Mohon tunggu...
Yusuf Suryanto
Yusuf Suryanto Mohon Tunggu... -

Pemerhati, yang sedang belajar menulis, basic study sih engineer, tertarik pada banyak hal, dulu atlet sepakbola dan bulu tangkis tingkat kampung, sekarang lagi belajar fokus pada perencanaan kebijakan energi..\r\n\r\nhttp://my.ilstu.edu/blogs/ysuryan/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mikirin Tenaga Listrik di Bali

4 Februari 2010   10:02 Diperbarui: 6 Juli 2015   04:19 315
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

A. Kondisi dan Kebutuhan Tenaga Listrik Pulau Bali

Sesuai dengan Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT. PLN 2009-2018, diperkirakan pertumbuhan permintaaan tenaga listrik di Bali sekitar 7,0% per tahun pada periode 2009-2018. Beban puncak di Bali pada 2008 mencapai 486 MW dan akan naik menjadi 1.271 MW pada 2018, atau naik sebesar 785 MW.

Pasokan listrik di Bali saat ini sebesar 633 MW (kapasitas terpasang), yaitu berasal dari pembangkit yang ada di Bali sebesar 433 MW dan "impor" dari Pulau Jawa melalui kabel laut sebesar 200 MW (melalui 2 sirkit), namun daya mampu yang tersedia hanya sekitar 573 MW. Dengan beban puncak sebesar 486 MW, maka cadangan hanya sebesar 83 MW (kapasitas pembangkit terbesar di Pulau Bali hanya sebesar 134 MW yaitu PLTG Gilimanuk). Tanpa adanya tambahan daya, maka pada tahun 2011 sistem Bali akan kekurangan pasokan karena daya mampu (sebesar 573 MW) sudah tidak mampu lagi mendukung kebutuhan beban puncak (616 MW), apalagi untuk memenuhi kebutuhan tahun 2018 yang mencapai 1271MW.

Dengan demikian, kondisi penyediaan tenaga listrik di Pulau Bali :

(1) Tidak efisien, karena sebagian besar pembangkit di Pulau Bali menggunakan bahan bakar minyak (karena desain pembangkit yang ada adalah PLTD dan PLTG), sehingga biaya operasinya sangat besar yaitu rata-rata Rp. 2.600-3.200 per kW.

(2) Tidak andal, karena apabila pembangkit terbesar tidak mampu beroperasi maka dapat dipastikan akan terjadi pemadaman di Pulau Bali. Demikian juga halnya apabila terjadi gangguan pada kabel laut Jawa-Bali.

B. Rencana Penyediaan Tenaga Listrik

Menilik RUPTL, terlihat ada beberapa skenario dalam rangka pemenuhan kebutuhan listrik di Bali.

(1) Pembangunan pembangkit di Bali (total sekitar 700MW) : PLTU Celukan Bawang (1x130MW dan 2x125 MW) ; PLTU Bali Timur (2x100MW); PLTP Bedugul (1x10MW dan 2x55 MW ekspansi). Pembangkit-pembangkit tersebut dibangun oleh IPP.

(2) 'Impor' dari Pulau Jawa melalui pembangunan kabel laut 2x150kV (jangka pendek) dan Overhead Transmision Line 500kV (jangka panjang).

Dengan semua rencana tersebut, maka kebutuhan tenaga listrik di Pulau Bali pada tahun 2018 akan dapat terpenuhi.

Namun, kondisi yang terjadi saat ini adalah pembangunan pembangkit-pembangkit yang direncanakan tersebut semuanya mengalami keterlambatan bahkan dapat dikatakan berhenti akibat berbagai sebab.

Sebagai salah upaya penyelesaian, rencana  Percepatan Pembangunan Pembangkit Tenaga Listrik 10.000 MW Tahap II menyatakan bahwa yang akan di bangun di Pulau Bali adalah PLTU Bali Timur  2x100 MW.

C. Penutup

Melihat hal-hal tersebut di atas ada beberapa hal yang dirasakan mengganggu, yaitu:

(1) Dengan kondisi yang ada saat ini maka penyediaan tenaga listrik di Bali masih "terancam". Hal ini berdasarkan track record pembangunan IPP yang masih buruk.

(2) Rencana Percepatan Tahap II dianggap sangat kontradiktif karena seharusnya Percepatan Tahap II lebih menekankan pada penyelesaian pembangunan PLTP Bedugul daripada PLTU Bali Timur. Hal itu berdasarkan bahwa pemanfaatan panas bumi di Pulau Bali (sebagai sumber energi lokal) akan meningkatkan keandalan dan efisiensi dalam penyediaan tenaga listrik di Bali.

(3) Kondisi "terancam" ternyata belum sepenuhnya di sadari oleh Pemda maupun masyarakat. Hal tersebut terlihat dari tidak adanya dukungan bagi pembangunan pembangkit di Pulau Bali (baik PLTU maupun PLTP) selalu mendapatkan 'pertentangan'.  Bahkan pembangunan PLTP yang terbukti ramah lingkungan, 'sustainable', dan murah tidak dapat terbangun. Sebagai catatan, PLTP Bedugul merupakan salah satu dari 27 IPP Pertama (mulai sekitar tahun 1990-an).

(4) Terakhir, semoga pemerintah mau merevisi rencana Percepatan Tahap II dengan ikut memasukkan PLTP Bedugul. Penyediaan tenaga listrik di Pulau seharusnya lebih menekankan pada pemanfaatan energi terbarukan baik itu panas bumi, surya, angin, biomassa, arus laut, dll. Dengan banyaknya wisatawan asing yang ada di Bali tentunya akan memberikan kesan yang positif bagi Indonesia di dunia internasional.

Demikian dulu, semoga bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun