pada suatu malam, aku mendapatkan bisikan gaib. "anakku, bukalah hijabmu. bukankah engkau ingin lebih dekat denganku?"
aku tersentak. keringat dingin mengalir deras. kenapa dia menyapaku. membisikkan tentang hijab, penutup aurat bagi kaum wanita. bukankah aku seorang pria?
aku temui seseorang yang entah kenapa disebut orang pintar. jangankan gelar, menjejakkan kaki di pekarangan sekolah pun tak pernah.
aku sampaikan bisikan gaib itu kepadanya. reaksinya sama: tersentak dan keluar keringat dingin dengan derasnya. aku dipesankan untuk sesegera mungkin menyiapkan tumbal tujuh perawan berpenutup rupa. dengan warna berbeda.
aku mulai bergerilya. mencari tujuh perawan berpenutup rupa aneka warna. aku datangi kampus-kampus. aku tongkrongin mall-mall di segala kota. aku intip taman kanak-kanak dan taman bermain. aku kunjungi pesantren-pesantren. bahkan aku datangi tempat karaoke--keluarga dan yang menjauhkan dari keluarga.
tujuh hari tujuh malam aku berhasil mendapatkan tujuh perawan berpenutup muka atau berhijab atau berjilbab dengan warna berbeda. segala cara aku lakukan untuk mendapatkan mereka sebagai sesajen. tetapi tidak perlu saya ceritakan bagaimana caranya.
perawan muda berjilbab merah ku temukan pada sebuah room karaoke. bernyanyi lantang bersama belasan karibnya. pipinya bersemu merah semerah jilbabnya.
perawan muda berjilbab hijau ku temukan dalam sebuah pertemuan rutin remaja muslimah. meski aktif dalam kegiatan sosial, ia terlihat pendiam.
perawan berjilbab pink adalah guru taman kanak-kanak. ia manis. ah..para penculik anak pasti iri padaku.
perawan berjilbab kuning tak sengaja aku lihat pada pojok taman sebuah kampus. ia cantik. itu saja. titik.
perawan berjilbab biru. sstt...jangan bilang siapa-siapa. dia ku culik dari kerumunan massa saat rakernas sebuah partai politik.
tinggal dua lagi...
aku menyisir jalan di sebuah kota yang kerap disebut sebagai kota santri. dua perempuan. sepertinya kembar. satunya berjilbab hitam. satunya berjilbab putih. tertawa bareng. saling memukul pundak. terkadang merengut, seolah ada pertengkaran. dan tertawa lagi. saling cubit. ah...sepertinya sepasang saudara kembar ini sepertinya layak menjadi pelengkap tumbalku.
maka, lengkap sudah tumbal tujuh perawan berjilbab dengan warna berbeda.
dalam temaram cahaya obor, aku giring mereka ke altar persembahan. aku minta mereka semua mencopot jilbab. Setelah melalui sejumlah prosesi persembahan, aku taruh tujuh jilbab dari tujuh perawan pada nampan sesaji. "tuhanku yang maha tidak berpasangan, aku persembahkan jilbab tujuh rupa ini kepadamu. dan ijinkan mereka bersamaku."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H