Mohon tunggu...
Yutta Sihing Gusti
Yutta Sihing Gusti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Strata I Ilmu Komunikasi UPN Veteran Yogyakarta konsentrasi Media dan Jurnalistik

Lewat laman ini, akan saya tuliskan isi dan gagasan pikiran yang menjadi keresahan tersendiri. Ada baiknya pikiran tertuang dalam media dan terbaca oleh orang lain. Jangan sampai pikiran hanya menjadi sebatas pikiran.

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Pilihan

Menjadi Sarjana: Antara Hidup Berdasar Realistis Industri atau Idealis Intelektualitas

24 April 2024   17:27 Diperbarui: 24 April 2024   17:50 367
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi dari seorang mahasiswa yang selesai menempuh pendidikannya dan menjalan proses wisuda (Sumber : www.fkip.umsu.ac.id)

Namun, orientasi selesainya pendidikan adalah untuk bekerja pada industri juga bukanlah menjadi suatu kesalahan besar bagi seorang sarjana. Banyak aspek yang perlu dipertimbangkan sarjana untuk memilih hidup kedepannya.

Cusdiawan mengkritisi sulitnya seorang sarjana miskin untuk menjadi seorang yang intelektual. Ada harga yang perlu dibayar oleh mereka untuk hidup dengan pemikiran kritisnya. 

Perspektif sarjana dengan latar belakang keluarga miskin, adalah bahwa pendidikan dapat memutar nasib hidupnya dahulu menjadi lebih sejahtera dan dapat diwariskan kepada keturunanya. Sejahtera disini berkutat dalam konsep mapan secara finansial. 

Jika hidup pada realistisnya dunia industri dan mendapat kemapanan lebih dari kehidupan sebelumnya, apa masalahnya? Bukan juga mereka disebut tidak intelektual, tapi ada harga yang harus dibayar atas pilihannya. 

Industri setidaknya memberikan kepada mereka pendapatan untuk tetap bertahan hidup. Pemikiran kritis memang setidaknya perlu untuk dikesampingkan dalam dunia industri. Tapi memilih untuk tetap bertahan hidup bukanlah pilihan yang salah. Merupakan pilihan bijak bagi mereka untuk bisa mengubah nasib hidupnya sendiri lewat industri.

Berdiri Di Antara Dua Pilihan

Saya sedikit mengkritisi bagaimana orientasi pendekatan sarjana miskin pada opini Cusdiawan. Saya rasa berdiri antara idealisme dan realistisnya seorang sarjana, tidak hanya dirasakan oleh sarjana miskin. Walaupun saya tahu, sarjana miskin lebih sulit untuk berdiri di antara dua pilihan tersebut. Namun, ini merupakan keresahan yang mungkin dialami semua sarjana, bahkan mereka yang terlahir kaya sekalipun.

Mungkin setidaknya, bagi mereka yang terlahir kaya, skenarionya bisa berbeda. Berdiri di antara idealisme intelektualitasnya atau harus mengurusi bisnis keluarganya. Semuanya punya pilihan yang sulit.

Narasi mengenai idealnya suatu pendidikan selalu terkesan glamour. Namun, bila narasi itu tidak masuk dalam daftar pilihan hidup anda, silakan untuk anda mengeliminasi dan merumuskan sebagaimana bagi anda masuk akal.

Bagi saya, tidak ada pilihan yang tidak masuk akal. Hanya saja selalu ada harga atas suatu pilihan. 

*Tulisan ini merupakan review dan opini pribadi terkait tulisan dari Cusdiawan yang berjudul Bisakah Sarjana Miskin Menjadi Seorang Intelektual?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun