Mohon tunggu...
Yusuf Senopati Riyanto
Yusuf Senopati Riyanto Mohon Tunggu... Lainnya - Shut up and dance with me
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Saat ini sebagai buruh di perusahaan milik Negara.

Selanjutnya

Tutup

Money

Sebuah Pernyataan Negatif Soal Ekonomi

6 Desember 2022   05:14 Diperbarui: 6 Desember 2022   05:23 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Desember ini harusnya menjadi kabar bahagia bagi masyarakat Indonesia. Di saat ekonomi dunia sulit dan banyak negara jatuh ke jurang resesi, Indonesia berhasil menorehkan hasil yang cemerlang. Itu Harapan sesungguhnya Masyarakat Indonesia (INA) seperti dalam lagu Pok Ame Ame Belalang Kupu-kupu., By Koes Bersaudara, transformasi menjadi Koes Plus.

Lihat saja laporan Badan Pusat Statistik (BPS) yang baru saja diumumkan, pada November 2022. Selama kuartal III-2022, pertumbuhan ekonomi Indonesia menembus 5,72% (year on year/yoy). Jika menghilangkan periode anomali pada kuartal II-2021, pertumbuhan ekonomi kuartal III-2022 adalah yang tertinggi sejak kuartal IV-2012 atau dalam 10 tahun terakhir, di mana ekonomi Indonesia tumbuh 5,87%...Apakah benar adanya demikian ?. Pun hal ini terjadi di Negara jiran Malaysia.

Mari kita lihat, untuk Malaysia sebagian besar hal ini terjadi akibat efek statistik semata ?, dimana pada kuartal yang sama 2021 lalu, Malaysia tidak tumbuh dan malah kontraksi alias minus 4,5%. Ini mengakibatkan, pertambahan aktivitas ekonomi yang tak seberapa pada kuartal III tahun ini mampu memicu angka besar laju pertumbuhan ekonomi Malaysia. Mungkinkah efek statistik jugalah yang seolah mengakibatkan "seolah-olah' Indonesia tumbuh hingga mencapai kisaran 5% ?.  Pada dasarnya, struktur ekonomi Indoneisa dan negara Malaysia ini sama, dimana konsumsi dan ekspor menjadi penopang utama laju pertumbuhan. Kedua negara sama-sama menikmati booming harga komoditas, khususnya minyak kelapa sawit.

Gubernur Bank Negara Malaysia Nor Shamsiah Mohd Yunus mengatakan melesatnya pertumbuhan ekonomi Malaysia didorong oleh meningkatnya permintaan domestik dan ekspor yang kuat.

"Ekspor tetap didukung oleh permintaan yang kuat. Pemulihan pariwisata memberikan dukungan lebih lanjut untuk kegiatan ekonomi. Secara sektoral, sektor jasa dan manufaktur terus mendorong pertumbuhan," kata Bank Negara Malaysia dalam pernyataannya, Jumat (11/11/2022).

Kembali Ke INA.

Kembali ke kita Indonesia(INA). Sebuah Narasi, pencapaian akan perkembangan, pertumbuhan Bangsa adalah dengan data sebenar nya tata kelola yang benar sisi BUMN termasuk di dalam nya. Bukan dengan seolah-olah, ketidak benaran serta basa-basi politik belaka hanya demi untuk pencitraan yang tidak berujung dan tidak merasakan apa yang masyarakat rakyat mayoritas rasakan. Alias tidak peka. Apabila benar pencapaian pertumbuhan ekonomi seperti apa yang "digembar-gemborkan" maka tidak ada pernyataan baik dari Mr President Jokowi dan dari Menteri Keuangan yang menakut-nakuti masyarakat, rakyat Indonesia. 

Kita ketahui pada Juli 2022, berdasarkan catatan Kementerian Keuangan, utang Negara INA  telah tembus di angka Rp7.163,12 triliun, atau setara dengan 39,56 persen produk domestik bruto (PDB). Kita belum membicarakan PDB /per kapita. Padahal kalau saja kita mau membandingkan, atau mundur sedikit lah ke antero Tahun 2011-2012 dan 2013, pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di angka 6, 81 persen; 6,44 (2011); 6,19 persen (2012); 5,56 persen (2013). 

Saat ini yang nyata kita melihat adalah "tumbuh dan berkembang" Utang Negara Republik Indonesia. Masih ingat kan kita masyarakat, rakyat INA pada periode 13 November 2016 ketika Mr President Jokowi berpidato di acara Rapimnas salah satu Partai Politik, beliau mengklaim  pertumbuhan ekonomi Indonesia tumbuh tertinggi ketiga di Dunia setelah China dan India. Ruarr biasa bukan ?., Saat itu, diakhir tahun 2016, kemudian Mr President Jokowi mengulanginya kembali sebanyak beberapa kali di pidatonya pada periode tahun 2017. Pertama pada antero Februari 2017, kembali pada  acara salah satu Partai Politik, dan ?, masih belum menuai polemik.

Menuai Polemik.

Masalah baru timbul ketika Mr President Jokowi mengulangi kembali klaimnya tersebut di luar negeri, saat acara forum bisnis Indonesia-Hongkong bulan Mei 2017, klaim Mr President Jokowi digugat oleh Jurnalis Asing. Jurnalis Ekonom di South China Morning Post Jake Van Der Kemp., Ia menulis di media South China Morning Post (2/5/2017), yang intinya mempermalukan Jokowi dengan klaim "bodoh"-nya tersebut. Karena, menurut Jake, untuk di Asia saja, pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di peringkat ke-13. Sindir Jake, "Ketiga di Dunia, benarkah? Dunia apakah itu?"

Akhirnya ramai-ramai pejabat Indonesia, memberikan klarifikasi, bahwa yang dimaksud oleh Jokowi sebenarnya adalah pertumbuhan ekonomi Indonesia tertinggi ketiga di antara negara-negara G-20. Kemudian, seperti hendak mengobati malu, sepanjang tahun 2017 tersebut, dalam berbagai pidatonya di berbagai kesempatan, Mr President Jokowi terus menerus membanggakan perbandingan pertumbuhan ekonomi Indonesia di antara 20 negara dengan perekonomian terbesar tersebut. Sampai dengan bulan Februari 2018, dan ? , masih ada pejabat Kementerian Keuangan yang membanggakan perbandingan tersebut.

Kita ; Maju-Mundur Akibat Salah Kaprah ?

Kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi 3 September 2022 lalu berimbas terhadap naiknya harga beras di Indonesia. Terjadi akibat dari dampak kenaikan harga BBM bersubsidi, juga terhadap tanaman pangan, terutama hasil pertanian seperti padi, palawija.

Berkaitan tali bersambung (bukan tali kasih) dengan ongkos produksi seperti transportasi angkut, upah buruh, panen tanam, bajak, hingga harga gabah yang dijual petani mengalami peningkatan, maka,

kendati demikian, harga tanaman pangan yang naik juga disebabkan karena adanya efek, akibat musiman. Namun dibandingkan dengan bulan yang sama tahun 2021, produk, hasil pertanian sebelum adanya kenaikan BBM tidak terjadi kenaikan harga.

Kemudian, meski mengalami penurunan harga , harga gabah kering giling (GKG) di tingkat petani pada November 2022 sebesar Rp 5.785/kg turun atau -1,79% secara mtm , namun harga gabah kering giling mengalami kenaikan 14,32 secara yoy. Adapun perkembangan rata-rata harga beras di penggilingan, grosir, dan eceran, BPS mencatatkan naik, baik secara bulanan ataupun tahunan. Nah ?.Tanya ?., Apa Ini ? Apa Itu?

Secara rinci, rata-rata harga beras di penggilingan pada November 2022 sebesar Rp 10.245/kg atau naik 0,85% dari bulan sebelumnya yang masih pada harga Rp 10.158/kg. Dibandingkan dengan November 2021 (yoy), beras di penggilingan pada November 2022 naik 10,78%.

Kemudian, rata-rata harga beras grosir pada November 2022 sebesar Rp 11.012/kg atau naik 0,6% dibandingkan dengan harga bulan sebelumnya yang hanya mencapai Rp 10.947/kg. Jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, naik 6,14%. Ini Beras. Gimana dengan makanan ringan ?,makanan kudapan ?, yang peritilan lainnya ?... Bukan Main. Bukan Mainan yang Murah-Meriah. Belum dari sektor minuman komsumsi.

Adapun, rata-rata untuk beras eceran pada November 2022, BPS mencatat harganya mencapai Rp 11.877/kg. Mengalami kenaikan sebesar 0,37% jika dibandingkan bulan sebelumnya atau 4,18% jika dibandingkan dengan November 2021.

Demikian juga terjadi terhadap beberapa komoditas pangan lainnya cenderung mengalami kenaikan harga konsumen. Terpicu oleh harga produsen seperti telur ayam ras, terjadi akibat belum optimalnya produksi atau transportasi antar daerah, yang untuk transportasi terdampak akibat kenaikan harga BBM dari akhir dini yang terjadi di telur ayam ras. Itu baru dari beras dan telur ayam ras.,Belum daging ayam dan daging sapi serta dari consumer goods lainnya termasuk Cabe.

Sikap Pemerintah 

Keheranan kita masyarakat, rakyat INA dengan sikap Pemerintahan Mr President Jokowi terus terjadi di tengah masyarakat yang sedang berjuang menurunkan harga BBM agar semua kebutuhan hidup tidak ikut naik, dan membatalkan kenaikan harga BBM subsidi tersebut., Pemerintah malahan tunjukkan kepada rakyat yang sudah susah ini bahwa Pemerintahan Mr President Jokowi memiliki kelebihan banyak sekali uang dengan cara mengubah penerapan mobil listrik. Lagi, rakyat INA yang menanggung "kemewahan mereka". Tanya ?. Apa Ini?., Apa Itu?.

Mr President Jokowi dan jajaran Pemerintah saat ini lebih senang apabila memberikan pernyataan negatif mengenai ekonomi. Mr Presiden Jokowi justru menyebarkan narasi ketakutan?. Demikian juga halnya dengan Menteri Keuangan membandingkan dengan Negara adikuasa,adidaya, politik diidentikkan dengan kebohongan ?. Filsuf Hannah Arendt dalam artikelnya dengan judul Truth and Politics pada tahun 1967, Hannah Arendt juga menyinggung dan menulis persoalan ini.,"Tidak ada yang pernah meragukan bahwa kebenaran dan politik memiliki hubungan yang agak buruk satu sama lain."

Hannah Arendt ; "Kebohongan selalu dianggap sebagai alat penting dan dibenarkan, tidak hanya untuk politisi dan demagog, melainkan juga sebagai keahlian seorang negarawan."

Kesimpulannya ; Hannah Arendt seperti menunjukkan kesedihan dan kekalahan. "Melihat politik dari perspektif kebenaran, seperti yang telah saya lakukan di sini, berarti mengambil sikap di luar ranah politik," begitu kesimpulannya.

 Keanehan?

Apa yang ditegaskan Hannah Arendt pada tahun 1967, membuat kita bertanya-tanya, bahkan masyarakat, rakyat hingga terheran-heran dengan berbagai pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Menteri Keuangan akhir-akhir ini.

Apabila kita masyarakat rakyat INA dapat perhatikan secara terbuka dan berkala, berbagai pernyataan negatif seputar ekonomi dan membandingkan INA dengan Negara adidaya, adikuasa justru dihamparkan ke hadapan publik. Bukan solusi apakah yang akan diperbuat Mr President dan Minister of Finance  dan kemudian dihamparkan ke hadapan publik.

 Masih ingat bukan ?., Kita pada 5 Agustus 2022, misalnya, Presiden Jokowi menyebut 66 negara diprediksi akan ambruk ekonominya.

Pun pada Ultah ke-19 Persatuan Purnawirawan TNI Angkatan Darat. Mr President Jokowi mengatakan pula soal ancaman kelaparan di depan mata, dengan menyebut sudah ada 320 juta orang di seluruh dunia yang berada dalam kondisi kelaparan akut.

Pidato tersebut menjadi menarik karena tidak hanya diungkap satu kali, melainkan kembali diulang di Sidang Tahunan MPR RI pada 16 Agustus dan Pembukaan Rapat Koordinasi Nasional Pengendalian Inflasi 2022 pada 18 Agustus.

Pertanyaan ?

Kita melihat sejak mengenai penanganan pandemi Covid-19.

Marc Siegel dalam tulisannya Covid-19 facts obscured by the politics of fear, menjelaskan istilah menarik yang dapat kita refleksikan. Dalam pandangan Siegel, ada agenda menciptakan politics of fear (politik ketakutan) dengan memanfaatkan pandemi Covid-19. Dan ?, untuk apa politics of fear berusaha diciptakan ?.

Tingkat penularan Covid-19 yang tinggi menjadikannya sebagai justifikasi kuat bagi pemerintah untuk menempatkan berbagai CCTV, membatasi kebebasan dan hak privasi warga negara, hingga mengeluarkan aparat keamanan.

Di INA, apa yang menjadi penjelasan Siegel dapat jelas terlihat. Terjadi berbagai perluasan kekuasaan dan peningkatan penerimaan masyarakat atas itu. Perluasan kekuasaan misalnya terlihat jelas pada pembentukan Peraturan Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).

Perppu yang sudah ditetapkan menjadi Undang-undang (UU) 2 Tahun 2020 itu menjadi perhatian serius karena adanya Pasal 27 yang menyebut segala bentuk alokasi anggaran yang dilakukan oleh Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) tidak dapat dinilai sebagai kerugian negara.

Penerbitan Perppu yang telah menjadi UU tersebut, apakah sebagai kepentingan oligarki ?, juga merupakan sabotase konstitusi ?. Tanya ?., Apa Ini ?, Apa Itu ?.

 Khawatir ?., Kenapa Kok Lucu ?., Atau ?

Khawatir bila masyarakat Indonesia belum bisa makmur saat merayakan 100 tahun kemerdekaan RI di 2045. Sebab, di masa itu, jumlah populasi diproyeksikan akan meledak menjadi 350 juta dari saat ini sekitar 270 juta. Ke khawatiran yang disampaikan oleh Menteri Keuangan.  

Apabila ke khawatiran Pemerintah terhadap Demand for health( Permintaan akan Kesehatan) akan beda dan diproyeksikan, maka dari itu seharusnya Pemerintah saat ini mengedepankan keadaan sesungguhnya, ikut merasakan apa yang masyarakat, rakyat INA rasakan khususnya setelah berbagai keputusan kebijakan Pemerintah yang sama sekali tidak berpihak kepada masyarakat Rakyat INA. Seperti juga yang telah disampaikan oleh Gareth Leather dari Capital Economics Ltd. Sebuah lembaga penelitian ekonomi di London, Inggris Raya, yang menyatakan keraguan atas akurasi data dan statistik resmi pemerintah mengenai tingkat pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) pada tahun 2018. Bahkan, berdasarkan data yang dimilikinya, performa ekonomi Indonesia tiap bulannya telah menurun secara tajam.

Bagaimana dengan Di Tahun-tahun berikutnya 2019,2020 dan 2022 ?. Sebuah Harapan bahwa Pemerintah yang tangguh dan berdaya-upaya sungguh-sungguh dalam menangani Negara dan Bangsa dengan apa adanya atas Kepentingan Masyarakat, Rakyat Indonesia. Bukan Kepentingan sesaat dan Menyengsarakan Masyarakt,Rakyat Indonesia.

Apa yang Ingin Disampaikan.

Pertumbuhan ekonomi menjadi salah satu indikator yang amat sangat penting dalam melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara. Oleh sebab itu alangkah bijak Pemerintah,apabila ingin melakukan perbandingan, gunakanlah indikator yang jelas, dan sebagai Negara pembanding nya adalah Negara yang memiliki  pendapatan /per kapita masyarakatnya,rakyatnya tidak terlalu jauh dari Negara yang kita cintai ini. Republik Indonesia. Sebuah Narasi, pencapaian akan perkembangan, pertumbuhan Bangsa adalah dengan data sebenar nya tidak, bukan Manipulatif , tata kelola yang benar sisi BUMN termasuk di dalam nya. Bukan dengan seolah-olah, ketidak benaran serta basa-basi politik belaka hanya demi untuk pencitraan yang tidak berujung dan tidak merasakan apa yang masyarakat rakyat mayoritas rasakan.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia disokong dari peningkatan kinerja di berbagai sektor. Dari sisi pengeluaran, konsumsi rumah tangga tumbuh sebesar (5,51%) didukung dengan kinerja baik ekspor (19,74%), semoga. Dari sisi sektoral, transportasi pergudangan dengan pertumbuhan tertinggi (21,27%) dan akomodasi makanan-minuman (9,76%), semoga pula. Seiring pulihnya mobilitas masyarakat akibat penanganan pandemi yang baik dan terkendali (seharusnya demikian). Semoga.. Tetap terang benderang dan makmur sejahtera Maju Bangsa dan Negaraku Indonesia.... Aamiin. Salam Indonesia Raya.

Yusuf Senopati Riyanto.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun