Unsur kemauan ini tentunya harus didasari dengan ukuran kemampuan. Akan sangat ironis bila kemauan itu hanya terdorong oleh egois, gengsi, dan paksaan orangtua. Kemauan itu justru akan menyesatkan yang bersangkutan dan pastinya berresiko terhadap perjalanan studinya kelak. Nah, disinilah peserta didik harus melatih dirinya untuk dapat menetapkan kemauan dengan kemampuan yang dimiliki.
KEMAMPUAN
Sementara itu, dari unsur kemampuan tentu saja mengarah pada 2 hal utama. Pertama, kemampuan daya intelektual dan prestasi yang dimiliki. Kedua, kemampuan dari aspek materiil, baik tentang biaya studi maupun sarana prasarana yang dibutuhkan dalam menempuh studinya kelak. Bagaimana pun kemampuan itu mengandung unsur keberimbangan antara daya kemauan dan kondisi peserta didik itu sendiri.
Dalam memilih program studi selayaknya selaras antara kemauan dan kemampuan. Bila hal itu tidak dijadikan pertimbangan, sama saja dengan menjerumuskan diri pada langkah awal terjadinya kegagalan. Peserta didik harus benar-benar dapat mempertimbangkan antara unsur kemauannya dengan apa yang dimampunya. Kemauan harus sebanding dengan kemampuan. Peserta didik yang kurang mampu dalam berbahasa asing, tentu saja lucu bila dirinya ngotot memilih apalagi memaksakan diri di program studi hubungan internasional.
Hal-hal semacam itu terjadi lantaran kurangnya arahan, bimbingan, dan bahkan wawasan dalam meneropong modal awal sebagai mahasiswa. Ironisnya lagi, banyak kemauan peserta didik yang tidak diimbangi dengan kemapanan pengetahuan akan suatu program studi yang ada di PTN. Banyak diantara peserta didik yang berkemauan selangit dalam memilih program studi, tetapi memiliki kemampuan biasa-biasa saja dan bahkan tak signifikan dengan kebutuhan utama pada program studi yang dimauinya.
Disisi lain, unsur kemampuan secara materiil juga layak dijadikan pertimbangan. Seseorang yang memiliki keterbatasan secara pengetahuan dan keterampilan dunia teknologi dan informasi, harusnya bisa menahan diri untuk tidak memilih jurusan Teknologi Informasi. Hematnya, bagaimana mereka bisa menjalani perkuliahan dengan baik, sementara sarana dan prasarana penunjang studinya tidak ada.
Kondisi seperti itu juga sangat membutuhkan perhatian orangtua. Janganlah memaksakan kehendak kepada anak-anaknya untuk memilih program studi tertentu tanpa mampu menyediakan sarana pendukungnya. Kita harus lebih bijak dalam menyikapi kemauan anak dengan kemampuan pembiayaannya. Prinsipnya, akan sangat bijak bilamana orangtua dapat mengidentifikasi kemauan anak dan disandingkan dengan kemampuan keluarganya. Sehingga kelak, tidak terjadi kegagalan saat menempuh kuliah.
DOA RESTU
Peserta didik harus belajar bagaimana berpola pikir rasional dan proporsional. Kemauan dan kemampuan yang dimiliki tak akan mampu menembus batas tertentu tanpa adanya doa dan restu orangtua. Bagaimana pun, restu orangtua tak hanya diminta saat sesorang akan menikah atau bepergian jauh saja. Doa restu teramat sangat dibutuhkan bagi peserta didik ketika menentukan pilihan dalam mengikuti seleksi masuk PTN.
Dalam kesempatan ini, penulis mohon ijin membuat ilustrasinya. Bila peserta didik memiliki kemauan yang prospektif, kamampuan dirinya juga bagus, tetapi tidak ada restu dari orangtuanya, hal itu sama saja dengan menanam kegagalan. Selanjutnya, peserta didik mau atas sebuah program studi, tetapi dirinya tahu tidak memiliki kemampuan maksimal, namun orangtuanya merestui, sama saja hal itu dengan pejalan kaki buta tanpa tongkat pengarah jalan.
Ilustrasi terakhir, bila peserta didik memiliki kemauan yang terkoneksi dengan kemampuannya dan mengalirnya restu dari orangtuanya, maka peserta didik itu akan memiliki banyak kemudahan agar bisa lolos di PTN. Hal semacam ini mungkin kurang terbersit dibenak banyak orang. Hanya saja perlu diingat, bila kedua orangtua kita merupakan "utusan" Tuhan yang harus dihormati dan diteladani.