Selain itu, dia menambahkan bahwa kekhawatiran hilangnya sesuatu yang harus dijaga berupa harta, kehormatan dan jiwa bisa menjadi alasan pula dan lain sebagainya.
Referensi yang disebutkan tadi sebenarnya satu contoh kitab klasik yang sudah biasa diajarkan di lembaga a Pesantren Salafiyyah di Indonesia. Sehingga, agak mengherankan jika ada sementara pihak yang menolak fatwa ini karena konsideran fatwa tersebut sejalan dengan pemahaman keberagamaan mayoritas Muslim Indonesia.
Lalu kenapa terjadi penolakan. Apakah karena ketidak-fahaman umat dan para pemuka agama di level bawah atau karena keegoisan ummat Islam Indonesia karena tidak mau patuh dengan ulama?. Apakah ummat meragukan kredibilitas ulama yang ada dalam wadah MUI, NU, Muhammadiyyah dan ulama rujukan dunia yang tergabung dalam perkumpulan Ulama Al-Azhar dan Ulama Arab?.
Jika demikian terjadi maka sungguh berbahaya sebab kegiatan beribadah kita tidak dilandasi ilmu yang benar. Penolakan fatwa bisa dimaknai sebagai penolakan terhadap syariat Islam dan eksistensi ulama yang bertugas sebagai pewaris para nabi. Jika dalam beragama tidak mengikuti ulama, kepada siapakah kita akan bersandar?
Bogor, 9 April 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H