Mohon tunggu...
Yu Suf
Yu Suf Mohon Tunggu... Administrasi - Wiraswasta
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Membaca, kepribadian menarik dan santun, perencanaan keuangan, bisnis, investasi, sukses, teknis sumberdaya air

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

3 Dampak Buruk Kerusakan Daerah Aliran Sungai

31 Januari 2024   13:19 Diperbarui: 31 Januari 2024   13:30 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat ini sebagian besar Daerah Aliran Sungai (DAS) di Indonesia, mengalami kerusakan parah bahkan cenderung kritis. Penyebab utamanya adalah adanya perubahan tata guna lahan (alih fungsi lahan) dan penggundulan hutan (degradasi hutan) sebagai konsekuensi dari pertambahan jumlah penduduk.

Hal ini diperparah dengan kurangnya kesadaran dari pemetintah, swasta maupun masyarakat terhadap pelestarian lingkungan Daerah Aliran Sungai (DAS).

Pemanfaatan Sumber Daya Alam (SDA) dan penebangan hutan secara berlebihan yang terjadi di hulu DAS juga disebabkan oleh pemberian izin penebangan yang tidak sesuai dengan aturan dan mekanisme yang ada. Mulai dari tahap pengawasan, pelaksanaan hingga fungsi kontrol, sehingga menimbulkan deforestasi yang memprihatinkan.

Fungsi utama Daerah Aliran Sungai (DAS) sebagai tangkapan air dan tata air berdasarkan siklus hidrologi, sangat vital untuk menjamin ketersediaan air tanah dan air permukaan mulai dari daerah hulu hingga hilir bagi manusia.

DAS juga berperan dalam menjaga lingkungan termasuk menjaga kualitas air, mencegah banjir saat musim hujan dan kekeringan saat musim kemarau, dan mencegah terjadinya erosi dan sedimentasi.

Vegetasi hutan di sekitar DAS juga memliki kemampuan menyerap karbon, mengatur iklim global, memasok oksigen di udara dan berpotensi sebagai wisata healing.

Kerusakan DAS akan memberikan dampak buruk bagi manusia, lingkungan, ekosistem dan habitat flora dan fauna. Berikut ini adalah beberapa dampak dari kerusakan DAS, yaitu :

1. Bencana Banjir dan Tanah Longsor

Berdasarkan kajian Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), kerusakan DAS menjadi salah satu pemicu utama penyebab bencana di Indonesia, dari mulai banjir hingga tanah longsor.

Uniknya, bencana hidrometeorologi (seperti banjir dan tanah longsor) merupakan bencana paling dominan di Indonesia, dengan porsi sebesar 80%.

Berdasarkan analisa BNPB, bahwa dampak ekonomi bencana tersebut mencapai rata-rata Rp 30 Triliun per tahun termasuk kerusakan infrastruktur. Analisa itu di luar kerugian akibat korban jiwa.

2. Erosi dan Sedimentasi

Erosi dan sedimentasi merupakan serangkaian proses sedimentasi yang berhubungan dengan pelapukan, pelepasan, pengangkutan dan pengendapan butir-butir tanah atau pasir.

Apabila erosi dan sedimentasi ini dibiarkan secara terus-menerus, maka akan terjadi kerusakan ekosistem. Erosi tanah mengurangi kemampuan tanah menahan air karena partikel-partikel lembut dan bahan organik pada tanah terangkut. Selain mengurangi produktifitas lahan dimana erosi tanah terjadi, erosi tanah juga menyebabkan problem lingkungan yang serius di daerah hilirnya. Sedimen hasil erosi mengendap dan mendangkalkan sungai-sungai, danau, rawa, bendung dan waduk yang ada.

Di pihak lain waduk dan danau tempat penampungan air, kondisinya saat ini semakin memprihatinkan, karena mengalami sedimentasi yang cukup parah. Dia menyebut ada 15 waduk dan danau yang mengalami sedimentasi berat diantaranya Waduk Saguling, Mrica, Gajah Mungkur, Cacaban, Jatiluhur, dan Klampis di Jatim.

Sedimentasi ini mengurangi kapasitas tampungan air di waduk, yang tentukan akan mengganggu operasional kebutuhan air baku, air irigasi dan tenaga air untuk menggerakkan turbin generator PLTA.

3. Kekeringan Saat Kemarau

Salah satu ciri DAS yang telah rusak berat adalah pada saat musim kemarau, di kawasan permukiman (bagian hilir DAS), akan mengalami krisis air.

Catatan berita menyebutkan hingga akhir September 2023, terdapat 166.415 jiwa yang terdampak krisis air bersih akibat kekeringan. Bersamaan itu, beberapa wilayah di Indonesia tengah dilanda bencana puncak kekeringan yang menyebabkan krisis air bersih, kerugian finansial karena gagal panen, hingga rawan pangan.

Berdasarkan data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) per 1 September 2023, sejauh ini terdapat 79% wilayah Indonesia yang mengalami musim kemarau dan berdampak pada bencana kekeringan yang terus meluas. Dari informasi bencana mingguan yang dikeluarkan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), pada Senin (25/9/2023) hingga Selasa (26/9/2023), beberapa wilayah yang dilanda kekeringan berada di Provinsi Jawa Barat, Banten, Jawa Timur, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Sulawesi Selatan, Gorontalo, Bali, dan Nusa Tenggara Timur.

Bahkan Presiden WWC dalam sambutannya mengungkapkan bahwa 1 dari 4 orang di dunia kekurangan air minum. Dan 1 dari 3 orang penduduk dunia tidak mendapatkan layanan sanitasi yang layak. Yang lebih parah lagi diprediksikan tahun 2025, 1/3 total penduduk bumi akan kekurangan air.

Bukan hanya dari sisi bencana kekeringan, pencemaran air sungai juga dapat menyebabkan akses air yang kurang layak bagi masyarakat Indonesia. Di sisi lain akses sanitasi yang juga masih minim, tentu saja masyarakat Indonesia terancam  terpapar resiko penyakit yang luar biasa, misalnya diare.

Menurut World Health Organization (WHO), 100.000/tahun anak Indonesia meninggal karena diare, dan terdapat 120 juta kejadian penyakit setiap tahunnya karena air dan layanan sanitasi yang buruk.

Kekeringan ini juga menyebabkan naiknya angka kejadian "stunting". Pada Oktober 2016, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) Bambang P.S. Brodjonegoro juga menyampaikan bahwa: "Sepertiga anak balita Indonesia mengalami stunting, atau gangguan pertumbuhan waktu masa kecilnya, tidak hanya karena gizi buruk, tetapi juga karena buruknya sanitasi dan minimnya ketersediaan air bersih". Kondisi ini cukup beresiko terutama jika dikaitkan dengan bonus demografi yang dimiliki Indonesia.

Statistik PBB 2020 mencatat, lebih dari 149 juta (22%) balita di seluruh dunia mengalami stunting, dimana 6,3 juta balita stunting adalah balita Indonesia. Menurut UNICEF, stunting disebabkan anak kekurangan asupan gizi dalam dua tahun usianya, ibunya kekurangan nutrisi saat kehamilan, keterbatan ketersediaan air minum, layanan sanitasi yang buruk, dan menjaga kebersihan tempat tinggal dan lingkungan.

Saat ini, prevalensi stunting di Indonesia adalah 21,6%, sementara target yang ingin dicapai adalah 14% pada Tahun 2024. Untuk itu, diperlukan upaya bersama untuk mencapai target yang telah ditetapkan, salah satunya dimulai dari unit terkecil dalam masyarakat, yakni keluarga.

Itulah beberapa dampak buruk yang akan diakibatkan oleh kerusakan sebuah DAS. Makin tahun dampak tersebut akan makin parah dan meningkat daya rusaknya apabila tidak ada kesadaran dan upaya pemulihan DAS oleh pemerintah, swasta maupun masyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun