Mohon tunggu...
Yusya Rahmansyah
Yusya Rahmansyah Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa Ilmu Politik Universitas Siliwangi

Seorang mahasiswa yang besar di dua pulau di Indonesia sumatera dan jawa

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Analisis Kasus Pelanggaran HAM: Kasus Pembersihan Pasca G30S/PKI

5 Mei 2020   23:14 Diperbarui: 12 Januari 2023   10:38 8821
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada beberapa sumber yang menyebut korban terbunuh dan hilang berkisar antara 300 ribu hingga 2,5 juta jiwa. Melihat fakta tersebut, dapat dikatakan bahwa para korban Tragedi 1965 merupakan korban dari ambisi politik kelompok tertentu di Indonesia pada waktu itu.

Banyak versi mengenai siapa dalang di balik kasus pembantaian yang terjadi dengan waktu yang singkat ini. Bahkan beberapa peneliti Indonesianis yang mengungkap kasus pembantaian ini, menyatakan bahwa terdapat intervensi Amerika Serikat melalui CIA (Central Intelligence Agency).

Untuk merencanakan pembantaian massal di Indonesia guna menghilangkan komunis di Indonesia. Dan dalam manuver politik ini, Amerika Serikat berkerja sama dengan  militer Indonesia saat itu.

Joseph Lazarsky, wakil kepala CIA di Jakarta, mengatakan bahwa konfirmasi pembantaian datang langsung dari markas Soeharto. "Kami memperoleh laporan yang jelas di Jakarta mengenai siapa-siapa saja yang harus ditangkap," kata Lazarsky. 

"Angkatan bersenjata memiliki 'daftar tembak' yang berisi sekitar 4,000 sampai 5,000 orang. Mereka tidak memiliki cukup tentara untuk membinasakan mereka semua, dan beberapa orang cukup berharga untuk diinterogasi. Infrastruktur milik PKI dengan cepat dilumpuhkan. Kami tahu apa yang mereka lakukan... Soeharto dan para penasehatnya mengatakan, jika kamu membiarkan mereka hidup, kamu harus memberi mereka makan." (Kutipan San Fransisco Examiner, 20 Mei 1990 dan Kutipan The Washington Post, 21 Mei 1990).

Di balik konspirasi dan intervensi asing dalam kasus ini, peristiwa pembantaian massal yang melanggar HAM merupakan hasil dari ambisi politik kelompok tertentu, dan tentunya kelompok penguasa, dengan latar belakang perang dingin, bukan tidak mungkin Amerika Serikat memang ikut menjadi dalang kasus pembantaian massal ini, dan penguasa saat itu juga ikut didalamnya. 

Sampai saat ini pemerintah belum memberikan penjelasan dan pengungkapan fakta, hanya dibentuk beberapa lembaga pengungkapan namun sampai hari ini terlihat hanya berjalan di tempat. Bahkan upaya Presiden Joko Widodo pada periode pertamanya dianggap hanya sebagai janji kosong politik belaka.

Pemerintahan Presiden Jokowi, memasukan pokok-pokok mengenai penyelesaian pelanggaran HAM kedalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019. 

Pemerintah menggelar Simposium Nasional bertajuk "Simposium Nasional:Membedah Tragedi 1965, Pendekatan Kesejarahan" pada bulan April 2016, dihadiri oleh penyintas, eks-tapol '65, akademisi, perwakilan daerah, serta pegiat HAM. 

Namun, setelah simposium berlangsung pemerintah hanya melakukan jalan di tempat dalam pengusutan kasus pelanggaran HAM berat ini. Sampai akhirnya tidak ada pengungkapan lebih lanjut terhadap kasus ini, dan semakin banyak tokoh kunci, saksi hidup yang lanjut usia dan tidak dapat mengungkapkan pengakuannya terhadap peristiwa pembantaian massal 1965-1966 dan akhirnya tidak ada kejelasan mengenai siapa dalang di balik pembantaian massal 65-66.

Dampak Pembantaian 65-66
Sudah hampir 54 tahun, kasus pembantaian massal tersebut berlalu dan sudah lama pula tidak ada kebenaran yang diungkapkan mengenai kasus ini. Pembersihan komunis yang dilakukan saat itu bukan hanya membunuh manusia dengan golok, celurit, atau senjata api, namun juga dengan cara-cara penahanan di pulau terluar dan diasingkan dengan kurangnya bahan makanan untuk bertahan hidup. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun