Mohon tunggu...
Yusya Rahmansyah
Yusya Rahmansyah Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa Ilmu Politik Universitas Siliwangi

Seorang mahasiswa yang besar di dua pulau di Indonesia sumatera dan jawa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Memahami Feminisme: Sebuah Pemahaman Dasar

22 April 2020   20:43 Diperbarui: 22 April 2020   20:41 294
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Perempuan Saat Perang Dunia 2 (cnn.com)


Siang itu terasa lebih terik dibandingkan siang sebelumnya di Jepara, ketika sosok perempuan yang masih remaja itu mengirimkan surat kepada sahabat penanya di negeri kincir angin yang jauh dari pelupuk mata. Sahabat diskusi yang jauh di Nederland sana, tak pernah bersua namun fikirannya sama. 

Estella namanya, akrabnya oleh gadis itu disebut dengan Stella tapi lengkapnya Estella Zeehandelar, seorang feminis sosialis dari Belanda yang kesehariannya bekerja di kantor pos surat dan telegram di Belanda. 

Stella dan gadis dari Jepara terus berkabar berdiskusi mengenai keadaan perempuan Eropa dan bagaimana keadaan perempuan di sebuah negeri jajahan Belanda, tepatnya di kota kelahiran gadis itu Jepara. 

Stella merupakan aktivis sosialis Belanda, wawasannya luas dan suka menganalisis keadaan di Eropa terutama keadaan perempuan disana. Sehingga gadis asal Jepara satu frekuensi dengan dia.

 Gadis Jepara ingin perempuan di negerinya memiliki keadaan yang sama dengan apa yang terjadi di Eropa, seperti apa yang Stella ceritakan dan deskripsikan kepada gadis asal Jepara. 

Stella terkejut melihat apa yang didiskusikan diantara mereka berdua, Dia bingung bagaimana gadis ini memiliki wawasan yang luas bahkan dibandingkan dengan kawan-kawannya disana. 

Mereka terus berbalas surat, berdiskusi mulai dari kesejahteraan sampai dengan kesengsaraan. Sampai akhirnya gadis Jepara kembali ke pangkuan sang kuasa di usia yang masih muda, gadis tersebut tidak pernah bersua dengan Stella sahabat pena yang membuka pandangan mengenai keadaan perempuan di Eropa. 

Gadis ini sekarang merupakan seorang pahlawan di negerinya, lagu gubahan Wage Rudolf Supratman dipersembahkan untuknya. Kartini nama gadis sahabat pena Stella.

Gadis ini sekarang merupakan seorang pahlawan di negerinya, lagu gubahan Wage Rudolf Supratman dipersembahkan untuknya. Kartini nama gadis sahabat pena Stella.

Kisah Raden Ajeng Kartini yang mengirim surat kepada sahabat penanya di Belanda merupakan bagian dari kisah Kartini dalam memahami keadaan perempuan. 

Dengan sahabat penanya Stella, mereka bertukar pikiran mengenai keadaan perempuan, sehingga Kartini mendapat pandangannya tentang bagaimana perempuan harus mendapatkan pendidikan yang sama dengan laki-laki. Kesetaraan pendidikan perempuan yang diharapkan Kartini dulu, saat ini sudah terjadi. 

Mengapa penting untuk menyebut Stella dan Belanda dalam pemahaman dasar tentang feminisme? Karena ketika paham sosialisme muncul di parlemen Belanda pada akhir abad ke-17, muncul pula tokoh-tokoh liberal dan sosialis yang menentang penjajahan terhadap bangsa negara. Sehingga hadirnya sosialisme dan feminisme memiliki andil dalam menentang penjajahan yang dilakukan Belanda saat itu.

Feminisme masuk dalam kategori pemikiran modern dan memiliki arti bahwa alat analisis feminisme akan menyangkut posisi perempuan dan posisinya sebagai warga negara. 

Dan layaknya setiap pemikiran, feminisme punya asumsi dasar yang tidak bisa diganggu gugat: perempuan tertindas. Dasar pemikiran dalam setiap pemikiran memiliki keyakinan yang pada dasarnya tidak dapat diganggu gugat, namun bisa dikritisi. 

Feminisme sendiri muncul atas dasar perempuan yang tertindas khususnya dengan keadaan saat itu di barat dimana posisi perempuan berada di bawah posisi laki-laki. Inilah yang disebut dengan permasalahan gender.

Selanjutnya, akan muncul pertanyaan dan analisis mengapa perempuan tertindas? Inilah yang menjadi dasar atau "Woman's Questions" yang nantinya menjadi acuan dalam perkembangan para feminis untuk menganalisis lingkungan dan ketidakadilan serta memproyeksikan gerakan sosial. 

Berawal dari pertanyaan mendasar mengapa perempuan tertindas inilah feminisme terus berkembang, mengikuti perkembangan keilmuan dan pemikiran seperti liberalisme, marxisme, sosialisme, dan yang lainnya, feminisme menghasilkan berbagai kategori dalam pergerakan dan pemikiran supaya mudah dikenali. 

Beragam gerakan feminisme juga menimbulkan kontradiksi antar satu sama lain. Akan tetapi adanya kontradiksi ini tidak menjadikan feminisme terlihat monolitik, justru akan melengkapi karena setiap perempuan memiliki keadaan dan kondisi yang berbeda-beda, maka feminisme memiliki keberagaman pergerakan didalamnya.

Beragam Feminisme dalam pandangan keilmuan

Kisah Kartini dan Stella diawal tulisan ini, menunjukkan bahwa gerakan keperempuanan bahkan sudah ada sebelum abad dua puluh satu datang. Keadaan perempuan di Eropa menjadikan munculnya gerakan-gerakan keperempuanan di barat. 

Dan mau tak mau Indonesia yang kala itu dijajah oleh Belanda dan bangsa Eropa lainnya memiliki nasib yang demikian sama dan dialami oleh perempuan-perempuan nusantara kala itu. 

Pengaruh barat yang kuat akan permasalahan gendernya juga direspon dengan penyeimbangan gender yang dimunculkan pula di barat dalam konteks keilmuan. Dengan pemahaman umum, mari kita bagi alur waktu dan perkembangan feminisme itu sendiri dengan mengambil ilmu dari filsuf feminis asal Amerika Rosemarie Tong.

  • Feminisme Liberal merupakan pergerakan yang dilakukan tidak lepas dari pengaruh Revolusi Perancis pada 1789. Revolusi Perancis memunculkan sebuah tren kebebasan yang berkembang di Eropa. Sebuah esai yang ditulis oleh Mary Wollstonecraft tentang revolusi borjuis Perancis dan hak-hak perempuan sebagai warga negara menjadi sebuah awal kemunculan kajian perempuan sebagai manusia yang hak-haknya harus dipenuhi sebagaimana tujuan revolusi Perancis dengan semangat kebebasannya. Percikan Revolusi Perancis membawa revolusi lain di Eropa, Revolusi Industri di Inggris dan tersebar sampai seluruh Eropa. Liberalisme dan pengakuan individu menghasilkan borjuis yang melakukan penumpukan kapital melalui kerja dari manusia dengan kelas sosial yang lebih rendah. Di sini, kerja dan kelas sosial menjadi terfragmentasi semakin jelas dan penghisapan kerja menghasilkan pencemaran lingkungan bahkan eksploitasi terhadap anak dan perempuan pada saat itu. Keadaan ini memunculkan aliran feminisme selanjutnya.
  • Feminisme Marxis dan Sosialis merupakan jawaban atas kritik terhadap revolusi industri dan kapitalisme, aliran feminisme ini hadir dan melihat bahwa kapitalisme bukan hanya hadir dalam proses produksi, akan tetapi juga hadir dalam bentuk reproduksi sosial yang dibebankan kepada perempuan. Feminis Sosialis mempercayai ada sosok kejam berkepala dua yang terus menggerus keadailan perempuan dalam masyarakat, yaitu kapitalisme dan patriarki. Sementara Feminis Marxis memiliki keyakinan bahwa segala permasalahan ketidakadilan berpangkal pada Kapitalisme. feminisme sosialis dan Marxis berfokus pada isu produksi dan reproduksi, bahwa terjadi pembagian kerja yang tidak adil secara gender dan perempuan dianggap sebagai ibu yang melakukan reproduksi sosial yang tidak dilihat sebagai kerja.  
  • Feminisme Radikal memiliki dasar yang sama dengan aliran sebelumnya yaitu ketidakpuasan atas analisis feminis sosial dan marxis, karena menurut feminis radikal penindasan perempuan terjadi karena ketubuhan perempuan. Sehingga feminis radikal memiliki fokus terhadap isu tubuh, seksualitas dan kepuasan yang bersinggungan dengan gerakan lesbianisme di barat. Mereka menginginkan perubahan mendalam yang dimulai dari mencabut dan merubah institusi dari akarnya. Gerakan feminis radikal dipecah menjadi dua yaitu Feminis Radikal Kultural (FRK) dan Feminis Radikal Libertarian (FRL) kedua pecahan ini memiliki fokus yang berbeda FRK mengagunkan keperempuanan dan kemampuan rahim dalam menghadirkan kehidupan, dan bahwa hubungan seks heteroseksual adalah ketidakadilan dan kekerasan terhadap perempuan, sementara FRL memlihat bahwa sebaiknya perempuan tidak lagi dibebankan dengan reproduksi dan menuntut adanya rahim portable, FRL pada keadaan bahwa maskulinitas dan feminitas harus dihargai sama dalam tubuh yang sama tanpa ada ide tentang perempuan sejati dan keperempuanan itu sendiri.

Pasca perang dunia kedua, feminisme mengalami perubahan. Gerakan feminisme lekat dengan hadirnya kaum intelektual yang menentang perang dan penjajahan. Muncul sosok Simone de Beauvoir dan bukunya yang terkenal The Second Sex. Feminisme memaski tahap yang lebih segar dengan sosok intelektual barat yang baru.

  • Feminisme Eksistensialis muncul dari kelompok intelektual, dan sosok Beauvoir di dalamnya. Menghasilkan jawaban akan perempuan melalui filsafat. Dan menghasilkan jawaban bahwa perempuan tidak hanya biologis tapi juga sebuah kategori sosiologis, dan membuka cara pandang perempuan menjadi sebuah gender yang nantinya digunakan oleh kajian feminis selanjutnya.
  • Feminisme Psikoanalisis hadir dan mencoba memberikan jawaban mengapa perempuan menjadi perempuan melalui kesadaran dan ketidaksadaran. Mereka memiliki pandangan bahwa perempuan memiliki cara kerja moral yang tidak dihargai oleh dunia yang "sudah terlanjur" patriarkal. Mereka juga percaya bahwa apa yang dianggap adil oleh perempuan berbeda dengan apa yang dipikiran khalayak umum tentang keadilan.

Pasca munculnya negara-negara baru merdeka di Asia dan Afrika, kini sejarah dan kategori feminisme tidak hanya dari barat saja, namun muncul perspektif perempuan dari negara lain. Dan menghasilkan feminisme yang lebih kompleks dibanding sebelumnya. 

Menghasilkan feminisme interseksional untuk melihat bahwa analisis gender harus dilengkapi dengan kelas sosial, warna kulit, identitas seksual dan konteks lokasi yang memperngaruhi lapisan penindasan.

  • Feminisme Postmodern hadir dan berangkat dari konsep pemaknaan kembali, dimana keadaan saat ini dimaknai ulang sehingga muncul pemahaman baru. Mereka percaya bahwa pemaknaan kembali mampu mengkritik struktur dominan dan membongkar ketidakadilan seperti isu diskriminasi terhadap LGBT, dan sebagainya.
  • Feminisme Multikultural atau Global memberikan pengalaman berbeda dari tubuh dan negara yang berbeda. Menjadikan bahwa dasar pandangan epistemologi feminisme adalah empirisme atau pengalaman yang dialami sendiri, dan pengalaman perempuan nyatanya selalu berbeda. Pengalaman perempuan yang hidup di suatu wilayah misalnya Amerika Serikat dengan perempuan yang hidup di Indonesia tentu berbeda dilihat dari segi keadaan sosial, ras, suku dan budaya perempuan itu sendiri. Feminisme multikultural membuka suara terhadap feminisme teologi sebuah aliran feminisme dimana sebelumnya agama dipandang sebagai sistem patriarki sempurna, sehingga memberikan sebuah tafsir dan persepektif baru dari perempuan dalam beragama yang berperspektif feminis.
  • Ekofeminisme merupakan aliran feminisme yang muncul akibat dari kerusakan sumber daya alam dan juga eksploitas alam besar-besaran untuk kepentingan industri. Gerakan ini menekankan hubungan antara alam dan perempuan yang sama-sama menjadi korban "perkosaan" kapitalisme dan menekankan unsur mistis dan legenda sebagai alat penjelasan dan penghubung. Selain itu terdapat pula Feminisme Ekologi yang melihat dampak kerusakan alam terhadap hubungan antar manusia dan mengacu pada kajian ekologi.

Selain aliaran-aliran tadi Feminisme bersifat non-kompetitif, artinya bukan persaingan melainkan kolaborasi dalam sebuah masyarakat yang adil gender. Miskonsepsi yang sering dituduhkan terhadap feminisme adalah upaya untuk membuat laki-laki sebagai musuh untuk dikalahkan. 

Sementara Feminisme tidak bekerja dalam kerangka persaingan, karena yang menjadi tujuan feminisme adalah perempuan, laki-laki, dan gender lainnya dapat hidup berdampingan dengan adil dan setara.

Miskonsepsi yang sering dituduhkan terhadap feminisme adalah upaya untuk membuat laki-laki sebagai musuh untuk dikalahkan. Sementara Feminisme tidak bekerja dalam kerangka persaingan, karena yang menjadi tujuan feminisme adalah perempuan, laki-laki, dan gender lainnya dapat hidup berdampingan dengan adil dan setara.

Beragam aliran dalam feminisme diatas menunjukkan adanya perkembangan dalam keilmuan khususnya dalam konteks ini feminisme itu sendiri. Epistemologi feminis memang sulit diterima oleh mayoritas masyarakat karena harus memahami perspektif dan prinsip feminisme sebagai ilmu pengetahuan. 

Semenatara  ilmu pengetahuan di Indonesia terjebak dalam arus paradigma positivistik, objektif dan rasional justru dengan menganggap semua manusia sama tanpa mengindahkan identitas gender dan kelas sosial yang berbeda antar setiap manusia menjadikan itu bias dan hal tersebut yang ditentang dalam analisis feminis. 

Asal usul Feminisme yang dikatakan dari Barat juga tidak dapat dipastikan, sebab gerakan seperti ini merupakan hal yang masif dan serentak dibeberapa belahan dunia. 

Feminisme memang kurang populer di Indonesia, sebab pada sejarahnya tokoh-tokoh perempuan kurang diminati untuk dikutip dan dipopulerkan, maskulinitas pada sejarah Indonesia yang sudah dipolitisasi juga menjadikan hal ini terjadi.

Feminisme memang kurang populer di Indonesia, sebab pada sejarahnya tokoh-tokoh perempuan kurang diminati untuk dikutip dan dipopulerkan, maskulinitas pada sejarah Indonesia yang sudah dipolitisasi juga menjadikan hal ini terjadi.


Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun