Mohon tunggu...
Yustisia Kristiana
Yustisia Kristiana Mohon Tunggu... Dosen - Akademisi

Mendokumentasikan catatan perjalanan dalam bentuk tulisan

Selanjutnya

Tutup

Foodie Artikel Utama

Tauto Pekalongan: Sensasi Kuliner di Tengah Perjalanan

19 April 2023   11:00 Diperbarui: 21 April 2023   02:47 1737
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menurut reportase Lebaran 2023, diperkirakan akan terjadi arus mudik terbesar pada tahun ini dengan jumlah lebih dari 123 juta penduduk. Mayoritas pergerakan akan dilakukan melalui transportasi darat dan di penghujung bulan Ramadan sudah banyak masyarakat yang berangkat meninggalkan wilayah Jabodetabek, baik menuju ke arah barat maupun timur.

Nah, bagi yang melakukan perjalanan mudik ke arah timur dengan rute Pantai Utara (Pantura) dan melewati Pekalongan, cobalah untuk mencicipi tauto, yaitu soto yang dipadukan dengan tauco. Tauto menghasilkan cita rasa yang sangat khas dan menjadi salah satu kuliner legendaris Pekalongan.

Cerita Tauto

Tauto adalah hasil dari penggabungan budaya Tiongkok dan India. Makanan ini disajikan dengan kuah yang kental dan memiliki aroma yang khas, dan termasuk dalam kategori soto yang sangat populer di kalangan penggemar kuliner Nusantara.

Tauto, sebuah hidangan yang termasuk dalam jenis soto, diberi nama berdasarkan kata-kata dari bahasa Tiongkok dan India, yaitu "caudo" dan "tauco". Tauto berasal dari caudo, sebuah sup khas Tiongkok, yang kemudian diolah dengan bumbu tauco yang berasal dari India.

Mengutip berbagai sumber dikatakan bahwa soto berasal dari kata cao du (chau tu), yang merupakan kata Tionghoa. Kata sao du (sao tu) atau sio to dalam bahasa Hokkian adalah asal kata soto. Dengan demikian, kata cao berarti rumput atau rempah, shao berarti masakan, dan du berarti perut, jeroan sapi, atau babat.

Pada abad ke-19, Semarang menjadi tempat di mana soto pertama kali berkembang. Setelah itu, soto menjadi semakin menyebar ke seluruh Indonesia, termasuk Pekalongan. Di Pekalongan, masyarakat setempat menyebutnya sebagai “tauto”, yang merupakan kombinasi dari kata “tauco” dan “soto”.

Dahulu, tauto biasanya disajikan dengan potongan daging kerbau. Hal ini terkait dengan pengaruh agama Hindu di daerah Pekalongan. Dalam kepercayaan Hindu, sapi dianggap sebagai hewan suci sehingga penyembelihan sapi dilarang. Namun, seiring berjalannya waktu dan hilangnya pengaruh budaya Hindu-Jawa, daging kerbau diganti dengan daging sapi. Brisket atau lamur adalah bagian daging yang biasa digunakan untuk membuat tauto.

Soto Tauto Bang Dul

Tauto yang banyak diminati dapat ditemukan di Warung Soto Tauto Bang Dul. Bila saat mudik jalur yang digunakan adalah Tol Trans Jawa, maka dapat memilih untuk keluar melalui pintu tol Batang-Pekalongan. Salah satu cabang Soto Tauto Bang Dul berada Jl. Dr. Cipto No. 119, di depan Pasar Grosir Batik Setono Pekalongan.

Soto Tauto Bang Dul (foto: dokumentasi pribadi)
Soto Tauto Bang Dul (foto: dokumentasi pribadi)
Warung soto ini memiliki area makan yang tertata rapi dan bersih sehingga pengunjung yang datang dapat menikmati hidangan dengan nyaman. Soto Tauto Bang Dul menjadi langganan banyak selebriti hingga pejabat, ini terlihat dari foto-foto yang terpajang di dinding warung.

Area makan yang tertata rapi dan bersih (foto: dokumentasi pribadi)
Area makan yang tertata rapi dan bersih (foto: dokumentasi pribadi)

Tauto memiliki rasa yang sangat khas dan cocok untuk mereka yang menyukai makanan manis, gurih, dan juga pedas.

Makanan ini terdiri dari bihun, tauge, dan potongan kol yang dicampur dalam mangkuk, dan bisa ditambahkan dengan jeroan sapi atau daging ayam, tergantung selera.

Semua bahan tersebut kemudian dicampur dengan bumbu tauco dan rempah-rempah. Rempah-rempah itu terdiri dari serai, kunyit, lengkuas, daun salam, serta merica, yang ditumis dan dihaluskan untuk memberikan warna serta cita rasa yang khas pada kuah kaldu. Saat akan disajikan, kuah kaldu disiramkan lalu ditaburkan daun bawang. Bila tidak menyukai tauco, pengunjung dapat memesan soto tanpa dicampur dengan tauco.

Rasa tauto memiliki perbedaan dengan soto lainnya menurut Abdul, pengelola Soto Tauto Bang Dul. “Penggunaan tauco memberikan rasa kuah yang lebih segar dan sedikit pedas,” ungkap Abdul.

Tauto dapat disajikan dengan nasi atau lontong, dan lebih nikmat lagi saat disantap bersama tahu atau tempe goreng, terutama saat masih panas.

Menikmati tauto dengan nasi dan tahu goreng (foto: dokumentasi pribadi)
Menikmati tauto dengan nasi dan tahu goreng (foto: dokumentasi pribadi)
Jadi, silakan mampir untuk merasakan sensasi manis, gurih, dan pedas dari soto khas Pekalongan ini ya.

Salam kuliner.

Referensi:

Bromokusumo,  A. C. (2013). Peranakan Tionghoa dalam Kuliner Nusantara. Jakarta: Kompas.

Jones, R. (2008). Loan-words in Indonesian and Malay. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Lombard, D. (1996). Nusa Jawa: Silang Budaya Kajian Sejarah Terpadu, Bagian II: Jaringan Asia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Soto Tauto RM Bang Dul yang Terkenal Lezat di Pekalongan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun