Mohon tunggu...
Arjun Yusuf Pinandita
Arjun Yusuf Pinandita Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 Ilmu Politik

interested in the world of politics, government, history and art

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Dinasti Politik Suami-Istri yang Berjalan 25 Tahun Dominasi Keluarga di Klaten

7 Desember 2024   11:17 Diperbarui: 7 Desember 2024   17:49 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dinasti adalah sistem reproduksi kekuasaan yang primitif karena mengandalkan darah dan keturunan dari hanya bebarapa orang. Pengertian politik dinasti adalah proses mengarahkan regenerasi kekuasaan bagi kepentingan golongan tertentu untuk bertujuan mendapatkan atau mempertahankan kekuasaan disuatu negara.

Apakah wajar apabila jabatan seorang kepala pemerintahan diteruskan oleh istri, anak , atau kerabat dekatnya? Di negara kita sedang marak terjadi praktek penerusan kekuasaan pada orang-orang terdekat. 

Politik dinasti adalah fenomena politik munculnya calon dari lingkungan keluarga kepala pemerintahan yang sedang berkuasa. Dinasti politik yang dalam bahasa sederhana dapat diartikan sebagai sebuah rezim kekuasaan politik  atau aktor politik yang dijalankan secara turun-temurun atau dilakukan oleh salah keluarga ataupun kerabat dekat. 

Rezim politik ini terbentuk dikarenakan concern yang sangat tinggi antara anggota keluarga terhadap perpolitikan dan biasanya orientasi dinasti politik ini adalah kekuasaan. Dinasti politik merupakan sebuah serangkaian strategi manusia yang bertujuan untuk memperoleh kekuasaan, agar kekuasaan tersebut tetap berada di pihaknya dengan cara mewariskan kekuasaan yang sudah dimiliki kepada orang lain yang mempunyai hubungan keluarga dengan pemegang kekuasaan sebelumnya. 

Dalam sebuah lembaga politik, mereka yang masih mempunyai hubungan dekat dengan keluarga acap kali mendapatkan keistimewaan untuk menempati berbagai posisi penting dalam puncak hirarki kelembagaan organisasi.

Ada pula praktek dinasti politik dengan melakukan pemecahan kongsi kekuatan politik dalam keluarga, biasanya hal ini ditunjukan dengan salah satu anggota keluarga bergabung dengan partai lain untuk memperebutkan posisi politik seperti Bupati, Gubernur, bahkan Presiden sekali pun. Menurut Dosen ilmu politik Fisipol UGM, A.G.N. Ari Dwipayana, Tren politik keluarga itu sebagai gejala neopatrimonialistik. 

Benihnya sudah lama berakar secara tradisional, yakni berupa sistem patrimonial, yang mengutamakan regenerasi politik berdasarkan ikatan genealogis, ketimbang merit system, dalam menimbang prestasi. Menurutnya, kini disebut neopatrimonial, karena ada unsur patrimonial lama, tapi dengan strategi baru.

 " Dulu pewarisan ditunjuk langsung, sekarang lewat jalur politik prosedural." anak atau keluarga para elite masuk institusi yang disiapkan, yaitu partai politik. Oleh karena itu, patrimonialistik ini terselubung oleh jalur prosedural.

Beberapa pengamat menilai bahwa, Dinasti politik akan menumbuhkan oligarki politik dan iklim yang tidak kondusif bagi upaya regenerasi kepemimpinan politik dimana kekuasaan hanya berkutat atau dikuasai oleh orang-orang mempunyai pertalian kekerabatan atau berasal dari satu keluarga, tanpa memberikan celah kepada pihak lain untuk ikut berpartisipasi, disamping itu Politik dinasti akan berdampak buruk bagi akuntabilitas birokrasi dan pemerintahan, karena cenderung serakah dan rawan terjadinya praktek KKN. 

Dinasti politik di Indonesia sebenarnya adalah sebuah hal yang jarang sekali dibicarakan atau menjadi sebuah pembicaraan, padahal pada prakteknya dinasti politik secara sadar maupun tidak sadar sudah menjadi benih dalam perpolitikan di Indonesia sejak zaman kemerdekaan.

Di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, politik dinasti telah berlangsung selama lebih dari 25 tahun melalui dominasi kekuasaan keluarga suami-istri. Kekuatan politik keluarga ini bermula dari H. Sunarna, yang menjabat sebagai Bupati Klaten pada periode 1999-2009. Setelah masa jabatannya berakhir, kekuasaan tersebut diteruskan oleh istrinya, Sri Hartini, yang terpilih sebagai Bupati Klaten pada 2010 hingga 2015. 

Setelah Sri Hartini, istri H. Sunarna, menyelesaikan masa jabatannya sebagai Bupati Klaten pada 2015, politik dinasti keluarga ini terus berlanjut dengan terpilihnya Sri Mulyani, putri dari pasangan tersebut, sebagai Bupati Klaten pada 2021. Pemilihan Sri Mulyani melanjutkan tradisi kekuasaan yang telah dikuasai oleh keluarga ini selama lebih dari dua dekade, yang semakin memperkuat dominasi mereka di ranah politik lokal. 

Sri Mulyani, yang sebelumnya menjabat sebagai anggota DPRD Klaten, memperoleh dukungan besar dari partai politik yang memiliki kedekatan dengan keluarga ini. Dengan terpilihnya Sri Mulyani, praktik politik dinasti di Klaten semakin terlihat jelas, di mana kekuasaan tidak hanya dipertahankan oleh satu individu atau pasangan, tetapi juga diwariskan kepada generasi berikutnya dalam satu garis keturunan.

Dominasi politik keluarga ini memunculkan berbagai pro dan kontra di kalangan masyarakat. Beberapa pihak melihatnya sebagai bentuk kesinambungan pembangunan dan stabilitas politik, sementara yang lain mengkritik adanya kecenderungan terjadinya penguasaan politik secara tertutup yang menghalangi ruang bagi calon pemimpin baru yang lebih beragam. Kritik juga muncul terkait dengan potensi terjadinya praktek-praktek tidak sehat dalam pemerintahan, seperti korupsi dan nepotisme, yang seringkali menyertai politik dinasti. 

Meski demikian, kekuatan politik keluarga ini terus berjalan, bahkan berusaha untuk memperluas pengaruhnya melalui berbagai jalur dan institusi politik yang ada di Kabupaten Klaten, mempertegas adanya ketergantungan terhadap sistem patrimonial yang lebih mengutamakan hubungan kekerabatan ketimbang kompetensi atau prestasi dalam memilih pemimpin daerah.

Kekuasaan dinasti di Kabupaten Klaten bertahan begitu lama berkat kombinasi kontrol politik dan ekonomi yang kuat, jaringan patronase yang terbangun dengan baik, serta pencitraan sebagai pemimpin yang berkelanjutan. Namun, dampaknya terhadap masyarakat dan politik lokal sangat besar, dengan terbatasnya regenerasi kepemimpinan, meningkatnya oligarki politik, serta menurunnya akuntabilitas dan transparansi pemerintahan.

 Politik dinasti ini memperburuk kualitas demokrasi, menciptakan ketimpangan sosial, dan mendorong munculnya praktik KKN yang merugikan masyarakat. Oleh karena itu, tantangan utama bagi masyarakat Klaten dan negara secara umum adalah bagaimana menciptakan sistem politik yang lebih terbuka, kompetitif, dan adil, sehingga politik dinasti tidak lagi menjadi norma yang diterima dalam sistem pemerintahan lokal.

Politik dinasti suami-istri di kabupaten klaten ini di mulai sejak terpilih nya Haryanto Wibowo sebagai bupati kalten pada masa jabatan tahun 2000-2005. Lima tahun berlalu, pada 2005, Haryanto lengser dan posisinya kemudian digantikan Sunarna. Kader PDIP ini menjabat selama dua periode, 2005-2015, dengan wakil, salah satunya, Sri Hartini. Siapa Sri Hartini? Tak lain dan tak bukan adalah istri Haryanto. 

Ketika periode jabatan Sunarna habis, Sri Hartini naik ke tampuk kepemimpinan. Pada 2016, dia dilantik bersama Sri Mulyani, yang notabene istri dari Sunarna. Pasangan ini lantas menyabet gelar sebagai pasangan perempuan pertama yang memimpin daerah di Indonesia. Namun, masa edar Sri Hartini tak berlangsung lama. 

Akhir 2016, Sri Hartini dicokok KPK, lewat operasi tangkap tangan (OTT), dalam kasus korupsi jual beli jabatan. Sri Mulyani pun naik peringkat. Sampai 2020, dia mengelola Klaten secara mandiri, tanpa diiringi keberadaan wakil bupati. Tidak berhenti di situ, Sri Mulyani kembali mencalonkan diri dan terpilih dalam Pilkada Kabupaten Klaten 2020 bersama Yoga Hardaya sebagai wakilnya.

Berdasarkan sumber kekuasaannya, dalam konteks politik dinasti yang terjadi di Kabupaten Klaten, sejak kepemimpinan Haryanto Wibowo hingga Sri Mulyani, sudah dilakukan melalui prosedur yang sah (legitimate power).  Legitimate power merupakan kekuasaan yang didapat dari kedudukan atau posisi seseorang dalam suatu jabatan, baik melalui pengangkatan yang sah, maupun dengan prosedur yang jelas. 

Baik Haryanto, Sunarna, Sri Hartini, dan Sri Mulyani masing-masing mendapatkan jabatan Bupati setelah memenangkan suara untuk wilayah Kabupaten Klaten, melalui Pilkada serentak di seluruh wilayah Indonesia.

Keunikan dari politik dinasti di Klaten adalah kontensasi yang terjadi di internal partai politik, kususnya di DPC PDI-P Klaten. Proses yang terjadi di internal DPC PDI-P Klaten secara tidak langsung berpengaruh besar terhadap peta politik yang terjadi di klaten. Hal ini karena dominasi PDI-P yang sangat besae di klaten, tidak hanya di tatanan pilkada melainkan juga di tatanan legislatif. 

Dominasi ini membuat DPC PDI-P Klaten muncul sebagai resource atau sumberdaya politik yang sangat potensional bagi para politisi di klaten. Politik dinasti di klaten terjadi karena dominasi kedua keluarga dinasti terhadap DPC PDI-P klaten. Sebagai artai yang mendominasi klten, maka figure-figur yang di usung oleh PDI-P memiliki peluang yang besar untuk memenangkan polkada di klten. 

Politik dinasti justru pertama kali terjadi di level partai dan kemudian melebar ke level kepala daerah.

Dua keluarga yang menguasai politik dinasti di klaten, seperti yang terlihat pada Sri Hartini dan Sri Mulyani, mendapatkan dukungan dari masyarakat melalui hubungan personal yang erat dan kedekatan emosional yang terbangun selama bertahun-tahun. Masyarakat Klaten cenderung merasa terikat dengan figur-figur ini karena adanya faktor primordial, seperti kedekatan ras, suku, dan wilayah asal, yang menciptakan rasa kepercayaan dan loyalitas terhadap mereka. 

Selain itu, program-program yang ditawarkan oleh keluarga ini, seperti transparansi dalam pemerintahan, peningkatan partisipasi masyarakat melalui aplikasi Matur Ibu, serta kegiatan sambang warga dan ngopi bareng bupati, semakin memperkuat hubungan personal tersebut. Program-program ini memberikan ruang bagi masyarakat untuk lebih terlibat dan merasa dihargai, yang tentunya memperkuat dukungan terhadap pemimpin dari keluarga ini.

Namun, dominasi politik keluarga ini tidak terlepas dari pandangan positif maupun negatif di kalangan masyarakat. Secara positif, beberapa orang menganggap bahwa keluarga ini sudah terbukti memiliki kemampuan dalam mengelola pemerintahan dan membawa perubahan yang nyata bagi Kabupaten Klaten. Masyarakat melihat stabilitas dan kelanjutan program yang ada sebagai bukti keberhasilan kepemimpinan mereka. 

Di sisi lain, dominasi politik ini juga menimbulkan kekhawatiran tentang kurangnya regenerasi kepemimpinan dan potensi terjadinya praktik oligarki, di mana kekuasaan hanya terpusat pada satu keluarga atau kelompok tertentu. 

Hal ini bisa menghambat munculnya pemimpin baru dengan ide-ide segar, serta memperbesar risiko ketergantungan masyarakat pada pemimpin yang sama, tanpa adanya pilihan yang beragam. Dengan demikian, dominasi politik keluarga ini dilihat sebagai sesuatu yang membawa manfaat sekaligus tantangan bagi masyarakat Klaten.

Pola kekuasaan di Klaten tampaknya erat kaitannya dengan praktik korupsi yang dilakukan oleh para pejabatnya. Haryanto, misalnya, sempat menjadi tersangka dalam kasus korupsi pengadaan buku paket tahun ajaran 2003/2004 senilai Rp4,7 miliar, yang dilakukan tanpa proses tender sesuai aturan. Selain itu, dia juga terlibat dalam kasus penggunaan dana APBD untuk perjalanan dinas ke luar negeri. 

Tak hanya itu, Haryanto pernah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Negeri Klaten dalam kasus penjualan aset daerah dengan harga di bawah pasaran. Namun, kasus-kasus ini tak pernah mendapat keadilan, baik karena dihentikan atau dianggap bukan tindak pidana korupsi, dan akhirnya semuanya lenyap setelah Haryanto meninggal dunia.

Sri Hartini, istri Haryanto, juga terlibat dalam praktik korupsi, yang menyebabkan penangkapan dirinya oleh KPK. Ia terlibat dalam suap jabatan di SOTK dan pemotongan biaya dana bantuan keuangan desa di Klaten, yang totalnya mencapai sekitar Rp12 miliar. Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang menjatuhkan vonis 11 tahun penjara, lebih rendah dari tuntutan 12 tahun, serta denda Rp900 juta atau 10 bulan kurungan. 

Perilaku Sri Hartini membuka tabir buruknya tata kelola pemerintahan di Klaten. Menurut saksi Nina Puspitasari, mantan ajudannya, suap untuk promosi jabatan di Klaten dikenal sebagai "uang syukuran" dan sudah menjadi tradisi. 

Para ASN yang ingin naik jabatan atau golongan biasanya menemui Nina dan membawa sejumlah uang yang besarnya tergantung pada posisi yang ingin diduduki, dengan jabatan strategis seperti Dinas Pekerjaan Umum dan Bagian Perekonomian membutuhkan uang lebih banyak.

Sri Mulyani, yang juga pernah menjabat Bupati Klaten, tidak terhindar dari kritik. Salah satu kontroversinya adalah ketika dia membagikan motor Yamaha NMAX kepada 401 kepala desa dan lurah di Klaten. Selain itu, selama pandemi, ia juga terlibat dalam kampanye terselubung dengan memanfaatkan bantuan sosial untuk warga. Modusnya adalah menempelkan foto dirinya pada hand sanitizer yang disertai tulisan: "Hand sanitizer. 

Bantuan Bupati Klaten Ibu Hj. Sri Mulyani. Antiseptik." Namun, setelah gambar tersebut dilepas, terlihat bahwa bantuan tersebut sebenarnya berasal dari Kementerian Sosial. Dinasti politik yang ada di Klaten, tidak bisa dimungkiri, merupakan efek dari demokratisasi. Eksistensinya tak dapat ditepikan sebab sistem elektoral Indonesia pasca-Orde Baru membuka pintu kesempatan bagi semua orang selama memenuhi syarat untuk berpartisipasi dalam ajang politik praktis.

Persoalannya, keberadaan dinasi politik turut melemahkan proses check and balance dalam pemerintahan. Lemahnya pengawasan, karena penguasaan sumber daya berada di tangan mereka, lantas menuntun pada praktik-praktik culas: manipulasi, suap, hingga korupsi. 

Terpilihnya Sri Hartini dan Sri Mulyani pada Pilkada 2015 dan kembali terpilihnya kembali Sri Mulyani pada Pilkada 2020, memperlihatkan masyarakat Kabupaten Klaten ternyata masih berorientasi pada ikatan-ikatan primordial.

 Dengan artian bahwa masyarakat Klaten memiliki kecenderungan menjadi pengikut bagi orang-orang yang mereka percaya memiliki kemampuan mumpuni, karena masih segaris dengan keturunan kepala daerah sebelumnya. Paham primordial mengarah pada perilaku memilih yang prefer terhadap calon dari keluarga kalangan petahana sehingga regenerasi rezim kepemimpinan hanya seputar pada satu lingkungan keluarga tertentu.

Meskipun terkait erat dengan praktik politik dinasti, kinerja Bupati Sri Mulyani terbilang cukup mengesankan. Selama masa jabatannya sebagai Bupati Klaten, beliau berhasil meraih 61 penghargaan, yang mencerminkan dedikasi dan kemampuannya dalam menjalankan pemerintahan. Salah satu penghargaan yang diterimanya adalah Anugerah Parahita Ekapraya, yang diberikan atas kontribusinya terhadap isu kesetaraan gender. 

Selain itu, Bupati Sri Mulyani juga dianugerahi penghargaan oleh Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, setelah berhasil memenangkan Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik dengan program *Titip Bandaku*. Program ini bertujuan membantu masyarakat Kabupaten Klaten dalam menyimpan arsip-arsip mereka secara aman, sebagai langkah preventif mengingat daerah tersebut rawan bencana.

Mengenai politik dinasti, perdebatan mengenai keefektifannya memang sering menjadi sorotan. Politik dinasti bisa dianggap seperti dua sisi mata pisau. Di satu sisi, ia sering kali dianggap bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi, karena cenderung membatasi ruang bagi keterlibatan masyarakat dalam politik yang lebih terbuka.

 Namun, di sisi lain, tidak ada larangan bagi anggota keluarga politik dinasti untuk terlibat dalam dunia politik dan mencalonkan diri sebagai pemimpin. Setiap warga negara, tanpa terkecuali, memiliki hak politik yang sama, baik untuk memilih maupun dipilih.

Menurut pandangan saya, kemungkinan munculnya generasi baru yang menantang kekuasaan politik keluarga di Klaten atau adanya perubahan kebijakan yang dapat mengurangi dominasi dinasti politik sangat mungkin terjadi, meskipun memerlukan waktu dan usaha yang cukup besar. 

Generasi baru yang kritis terhadap dominasi politik keluarga ini dapat muncul terutama di kalangan politisi muda yang memiliki visi pemerintahan yang lebih progresif dan berbasis pada meritokrasi. 

Dengan semakin terbukanya informasi dan kesadaran masyarakat tentang pentingnya keberagaman dalam kepemimpinan, politisi muda yang memiliki kompetensi dan integritas yang kuat dapat memanfaatkan momentum ini untuk menantang struktur kekuasaan yang sudah mapan. Namun, tantangan besar yang mereka hadapi adalah keberadaan basis massa yang sudah terbangun selama bertahun-tahun dan hubungan kuat antara politik keluarga dengan masyarakat. 

Di sisi lain, perubahan kebijakan yang dapat mengurangi dominasi dinasti politik juga memungkinkan, salah satunya dengan mengimplementasikan regulasi yang membatasi keterlibatan anggota keluarga dalam jabatan politik atau pemerintahan. Kebijakan yang mendorong transparansi dalam proses pencalonan dan sistem pemilihan yang lebih adil dapat memberikan kesempatan yang lebih luas bagi calon pemimpin dari berbagai latar belakang, bukan hanya dari keluarga politik tertentu. 

Namun, perubahan ini membutuhkan dukungan luas dari masyarakat, partai politik, dan lembaga pemerintahan yang dapat menjalankannya dengan efektif. Secara keseluruhan, meskipun dominasi politik dinasti di Klaten masih kuat, munculnya generasi baru yang berani menantang dan kebijakan yang lebih inklusif dapat membuka peluang untuk menciptakan iklim politik yang lebih demokratis dan beragam di masa depan.

Berikut adalah beberapa faktor penyebab disertai solusi dari berbagai perspektif ilmu sosial:

  • Perspektif Sosiologi

Faktor Penyebab:

Struktur Sosial yang Tertutup: Dinasti politik seringkali berkembang di masyarakat dengan struktur sosial yang tertutup atau kurang terbuka terhadap perubahan. Dalam konteks Klaten, adanya hubungan kekerabatan yang kuat antara pasangan suami istri yang memegang kekuasaan bisa menciptakan pola pewarisan kekuasaan yang tidak terbuka untuk individu lain.

Kepatuhan Tradisional: Masyarakat mungkin sangat menghormati nilai-nilai tradisional atau hierarki keluarga yang menganggap bahwa kekuasaan bisa diwariskan kepada pasangan atau keturunan, tanpa melihat kinerja atau kemampuan mereka.

Solusi:

Pendidikan Kesadaran Sosial: Meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya demokrasi dan partisipasi politik yang adil, melalui pendidikan yang mengajarkan nilai-nilai pluralisme dan kesetaraan.

Pemberdayaan Komunitas Lokal: Mengembangkan peran serta komunitas dalam proses politik lokal agar mereka tidak terperangkap dalam pola hierarki yang sempit.

  • Perspektif Politik

Faktor Penyebab:

Keberlanjutan Kekuasaan: Dinasti politik suami istri bisa terjadi ketika ada ketidaksetaraan dalam akses terhadap kekuasaan politik. Suami istri yang memegang jabatan politik berpotensi menggunakan kekuasaannya untuk saling mendukung, memperpanjang masa jabatan, dan membatasi partisipasi orang luar dalam sistem politik.

Kekuasaan Politik yang Sentralistik: Ketika kekuasaan politik sangat terpusat di tangan satu atau dua individu dalam sebuah keluarga, ini menghambat lahirnya pemimpin-pemimpin baru yang berasal dari kalangan yang lebih luas.

Solusi:

Reformasi Demokrasi dan Transparansi: Memperkenalkan mekanisme transparansi dan akuntabilitas yang lebih ketat untuk mencegah praktik dinasti politik, seperti pembatasan durasi jabatan dan mendorong sistem pemilu yang lebih terbuka.

Penguatan Partisipasi Publik: Memberikan ruang yang lebih besar bagi masyarakat untuk terlibat dalam politik, baik melalui partai politik atau lembaga-lembaga yang lebih lokal, untuk menciptakan pemimpin yang lebih beragam dan representatif.

Peningkatan Pendidikan Politik : Upaya sosialisasi mengenai pengetahuan dasar politik terhadap masyarakat lokal yang masih sangat awam dengan dunia politik.

  • Perspektif Ekonomi

Faktor Penyebab:

Akses Ekonomi yang Terpusat: Kekuasaan politik yang terpusat dalam keluarga tertentu sering kali diikuti oleh kontrol terhadap sumber daya ekonomi. Pasangan suami istri yang memegang posisi politik dapat memanfaatkan jabatan mereka untuk memperoleh keuntungan ekonomi, baik untuk keluarga mereka atau kelompok tertentu.

Ketergantungan Ekonomi Masyarakat: Di daerah dengan ketergantungan ekonomi yang tinggi pada pemerintahan lokal, masyarakat mungkin merasa sulit untuk menentang dinasti politik karena takut kehilangan akses terhadap bantuan sosial atau peluang ekonomi lainnya.

 Solusi:

 Diversifikasi Sumber Ekonomi: Memastikan bahwa sumber daya ekonomi tidak terpusat pada satu kelompok atau individu. Ini bisa dilakukan dengan membangun sektor ekonomi lokal yang lebih beragam dan memberdayakan masyarakat untuk memiliki akses yang lebih adil terhadap peluang ekonomi.

Peningkatan Kesejahteraan Ekonomi Masyarakat: Memberikan akses yang lebih luas kepada masyarakat terhadap program-program ekonomi yang lebih merata, seperti pelatihan keterampilan, pemberdayaan usaha kecil, dan pemberian modal untuk usaha lokal.

  • Perspektif Hukum

Faktor Penyebab:

Kelemahan Penegakan Hukum: Dalam beberapa kasus, dinasti politik bisa terjaga karena lemahnya penegakan hukum terhadap pelanggaran-pelanggaran politik atau ekonomi yang dilakukan oleh individu dalam keluarga tersebut. Korupsi atau manipulasi politik bisa terjadi jika hukum tidak ditegakkan dengan tegas.

Solusi:

Reformasi Hukum dan Penegakan Hukum yang Kuat: Memperkuat sistem hukum yang ada, dengan memberikan penegakan hukum yang adil dan tegas terhadap siapa pun yang terlibat dalam penyalahgunaan kekuasaan, termasuk yang terkait dengan dinasti politik.

  • Perspektif Psikologi Sosial

Faktor Penyebab:

Motivasi Kekuasaan dan Pengaruh: Dinasti politik seringkali juga dipengaruhi oleh keinginan untuk mempertahankan kekuasaan dan pengaruh di dalam keluarga. Hubungan antara pasangan suami istri yang memiliki tujuan bersama untuk mempertahankan kontrol politik dapat mempengaruhi pengambilan keputusan dan kebijakan.

Solusi:

Pendekatan Psikologis dalam Pemimpin: Meningkatkan pemahaman tentang dinamika kekuasaan dalam keluarga melalui pelatihan kepemimpinan yang berbasis pada etika dan tanggung jawab sosial, sehingga pemimpin tidak hanya terfokus pada kekuasaan, tetapi pada pelayanan kepada masyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun