Mohon tunggu...
Yusuf Senopati Riyanto
Yusuf Senopati Riyanto Mohon Tunggu... Lainnya - Shut up and dance with me
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Saat ini sebagai buruh di perusahaan milik Negara.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Hilirisasi Nikel? Lhoh Kok ?

29 Januari 2023   11:15 Diperbarui: 29 Januari 2023   11:18 326
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: Unsplash

Proyek HPAL (High Pressure Acid Leaching ; merupakan pengolahan dan pemurnian nikel ) akan memakan waktu empat hingga lima tahun untuk meningkatkan kapasitas hingga 80 persen.

Kita Indonesia(INA).

Kita memiliki cadangan bijih nikel terbesar di dunia. Hampir seperempat cadangan nikel dunia berada di dalam perut bumi Kita Republik Indonesia. 

Seperti kita ketahui melalui data statista.com/statistics/.. Produksi bijih nikel Indonesia mengalami peningkatan sangat tajam pada periode tahun 2012 dan 2013 akibat rencana pemerintah akan melarang ekspor bijih mineral mulai tahun 2014.

Oleh sebab itulah produksi pada tahun 2014-2016 jeblok, disebabkan belum siapnya  fasilitas pengolahnya. Tidak terjadi ekspor selama periode tahun 2015-2016. Pemerintah melakukan pelonggaran ketentuan larangan ekspor sehingga ada realisasi ekspor bijih dan konsentrat nikel (HS 2604) sebanyak 4,9 juta ton pada tahun 2017, 19,8 juta ton tahun 2018, dan 32,4 juta ton di tahun 2019.

Larangan ekspor bijih nikel kembali diberlakukan mulai /per 1 Januari 2020, dipercepat dari yang tadinya akan ditetapkan pada tahun 2022. Gonta-ganti kebijakan larangan ekspor ini tentu saja berdampak terhadap perusahaan penambang nasional yang sudah mulai bersiap diri membangun fasilitas smelter.

Inilah yang menyebabkan perusahaan-perusahaan smelter asal negara China yang paling siap memanfaatkan peluang bisnis dari bijih nikel tersebut.

 Akibat larangan ekspor tadi, dan tidak konsistennya pemerintah terhadap hasil tambang Kita, dalam hal ini Nikel khusunya maka harga bijih nikel domestik jeblok,sejebloknya, akibat tadi larangan ekspor. Perusahaan smelter asal Negara China leluasa membeli bijih nikel dengan harga hanya sekitar separuh dari harga internasional.

Perusahaan smelter dari China kian berbondong-bondong datang ke Indonesia(INA) sekaligus dengan membawa Sumber daya Manusia (SDM) nya yang bukan hanya para ahli pertambangannya tetapi SDM "tidak terdidik" pun ikut serta "bedol desa". Karena mereka (China) menikmati fasilitas luar biasa dari pemerintah saat ini , mulai dari tax holiday, tidak adanya pajak ekspor, tidak bayar pajak pertambahan nilai, dan itu tadi , boleh membawa, ikut serta SDM "tidak terdidik" sekalipun. Tanpa adanya pungutan 100 dollar uncle Sam per bulan bagi pekerja asing.

Mereka,perusahaan asal China tersebut bebas mengimpor apa saja yang mereka butuhkan. Perusahaan asal China tersebut tidak pula harus membayar royalti tambang mineral dalam hal ini nikel dan hasil turunannya. Mereka bebas menentukan surveyor dan trader yang bertindak sebagai penentu pasar dan harga, serta  pembeli yang terbatas (oligopsoni) menghadapi pemasok bijih nikel. Dan menjadi ironi adalah bahwa semua fasilitas itu, perusahaan asal China tersebut  tidak nikmati di negara asalnya.

Mungkin, Pidato Mr President Jokowi ada benarnya bahwa kita telah berhasil mengolah bijih nikel menjadi ferro nikel, lembaran baja dan stainless steel slab.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun