot foto yang indah. 

Tidak terasa sekitar tiga jam, kami keliling-keliling dan singgah di tempat ini.   Ada banyak tulisan yang melarang buang sampah sembarangan bahkan tulisan "Cuma Monyet yang buang sampah sembarangan" di lokasi, tapi sayang belum disediakan tempat sampah, jadi tetap saja banyak orang yang masih membuang sampah sembarangan. Kami hanya menemukan tempat sampah di dekat gerbang masuk dan di area cafe. Sayang banget kan kalau tempat seindah ini dikotori dengan sampah apa lagi gelas-gelas plastik bekas minuman. Mudah-mudahakn untuk ke depannya disediakan lebih banyak lagi tempat sampah.

Konon area ini menjadi percontohan kawasan reklamasi pasca tambang tingkat nasional dan menjadi satu-satunya kawasan reklamasi eks pertambangan yang berhasil.  Sementara di tempat lain banyak bekas pertambangan pasir besi yang ditinggalkan begitu saja. Mudah-mudahan dengan adanya hutan pendidikan di area ini bukan hanya bernilai secara lingkungan tapi juga mampu memberiakn manfaat  dan mendorong perekonomian warga sekitar. Dan yang lebih penting lagi kesadaran semua pihak untuk merawat tempat yang indah ini, supaya selalu menjadi tempat yang nyaman untuk dikunjungi. (yuniarfhz)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun