REKAPITULASI SUARA &Â OPEN DATA
Setelah kampanye dan pemungutan suara selesai, kita disuguhkan dengan drama lanjutan babak kedua, yaitu quick count. Tidak seperti pemilu-pemilu sebelumnya dimana quick count menjadi salah satu barometer yang kredibel untuk melihat posisi perolehan suara dan kemudian menentukan pemenang, kita melihat sebuah fenomena yang baru pertama kali terjadi di pemilu (paling tidak di Pemilu Presiden), yaitu perbedaan hasil quick count. Paling tidak ada 4 lembaga survei yang memenangkan pasangan nomor urut 1, dan ada 7 lembaga survei lainnya yang memenangkan pasangan nomor urut 2.
Perang data dan saling klaim kemenangan melalui hasil quick count terjadi selama kurang lebih 2 hari di setiap stasiun TV pendukung masing-masing pasangan calon, sampai akhirnya KPI menginstruksikan kepada seluruh stasiun TV untuk tidak menampilkan lagi hasil quick count karena berpotensi memicu konflik horizontal di antara masyarakat pendukung masing-masing calon.
Berdasarkan observasi saya, perbedaan hasil quick count ini justru membuat publik semakin "gatal" ingin ikut terlibat dalam proses rekapitulasi suara yang kabarnya sarat dengan kecurangan. Beberapa laman situs melakukan rekapitulasi independen berdasarkan scan hasil C1 dari tiap TPS di berbagai daerah. Salah satu yang paling sering saya kunjungi untuk melihat pergerakan rekapitulasi suara adalah kawalpemilu.org.
Kawalpemilu.org yang diinisiasi oleh warga negara Indonesia yang tinggal di Singapura menjadi perbincangan yang heboh di media. Bahkan beberapa stasiun TV melakukan wawancara kepada sang inisiator, Ainun Najib, seorang WNI yang bekerja di sebuah perusahaan TI di Singapura. Ia mengklaim ada 700 relawan yang membantu dalam melakukan rekapitulasi independen ini dari berbagai penjuru dunia, yang kesemuanya adalah teman-teman yang berkecimpung di dunia TI. Tujuannya hanya satu: agar masyarkat tidak dibodohi oleh data-data yang tidak jelas asal muasalnya dan diklaim sebagai data yang valid oleh pihak-pihak yang menginginkan kemenangan. Saya masih ingat salah satu data tandingan dari quick count adalah data yang dikeluarkan dari salah satu partai pendukung salah satu pasangan calon yang memberikan data "karangan" yang sebenarnya telah pernah mereka luncurkan beberapa hari sebelumnya.
Hal ini pun dimungkinkan terjadi oleh karena kesediaan KPU untuk membuka data C1 mereka kepada publik. KPU sangat patut kita apresiasi dengan penghargaan setinggi-tingginya. Ini, bagi saya, adalah sebuah terobosan yang mendorong perbaikan demokrasi Indonesia. Open data C1 menjadi sebuah tonggak sejarah pemilihan Indonesia yang semakin transparan dan semakin demokratis. Dan memungkinkan anak-anak bangsa yang memiliki kemampuan dalam bidang TI untuk membantu menyuguhkan informasi yang lebih valid.
MENYONGSONG ERA TI &Â OPEN DATA
Dari pertarungan pilpres kemarin, saya ingin mengajak agar semua orang memiliki information awareness yang lebih tinggi. Informasi boleh datang dari siapa saja dan kapan saja, tapi tidak semua informasi dapat dipercaya dan dapat dipertanggungjawabkan. Kita selayaknya harus mulai belajar untuk menyuguhkan informasi yang memang dapat dipercaya dan dapat dipertanggungjawabkan sebagai tanda sebuah peradaban yang maju. Karena cepat atau lambat, terima kasih kepada kemajuan dunia TI, kebohongan data akan terbongkar juga.
Selamat atas Presiden dan Wakil Presiden Terpilih 2014-2019, Bapak Jokowi & JK, terlebih lagi selamat merayakan era TI &Â open data untuk kemajuan bangsa dan Indonesia yang lebih cerdas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H