Perubahan demi perubahan atau amandemen pada konstitusi kita, Undang-undang Dasar Republik Indonesia 1945 telah mengalami beberapa fase perubahan , termasuk pasca reformasi 1998.
Sejak konstitusi pertama kali disahkan oleh BPUPKI, kemudian diganti dengan konstitusi versi PPKI hingga konstitusi Dekrit Presiden 1959 yang diubah dalam empat tahap pada kurun waktu 1999-2002, senantiasa dibarengi dengan suatu momentum.
Berbagai perubahan tersebut mengatur mekanisme penyelenggaraan ketatanegaraan, yang terkait dengan hubungan antar kekuasaan lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif secara berimbang. seharusnya demikian.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah nama resmi UUD 1945 yang telah diamandemen pada tahun 1999-2002. Sesungguhnya UUD 1945 ini belum berapa lama diamandemen, namun pada tahun 2007, suara untuk melakukan perubahan atas UUD 1945 kembali mengemuka. Dipelopori oleh anggota DPD yang menuntut penambahan kewenangan. Penuntutan akan perubahan UUD1945 oleh DPD bertujuan agar memiliki otoritas dalam pembentukan undang-undang. Suara yang diusung oleh DPD tersebut akhirnya kandas karena tidak mendapat dukungan 1/3 anggota MPR.Â
Konstitusi pertama adalah Hukum Dasar yang disahkan oleh BPUPKI. Kemudian pada 18 Agustus 1945 satu hari setelah pernyataan Kemerdekaan, PPKI membentuk undang-undang dasar, yang diberi nama Undang-Undang Dasar Republik Indonesia (kemudian dikenal dengan sebutan UUD 1945). Pada tahun 1949, UUD 1945 diganti dengan Konstitusi RIS, dan satu tahun kemudian diganti oleh UUD Sementara (UUDS 1950). Beberapa tahun kemudian UUDS 1950 diganti oleh UUD 1945 melalui keputusan Presiden yang dikenal dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Demikian, konstitusi Indonesia yang berlaku hingga saat ini.
Berikut diambil,kutip,sadur dari tulisan Dr.Taufiqurrohman Syah, SH,MH, , Lektor Kepala HTN Unib. Dengan judul "AMANDEMEN UUD NEGARA RI TAHUN 1945 MENGHASILKAN SISTEM CHECKS AND BALANCES LEMBAGA NEGARA". Pokok-pokok Ketentuan Hukum Hasil Amendemen Apabila dilihat dari segi substansi materinya secara keseluruhan, maka Perubahan UUD 1945 ini dapat dikelompokan ke dalam tiga macam, yaitu: 1) penghapusan atau pencabutan beberapa ketentuan; 2) menambah ketentuan atau lembaga baru; dan 3) modifikasi terhadap ketentuan atau lembaga lama. 1. Ketentuan yang dicabut Beberapa ketentuan hukum yang dicabut oleh Perubahan UUD 1945 antara lain: 12Pasal 16 Perubahan Keempat UUD 1945 berbunyi: "Presiden membentuk suatu dewan pertimbangan yang bertugas memberikan nasehat dan pertimbangan kepada Presiden, yang selanjutnya diatur dalam undang-undang".Â
Taufiqurrohman Syah, Amandemen 2009 4 (1) Kekuasaan MPR sebagai lembaga tertinggi negara dengan kewenangan meminta pertanggungjawaban presiden dan penyusunan Garis Besar Haluan Negara13. Dengan pencabutan kekuasaan ini posisi MPR bukan lagi sebagai lembaga tertinggi negara, tetapi sebagai lembaga tinggi negara yang kedudukannya sejajar dengan lembaga tinggi lainnya seperti Presiden, Mahkamah Agung, dan Dewan Perwakilan Rakyat. (2) Kekuasaan Presiden yang menyangkut pembentukan Undang-undang. Kekuasaan pembentukan undang-undang ini berdasarkan Pasal 20 Perubahan pertama UUD 1945, tidak lagi dipegang Presiden, melainkan dipegang oleh Dewan Perwakilan Rakyat.Â
Demikian juga kewenangan Presiden dalam hal pengangkatan dan penerimaan duta negara lain serta pemberian amnesti dan abolisi. Kewenangan-kewenangan tersebut tidak lagi merupakan hak prerogratif Presiden, tetapi harus atas pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat14 . (3) Penjelasan UUD 1945. Sebenarnya secara eksplisit tidak ada ketentuan yang mengatur tentang keberlakuan Penjelasan dalam pasal-pasal UUD 1945.Â
Namun secara de fakto Penjelasan itu sudah ada setelah enam bulan pengesahan Undang Undang Dasar tersebut oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia tanggal 18 Agustus 1945 dan secara resmi dicantumkan dalam lampiran Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang memberlakukan kembali UUD 1945. Oleh karena itu, Pasal yang meniadakan Penjelasan itu juga tidak secara langsung menyebutkan bahwa Penjelasan dicabut15 . Jadi rumusan pasal itu sangat tepat.
Apa yang jadi masalah Dalam Hal Ini ?Â
Pikiran dan dorongan untuk mewujudkan pasal 33 UUD 1945  seharusnya tetap selalu kita kumandangkan agar dalam mewujudkan pasal 33 UUD 1945 dapat terlaksana. Kemudian apa yang menjadi masalah dalam hal ini ?. Menjadi masalah dalam hal ini bahwa langkah Pemerintah saat ini dalam melakukan apa yang disebut transformasi BUMN, dikarenakan atas dasar kutipan,sadur dari tulisan  Dr.Taufiqurrohman Syah, SH,MH, , Lektor Kepala HTN Unib.Â
Dengan judul "AMANDEMEN UUD NEGARA RI TAHUN 1945 MENGHASILKAN SISTEM CHECKS AND BALANCES LEMBAGA NEGARA", bahwa tidak ada amandemen satu kata,bait sekalipun terhadap pasal 33 UUD 1945. Sebagai berikut : Â "Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan" (Pasal 33 Ayat 1); "Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara" (Pasal 33 Ayat 2); "Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat" (Pasal 33 Ayat 3); dan "Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional"(Pasal33Ayat4). Mungkin boleh kita telah mempelajari dan mendalami pasal 33 UUD 1945 melalui penataran dan sebagainya.Â
Tetapi sepertinya kita Indonesia belum menemukan persamaan. Mungkinkah kita minder dalam melaksanakan pasal 33 UUD1945, dikarenakan tidak cocok dan tidak sesuai dengan di Negara-negara lain ?. Seharusnya kita meniru Negara lain,kalaupun kita akan meniru Negara lain maka kita dapat melihat Negara mana yang sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945 ?.Â
Dalam upaya kita mewujudkan pasal 33 UUD 1945 disebutkan bahwa produksi  dikerjakan oleh semua , oleh semua dibawah pimpinan atau pemilikan angota-anggota masyarakat, untuk apa ?. Untuk kemakmuran masyarakat, kesejahteraan masyarakat  atau dengan kata lain untuk,guna kesejahteraan,kemakmuran masyarakat Indonesia. Â
Melihat,Meniru,AtauTidakSamaSekali.
Koperasi dengan Prinsip koperasi menurut UU no. 25 tahun 1992 adalah: Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka. Pengelolaan dilakukan secara demokrasi. Pembagian SHU dilakukan secara adil sesuai dengan jasa usaha masing-masing anggota. Dan kita telah memiliki Departemen Koperasi dibawah Menteri Koperasi. Berdaya upaya kearah mewujudkan pasal 33 UUD 1945 namun konsep kita yang harus diambil itu seperti apa?. Kita dapat mencontoh misal negara-negara tetangga yang mendahulukan kepentingan pembangunan ekonomi kerakyatan dari tingkat terbawah seperti , Korea, China, Singapura, Malaysia dan Jepang. Indonesia sudah sepatutnya melakukan sekaligus mengevaluasi berbagai konsep dengan tujuan mengedepankan ekonomi kerakyatan.
Namun, kenyataannya tidak demikian. Sistem ekonomi Indonesia sejak kemerdekaan, dan akan memasuki usia 77 tahun pada 17 agustus 2022 nanti , praktis masih sama saja dengan selama kita sekian abad berada di bawah penjajahan asing. Sistem ekonomi yang berkembang hingga saat ini masih bersifat liberal-kapitalistik-pasar bebas, sekaligus dualistik.
Nah sampai kapan kita menganut sistim ekonomi seperti demikian?, sebuah pertanyaan yang memang seharusnya kita daya upayakan untuk mewujudkan pasal 33 UUD 1945.
Kenapa kok malah dibentuk Holding Ultra mikro yang bertujuan untuk  cost of fund atau biaya dana bagi UMKM dan dibentuknya sub-sub holding di BUMN-BUMN besar dan Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara seharusnya bukan ini yang dilakukan tetapi tata kelola dari BUMN tersebut yang harus Diubah. Dan terus memperbaiki dan mengevaluasi Koperasi. Terbukti kita Indonesia (INA) pernah Berhasil dalam membentuk KUD pada upaya mewujudkan swasembada pangan dan diakui oleh PBB. FAO pada 1986-1987 memberikan medali kepada INA sebagai penghargaan keberhasilan INA dibidang pertanian khususnya dalam mencapai swasembada pangan. Â
Jangan sampai sistem sosial-budaya yang dimiliki oleh bangsa kita yang dominan adalah
feodalistik, hierarkis-vertikal, sentripetal, etatik, nepotik, dan bahkan despotik.
Sepertinya, berbagai hal tersebutlah yang berlanjut hingga hari ini, sistem ekonomi
dualistik. Apabila tidak adanya niat kita Bangsa INA untuk mewujudkan UUD 1945 maka akan terbentuklah jurang menganga ( Sudah mulai terbentuk) Â antara 95 persen penduduk yang merupakan rakyat asli, pribumi yang sejak awal hidup dalam kemiskinan, kebodohan, dan terbelakang dan penyertaan sekitar 5 persen dari ekonomi nasional yang "Tergopoh-gopoh" di sektor nonformal. Sementara 5 persen lainnya umumnya nonpribumi menguasai 95 persen kekayaan ekonomi negeri ini. Tanya ?.
Sebenarnya kalau kita mau Fairplay  kata "dikuasai" secara harfiah tentu saja tidak sama dengan "dimiliki". Pemilik adalah tetap rakyat INA yang menguasai tanah tersebut secara turun-temurun. Jelas bahwa negara tidak berpihak kepada rakyat, tetapi kepada para kapitalis multinasional dan sekelumit,sekelompok,kelompok tertentu yang saat ini menguasai bagian terbesar dari tanah rakyat itu. Situasi Kondisi saat ini , yang namanya tanah rakyat, tanah adat atau kita kenal dengan sebutan Tanah Ulayat. Tanah ulayat ialah tanah bersama para warga masyarakat hukum adat yang bersangkutan. Hak penguasaan atas tanah masyarakat hukum adat dikenal dengan Hak Ulayat.
Sekali tanah ulayat menjadi tanah negara, kendati sudah habis masa pakai ataupun tak lagi dipakai, tak juga bisa dikembalikan ke pemiliknya : Masyarakat Umum,Publik, Rakyat. Hal itu hanya karena penafsiran Ayat 3 Pasal 33 UUD 1945 yang sangat negara-sentris, harfiah, bahwa "bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat". Kata "dikuasai" secara harfiah tentu saja tidak sama dengan "dimiliki". Pemiliknya tetap adalah rakyat. Â Demikian juga penanganan BUMN yang menjalankan fungsi PSO, menjalankan amanat UUD 1945 pasal 33 seharusnya ditangani oleh Koperasi, dan pembenahan koperasi tersebutlah yang seharusnya dilaksanakan oleh Negara (Siapapun Pemerintah Terpilih) bukan hanya mencari "Pundi-pundi uang Material" sesaat dan mengorbankan rakyat serta Kepentingan Kedaulatan Negara dan Bangsa Republik Indonesia.
 Salam Indonesia Raya !.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H