Mohon tunggu...
Yuswanto Raider
Yuswanto Raider Mohon Tunggu... Guru - Saya seorang guru dan penulis lepas yang lahir di Surabaya pada 14 Februari 1974. Sejak tahun 2005 saya tinggal di Desa Kembangsri Kecamatan Ngoro Kabupaten Mojokerto

Hobi saya merawat tanaman, traveling, outdoor learning, dan advokasi kemasyarakatan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Refleksi HGN 2023: Saatnya Pendidikan Indonesia Butuh Guru "Preman"

25 November 2023   04:48 Diperbarui: 25 November 2023   04:48 377
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
INSPIRATOR: Latar belakang kehidupan nyata seorang guru, acap kali mampu menjadi inspirasi dalam meningkatkan kualitas mental dan moral peserta didiknya. (Sumber foto : Dokumen/Istimewa-Yuswanto Raider)

Selamat Hari Guru Nasional tahun 2023. Semoga kita adalah guru-guru terbaik bangsa ini demi terwujudnya Generasi Emas Indonesia tahun 2045. Menyimak tema peringatan Hari Guru Nasional Tahun 2023 : "Bergerak Bersama Rayakan Merdeka Belajar". Satu hal yang muncul dalam penafsiran penulis, Merdeka Belajar dapat terwujud bilamana insan pendidikan mampu menyatukan langkah untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.

Sementara itu, kondisi dunia pendidikan tidak baik-baik saja. Faktanya dapat dilihat pada pola perilaku peserta didik yang tampak cenderung melanggar norma-norma di masyarakat. Disisi lain, banyak pula kehidupan guru yang tak patut diteladani peserta didik. Profesionalisme guru ditantang kondisi faktual. Sementara materiil yang berlebih nyatanya mampu menyebabkan degradasi mental para guru.

Gonta ganti kurikulum? Tak perlu dirisaukan. Itu hanyalah sebuah fenomena program untuk menciptakan peluang-peluang kemaslahatan oknum pemangku kebijakan pendidikan. Hal terpenting sekarang ini adalah bagaimana insan pendidikan Indonesia dapat bermanfaat, berdaya guna dan berhasil guna demi kecerdasan bangsa.

"Ing Ngarso Sung Tulodho, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani", merupakan filosofis pendidikan Indonesia. Ungkapan itu tercipta dari Bapak Pendidikan Indonesia, Ki Hajar Dewantara. Faktanya, filosofis itu di jaman sekarang hanyalah pemanis belaka. Justru banyak yang secara sengaja melakukan "pengkhianatan" yang merugikan secara prinsip mencerdaskan kehidupan bangsa.

Tak hanya itu saja. Bila kita ingat, ada juga slogan yang menjadi kebanggaan para pelaku Oemar Bakrie di Persada Nusantara ini. Terkhusus di wilayah pulau Jawa pasti pernah mendengar istilah "Guru = Digugu lan Ditiru!". Nampaknya hal itu juga sudah usang dan tak layak untuk dikumandangkan. Mengapa? Karena banyak perilaku guru yang secara prinsip tak layak untuk diteladani dan dicontoh.

PERILAKU FAKTUAL

Bagaimana seorang pemimpin bisa dicontoh, bilamana dalam kepemimpinannya di sekolah, faktanya justru menjadi pemicu terjadinya pelanggaran hukum. Memang tak tampak jelas, tetapi perilaku korupsi menjadi sebuah budaya bagi para pemimpin sekolah. Ironisnya hal itu dilakukan dalam berbagai program peningkatan kualitas pendidikan. Ing Ngarso Sung Tulodho pun tergerus dan tak berlaku.

Sementara itu, makna Ing Madyo Mangun Karso sangat sulit terwujud. Hal itu dikarenakan kualitas mental dan moral guru yang cenderung berpijak pada sikap penjilat. Fakta ini dapat dilihat secara spesifik dalam manajemen sekolah. Para wakil kepala sekolah jarang dipilih karena potensi melainkan karena kedekatan dan kesesuaian hubungan individual.

Tut Wuri Handayani kian terkikis karena kekurang-wawasan para guru dalam memahami makna berjuang. Oknum guru faktanya mengukur kepeduliannya dengan besar kecilnya materi yang diterima. Sungguh naf lagi ironis kan? Rasa turut memiliki hanya didasarkan kepentingan pribadi dan bukan karena upaya berjuang melayani yang terbaik bagi peserta didiknya.

Guru tak lagi bisa diteladani dan dijadikan contoh. Memang tidak semua guru bisa di-justice seperti itu. Namun, silahkan tengok kanan kiri kita saat mengamati perilaku sosial di sekolah. Meski seorang guru sudah mendapatkan tunjangan sertifikasi, bukannya meningkatkan kompetensi diri untuk melayani peserta didik tetapi justru kian bergaya hidup kosumerisme saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun