Mohon tunggu...
yusuf soleh
yusuf soleh Mohon Tunggu... Guru - Guru Ahli Pertama

Seorang Guru Olahraga

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Bahaya Jika Tidak Ada Pendampingan Penggunaan Media Sosial Bagi Remaja

20 Juni 2024   12:42 Diperbarui: 20 Juni 2024   13:03 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam era digital yang sedang berkembang pesat, aplikasi media sosial telah menjadi bagian integral dari kehidupan sehari-hari kita. Teknologi merupakan segala sesuatu yang digunakan sebagai alat yang dapat menunjang keberlangsungan hidup manusia. Pada mulanya teknologi yang dibuat oleh manusia masihlah teknologi sederhana. 

Namun, semakin berkembangnya peradaban, teknologi juga ikut merambah ke segala aspek di kehidupan manusia, salah satunya yang paling berkembang pesat adalah di bidang komunikasi. Komunikasi sendiri memiliki definisi sebagai bentuk interaksi yang paling utama dimana dengan berkomunikasi, manusia dapat memenuhi kebutuhannya mengenal banyak orang, dan sebagainya.

Menurut (Haniza, 2019) dengan adanya globalisasi yang tidak dapat dihindari semakin memicu manusia untuk dapat membuat perangkat lunak yang dapat dengan mudah digunakan oleh banyak orang dalam membagikan berbagai informasi yang diinginkan, sebut saja facebook, twitter, tiktok, dan juga instagram yang memang memiliki fungsi untuk dapat saling berbagi informasi secara global. 

terimanya konsep penggunaan sosial media secara global, tidak menutup kemungkinan untuk berbagai negara di dunia juga ikut membuat perangkat lunak yang memiliki konsep serupa dan menggunakan berbagai macam aplikasi sosial media dalam satu gadget. Tidak terkecuali Indonesia, banyaknya penduduk membuat Indonesia menjadi salah satu sasaran beberapa pembuat aplikasi sosial media untuk dapat memasarkan aplikasi baru. 

Pada dasarnya pengguna sosial media tidak dibatasi oleh usia dan waktu. Semua orang, baik anak-anak hingga dewasa dapat memiliki akun sosial medianya masing-masing, terutama para remaja. Kebanyakan para remaja menggunakan sosial media untuk mendapatkan informasi terbaru mengenai gaya hidup. Semakin canggihnya gadget penggunaan internet menjadi hal yang tidak dapat dihindari, kapanpun dan dimanapun semua orang dapat berselancar secara bebas di dunia maya.

Berdasarkan hasil riset We Are Sosial Hootsuite dalam (Andiarna et al., 2020) yang dirilis pada januari 2019 menyatakan bahwa pengguna media sosial di Indonesia mencapai 150 juta (56% dari total populasi). Hal ini terdapat kenaikan sebesar 20% dari hasil survei sebelumnya. Sedangkan untuk pengguna media sosial pada gadget sebantan 130 juta (sekitar 48% dari populasi).

Di Indonesia remaja yang merupakan pengguna tertinggi media sosial. Menurut Santrock (2007), dalam (Aprilia, Sriati and Hendrawati, 2020) menyebutkan bahwa remaja merupakan masa transisi dari kanak-kanak menuju dewasa dengan berbagai perubahan baik secara biologis, kognitif, dan sosioemosional. 

Adanya perubahan sosioemosional inilah yang membuat masa remaja merupakan masa sensitif pada anak dan menjadi sangat penting untuk diperhatikan, karena pada masa ini remaja berada pada tahap mencari identitas diri, dan mencari kesenangan. 

Pada dasarnya fungsi sosial media adalah untuk memperluas interaksi sosial dan menciptakan komunikasi dialogis antar banyak individu serta membangun personal branding pada diri seseorang. Akan tetapi, jika tidak dibarengi dengan kontrol diri dan waktu yang baik, maka yang didapat hanyalah dampak buruk.

Aplikasi media sosial telah menjadi bagian integral dari kehidupan sehari-hari kita. Salah satu aplikasi media sosial yang memunculkan fenomena global dan telah meraih popularitas yang luar biasa, khususnya dikalangan remaja, adalah TikTok. TikTok, sebuah aplikasi berbagi video yang didirikan oleh perusahaan Tiongkok ByteDance pada tahun 2016, telah mendapatkan popularitas yang fenomenal di seluruh duniaTikTok memungkinkan pengguna untuk membuat dan membagikan video pendek dengan durasi hingga 60 detik. 

Aplikasi ini telah menarik perhatian jutaan pengguna dari berbagai usia, latar belakang, dan budaya. TikTok adalah aplikasi turunan dari internet yang berbasis media sosial dengan memberikan fitur untuk membuat dan membagikan konten berupa video singkat. Aplikasi tiktok menyedikan berbagai macam special effect yang unik dan menarik. Fitur tersebut bisa digunakan oleh semua pengguna TikTok dengan sangat mudah ketika membuat video pendek. 

Dalam aplikasi TikTok memungkinkan pengguna untuk membuat, berbagi, dan mengeksplorasikan video-video kreatif dalam beragam format, mulai dari tarian, lip-sync, hingga cerita pendek. 

Aplikasi ini telah meraih lebih dari satu miliar unduhan di seluruh dunia dan mempengaruhi cara generasi muda berinteraksi dengan konten digital. Meskipun Tiktok menawarkan hiburan dan kretivitas yang tak terbatas, penggunaan aplikasi ini oleh remaja juga menimbulkan pertanyaan dan perhatian yang signifikan.

Berbagai teori telah berevolusi dari waktu ke waktu untuk menjelaskan mengapa aplikasi tiba-tiba mendapatkan basis pengguna yang sangat besar. Sebuah studi yang dilakukan pada aplikasi TikTok menyarankan teori pengguna[1]sentris yang merupakan prosedur berulang di mana mereka lebih fokus pada pengguna dan kebutuhan mereka. 

UCD membutuhkan pengguna selama proses mereka dan melakukan sejumlah penelitian dan metode perencanaan untuk menghasilkan produk yang sangat berguna dan terjangkau bagi pengguna. Karena TikTok murni dibuat berdasarkan pengetahuan dan pemahaman pengguna. Karena aplikasi ini tidak hanya digunakan sebagai jejaring sosial tetapi lebih berfokus pada inovasi pengguna dan menyediakan pengguna dengan menawarkan mereka untuk menyampaikan imajinasi mereka dengan mudah.

Banyak penelitian dan studi telah dilakukan untuk memahami mengapa TikTok mendapatkan perhatian besar yang tiba-tiba dan pengaruhnya terhadap generasi muda. Studi ini penting agar kami dapat meningkatkan perspektif fungsional dan perspektif pengguna aplikasi ini. 

Platform ini juga sangat memberikan preferensi pengguna yang sering mengakibatkan penyalahgunaan fitur-fiturnya dan vulgarisasi konten. Ada konten-konten yang meresahkan manusia biasa di masyarakat, tidak adanya pedoman nilai yang efektif dan tepat. Konten tersebut tampaknya dibakukan dan beberapa bagian konten mengandung Pelanggaran. 

Teori pengguna-sentris yang dengan mudah memvalidasi teori "penggunaan dan kepuasan". Jika hanya berdasarkan "kepuasan" dan jika tidak ada "bimbingan" maka seluruh fungsi akan memburuk. Di India khususnya TikTok telah menjadi perhatian utama yang menyebabkan pelarangan aplikasi karena kontennya yang tidak pantas dan Pornografi. 

Saya, sebagai orang India, ingin menjaga lingkungan dalam aplikasi yang aman dan percaya diri di TikTok. keamanan digital. Itu juga harus memungkinkan pengguna untuk melaporkan konten yang tidak pantas dan melanggar pedoman komunitas. Studi ini juga akan membantu orang tua untuk mengenali dampak negatif dari aplikasi yang berfokus pada gambar tersebut terhadap anak-anak dan mencerahkan remaja untuk lebih waspada saat menggunakan aplikasi. 

Dari data di atas dikumpulkan itu terlihat adanya kesamaan pada masalah yang diangkat oleh pendapat orang tua dan peserta yang diwawancarai. Kedua orang tua dan orang yang diwawancarai menyatakan bahwa vulgar dan komentar yang tidak pantas hadir di aplikasi di mana orang yang diwawancarai menyatakan itumanak perempuan lebih cenderung menghadapi murah dan mengobjektifkan komentar.

Penelitian Health Behavior in School-aged Children (HBSC) oleh kantor regional WHO untuk Eropa, melaporkan bahwa perilaku kesehatan dan sosial anak sekolah dari 45 negara dengan usia 11, 13 dan 15 tahun, menunjukkan bahwa kesejahteraan mental remaja mengalami penurunan di banyak negara antara tahun 2014 dan 2018. 

Menurut Direktur Regional WHO untuk Eropa, meningkatkan jumlah anak laki-laki dan perempuan di seluruh wilayah eropa yang melaporkan kesehatan mental yang buruk, merasa rendah diri, gugup atau mudah tersinggung. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti budaya, ekonomi dan penggunaan teknologi digital. 

Pada dasarnya, perkembangan teknologi yang semakin canggih, memperkuat kerentanan dan memperkenalkan ancaman baru seperti cyberbullying. Dilaporkan bahwa 1 dari 10 remaja mengalami cyberbullying setidaknya sekali dalam dua bulan terakhir.

Berdasarkan penelitian twenge et al. 2018 dalam (Naslund et al., 2020) di Amerika Serikat memaparkan bahwa responden yang melaporkan lebih banyak menghabiskan waktu dirumah dan mengakses sosial media dengan smartphone memiliki resiko tinggi terhadap depresi sampai ada kemungkinan untuk melakukan bunuh diri, dibandingkan dengan remaja yang melaporkan menghabiskan lebih banyak waktu tanpa layar smartphone dan melakukan kegiatan diluar rumah seperti interaksi sosial secara langsung, olahraga, dan aktivitas rekreasi. 

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Julius Ohrnberger, yang menjelaskan bahwa terdapat hubungan antara kesehatan mental dan fisik yang berdampak pada gaya hidup dan interaksi sosial pada suatu individu. Jika pada masa lalu memiliki kesehatan mental yang baik maka akan memiliki kesehatan fisik yang baik juga (Ohrnberger, Fichera and Sutton, 2017)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun