Mohon tunggu...
Yusuf Senopati Riyanto
Yusuf Senopati Riyanto Mohon Tunggu... Lainnya - Shut up and dance with me
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Saat ini sebagai buruh di perusahaan milik Negara.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ambang Batas Pencalonan Presiden, Sesat?

28 November 2021   08:15 Diperbarui: 28 November 2021   08:16 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Adanya ambang batas presidential threshold 20 persen suara nasional dan 25 persen kursi parlemen akan menyulitkan perjalanan demokrasi yang telah diperjuangkan sejak tuntutan rakyat mengenai demokrasi pada reformasi 1998, ternyata hingga saat ini tulisan ini dibuat belum juga membuahkan hasil yang berarti dan bahkan maaf "Amit-amit", kenapa "Amit-amit" ?, karena yang akan kita saksikan adalah :3L atau Lu lagi,Lu lagi,Lu  lagi,, Oligarki politik yang bahkan malah menciptakan kemunduran demokrasi di Negara,Bangsa yang kita cintai ini.

Pemberlakuan ambang batas pencalonan presiden tersebut memang merugikan gerakan politik,pendidikan politik, hanya untuk menjadikan kelompok tertentu,dan hanya akan menghilangkan pilihan alternatif, dalam kelompok-kelompok tersebut bisa saja mendapatkan tiket kontestasi jika dekat dengan "petinggi" partai politik.
Harus kita akui di Indonesia saat ini kata kunci untuk mendapatkan tiket pilpres adalah dukungan dari partai politik.          .

Ambang Batas.

Ambang batas pemilihan presiden merupakan penghambat utama atas kepentingan pemilih,  yaitu rakyat untuk mendapatkan banyak calon presiden alternative demikian juga untuk wakilnya di parlemen. "Presidential treshold" semakin membatasi ruang demokrasi dan partisipasi rakyat.    Layak dihapus?.

Pemilihan presiden yang terbuka,bebas,luas,kelak di Pemilu 2024 akan "hilang,nguap ditelan Hantu Blau", karena disinyalir tanpa ada petahana, semua kekuatan partai politik berpeluang mengajukan pasangan calon yang diinginkannya. Mungkinkah ini terjadi ketika regulasi disepakati tanpa ada revisi?

Keputusan pemerintah dan DPR tidak melakukan revisi terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum mempertegas bahwa pelaksanaan Pemilu 2024 nanti tak akan jauh berbeda dengan Pemilu 2019. Dengan kata lain saya dapat sebut "Norak".

Konstitusi

Konstitusi atau UUD 1945 tidak pernah mengatur batasan persentase tertentu untuk pengajuan calon presiden dan wakil presiden. Prinsip Pasal 6A UUD 1945 menegaskan bahwa pemilihan presiden dan wakil presiden dipilih secara langsung oleh rakyat dan diusulkan olah partai politik atau gabungan partai politik sebelum pemilu. Nah, tertuang, tertulis jelas.

Oleh karena itu, berbagai batasan atau hambatan yang diatur dalam regulasi pemilu adalah ketentuan yang sejatinya tidak tepat menafsirkan maksud daripada konstitusi itu sendiri. Jadi seharusnya penghapusan presidential threshold justru meningkatkan kualitas demokrasi sesuai konstitusi. Oleh karena itu dapat dipastikan bahwa, apabila ambang batas tidak dihapus maka pemilu 2024 adalah Dagelan macam apalagi?, yang akan dipertontonkan kepada masyarakat Indonesia?, apa yang terjadi?,lelucon yang samasekali basi dan tidak lucu.


Perppu

Ini semua akan menjadi alternative dari lelucon norak ini, apabila Mr President Jokowi memiliki keinginan untuk menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) yang mencabut aturan presidential threshold, ambang batas,  maka apabila Mr President Jokowi mau menerbitkan Perppu,  maka beliau telah mengembalikan marwah demokrasi pada hakikat sebenarnya. Dan akan menjadi Legacy yang nyata bagi kepentingan Bangsa,Negara serta rakyat Indonesia.

Apabila Mr President tidak menerbitkan Perppu atas persyaratan pengajuan Capres oleh Parpol maupun gabungan Parpol yang memiliki minimal 20 persen kursi DPR RI hasil pemilu legislatif , maka, presidential threshold Pilpres 2019 yang menunjukkan ketidaksehatan sistim politik kita akan terulang kembali.  Karena Pemilihan Presiden tahun 2019 dilakukan serentak bersamaan dengan pemilihan anggota legislative dapat terselesaikan dengan semakin bertambahnya jumlah dari Golput (Golongan Putih) alias tidak bertambahnya jumlah inisiatif masyarakat untuk ikut datang ke bilik-bilik suara guna menyuarakan hak pilihnya. Dan ini serius, untuk kepentingan demokrasi utuh yang melibatkan rakyat Indonesia.

Salam Indonesia Maju,Bangsa Kuat Rakyat Sejahtera.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun