Dua konsorsium yang menjadi investor pembangunan megaproyek Ibu Kota Negara Nusantara dikabarkan akan menyusul SoftBank asal Jepang yang batal membenamkan dananya untuk mengembangkan pusat pemerintahan baru di Pulau Kalimantan tersebut.
Artikel mengenai hal tersebut telah beredar di berbagai media online maupun berita main stream.
Kemudian , dalam urusan IKN tersebut Pemerintah tidak menyiapkan Rencana Induk secara optimal, meskipun telah ketuk palu UU IKN ini.
Tidak hanya rencana induk yang belum ada, tetapi juga berbagai hal polemik terjadi di Proyek Ibukota baru tersebut. potensi penggusuran terhadap 20 ribu warga adat dan lokal akibat pembangunan IKN di Kalimantan Timur. Warga adat yang dimaksud itu telah tinggal di kawasan hutan sebelum adanya rencana Ibu Kota Negara.
260 ribu hektare (total luas wilayah IKN) ini bukan tanah kosong, ada pemukiman warga disana., Berbagai polemik masalah selanjutnya adalah hanya akan menyisakan masalah di Jakarta apabila proses pelaksanaan pemindahan Ibukota baru jadi direalisasikan , sebab permasalahan di Jakarta, bersifat lokalistik, berakar pada infrastruktur urban. Bukan karena ibu kota berada di Jakarta.
UU IKN yang menjadi landasan hukum pembangunan ibu kota baru cacat aspirasi publik. Publik menilai telah terjadi sumbatan aspirasi masyarakat dalam penyusunan UU IKN, oleh karena itu hingga hari ini banyak kelompok masyarakat yang tidak sepakat sependapat dengan UU tersebut dan mengajukan Judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) termasuk Penulis.
Antusiasme masyarakat mencerminkan keberanian menyampaikan protes melalui kanal demokrasi resmi. Sebab, kanal demokrasi yang ada seperti perwakilan di parlemen dianggap sudah tidak dapat "dipercaya" dalam mengawal jalannya pemerintahan.
 Â
Salah Mengambil Kebijakan
Kebijakan yang diambil pemerintah untuk pemindahan ibu kota tersebut bukanlah keputusan yang harus diprioritaskan untuk diambil saat ini, karena, mengingat kondisi perekonomian Indonesia yang saat ini belum mengalami kebangkitan. Ditambah anggaran pemindahan ibu kota yang tidak main-main yakni mencapai lebih dari Rp500 triliun dan disebut-sebut menggunakan dana APBN. Rencana induk pemindahan Ibukota baru ini masih tidak jelas dan semakin membuat kondisi Indonesia saat ini begitu memprihatinkan.Â
Begitu banyak kemiskinan dan kelaparan, angka pengangguran tinggi, jaminan fasilitas kesehatan yang belum memadai, banyaknya jalan akses keluar masuk pedesaan yang jauh dari kata layak, kalau tidak ingin dikatakan gagal, jembatan penghubung antar desa masih banyak yang belum terealisasi, serta berbagai deretan masalah lainnya. Termasuk tingginya inflasi menjelang bulan Ramadhan 2022.
Apabila yang diinginkan Pemerintah adalah melakukan pemerataan pembangunan seharusnya pemerintah memperhatikan dan menyelesaikan terlebih dahulu masalah yang ada dan yang diperlukan oleh masyarakat, baru dilakukan rencana pembangunan selanjutnya. Bukan malah berlepas tangan dan muncul inisiatif pembangunan yang baru. Tanya ?
Tak terelakkan, permasalahan demi permasalahan yang terjadi di negeri ini solusinya hanya dengan berutang. Apakah demikian ?. Indonesia adalah salah satu negara yang gemar berutang untuk menyelesaikan permasalahan yang ada.Â
Alih-alih menyelesaikan permasalahan malah muncul masalah baru, hingga sampai detik ini utang kita(yang oleh Pemerintah masih dibilang aman), malah semakin menumpuk. Utang pemerintah pada Januari 2022 bertambah Rp10,30 triliun dibandingkan bulan sebelumnya. Seharusnya pemerintah memprioritaskan bagaimana cara untuk bayar utang yang tiap harinya semakin membengkak akibat bunga.
Sumber dana yang tidak jelas, membuat masyarakat bertanya seriuskah Pemerintah dalam melaksanakan setiap rencana kerjanya ?. termasuk soal Ibukota baru ini. Terlebih belakangan diketahui bahwa untuk melaksanakan pembangunan Ibukota baru Pemerintah dibawah Kepemimpinan Mr President Jokowi menggunakan system crowdfunding atau dengan cara patungan masyarakat dari pribadi-pribadi.Â
Pemerintah tampak bingung untuk melanjutkan proyek jangka panjang dan membutuhkan dana besar tersebut dengan kondisi yang serba terbatas. Penolakan dari sebagian besar masyarakat tersebut bukan tanpa alasan.Â
Pasalnya, diketahui pula jika proyek IKN Nusantara sendiri cukup banyak ditentang oleh berbagai pihak lantaran saat ini kondisi perekonomian Negara belum cukup stabil untuk menjalankan proyek sebesar itu. Terlebih, masyarakat masih merasakan dampak ekonomi dari akibat pandemi Covid-19 sehingga masih fokus untuk bagaimana memenuhi kebutuhan mereka masing-masing. Dimana peran Negara ?
Salah Langkah Dalam Niat Mewujudkan?
Pemindahan Ibukota baru sendiri dianggap tidak memiliki urgensi yang cukup besar. Sebagian besar masyarakat memandang jika pembangunan IKN baru hanya merupakan ambisi politik pemerintahan Mr President Jokowi dan bukan secara mutlak keinginan masyarakat luas. Apakah demikian?
Tak hanya itu, skema pendanaan pembangunan Ibukota baru seharusnya sejak awal merupakan tanggung jawab negara dimana tidak melibatkan masyarakat dalam memberikan pendapatnya. Penganggaran proyek Ibukota baru, seharusnya berasal dari kas negara maupun investasi pihak swasta. Hal itu membuat sejumlah masyarakat merasa tidak wajar ditambah dengan dibukanya opsi crowdfunding.
 Kondisi masyarakat sudah sangat terpukul akibat pandemi Covid-19 selama dua tahun terakhir. Apakah Pemerintah tidak mengetahui keadaan,kondisi masyarakat secara menyeluruh?
Belum lagi masyarakat beberapa waktu terakhir kembali dilanda kesulitan krisis pangan, terutama minyak goreng,juga kita akan mengalami kenaikan tarif PPN (Pajak Pertambahan Nilai) resmi naik menjadi 11% dan 12%. Dimana tarif PPN sebelumnya hanya mencapai 10%. Kenaikan tarif ini akan berlaku pada awal April 2022, kemudian kita juga akan mengalami kenaikan BBM, dimana saat  harga minyak dunia turun pada awal terjadi pandemi sekitar 2(dua) tahun lalu, Pertamax (salah satu produk BBM Indonesia) tidak mengalami turun harga. Apa Ini?., Apa Itu?. Alasan demi alasan dengan dalil-dalil saat itu yang tidak dapat diterima akal Waras disampaikan oleh Pemerintah. Â
Daya beli masyarakat belum selesai terpukul akibat pandemi, maka mengharapkan dana publik(Crowdfunding) untuk pembangunan Ibukota baru adalah tidak dapat diterima akal Waras.
Semoga Pemerintah saat ini tidak salah langkah dalam Niat mewujudkan Ibukota baru.
Salam Indonesia Raya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H