Mohon tunggu...
Yustisia Kristiana
Yustisia Kristiana Mohon Tunggu... Dosen - Akademisi

Mendokumentasikan catatan perjalanan dalam bentuk tulisan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Merawat Rumah Joglo, Hunian Tradisional Warisan Keluarga

2 Januari 2023   10:00 Diperbarui: 2 Januari 2023   13:21 1299
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Senthong (foto: dokumentasi pribadi)

Kayanya keberagaman Indonesia tidak hanya dikenal dari banyaknya suku, ras, maupun bahasa. Warisan kekayaan budaya Negeri Khatulistiwa ini juga dapat ditemukan dari ragam hunian tradisional serta arsitektur khas masing-masing daerahnya.

Rumah joglo adalah rumah adat Jawa Tengah yang sarat akan nilai-nilai filosofi Jawa.

Saat ini kami masih merawat rumah joglo peninggalan keluarga yang berlokasi di daerah Baki, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah. Rumah ini dibangun pada tahun 1938, jadi hingga saat ini usia rumah ini telah mencapai 84 tahun.

Tahun pembangunan rumah tertera pada pintu (foto: dokumentasi pribadi)
Tahun pembangunan rumah tertera pada pintu (foto: dokumentasi pribadi)
Rumah joglo langsung dapat dikenali dari bagian atap yang berbentuk piramida yang mengerucut atau disebut dengan tajug, menyerupai bentuk gunung. Mengutip dari Djono dkk. bahwa gunungan adalah simbol kehidupan. Bagi masyarakat Jawa, kehidupan adalah sesuatu yang dicari bukan dijauhi.

Joglo diketahui berasal dari kata “tajug” dan “loro” yang disingkat dengan juglo, yang berarti menggabungkan dua tajug. Penyebutan ini lambat laun berubah menjadi joglo.

Rumah joglo warisan keluarga ini dibangun dengan menggunakan kayu jati.

Bagian-Bagian Rumah

Pembangunan rumah memegang konsep hierarki dalam penataan ruangan, seperti pada rumah joglo umumnya.

Saat memasuki rumah ini, pada bagian paling depan akan tampak regol yaitu pintu masuk atau gerbang yang masih terlihat kokoh.

Regol (foto: dokumentasi pribadi)
Regol (foto: dokumentasi pribadi)
Kemudian pada bagian depan rumah terdapat pendapa, yang biasanya digunakan untuk ruang pertemuan dengan jumlah orang yang relatif besar.

Pendapa berbentuk persegi dengan empat tiang penyangga atau soko guru yang terletak di tengah yang berukuran lebih tinggi dan digunakan untuk menopang atap. Soko guru menggambarkan kekuatan empat penjuru mata angin. Pintu pada pendapa terletak di tengah ruangan yang memiliki makna keharmonisan.

Pendapa (foto: dokumentasi pribadi)
Pendapa (foto: dokumentasi pribadi)

Terdapat ruangan kecil dekat pendapa yang digunakan untuk menyimpan padi, disebut dengan dimpil.

Bagian selanjutnya adalah omah. Omah merupakan bagian dalam dari rumah dengan lantai yang lebih tinggi, dahulu difungsikan untuk menerima tamu-tamu resmi.

Omah (foto: dokumentasi pribadi)
Omah (foto: dokumentasi pribadi)

Di dalam omah terdapat senthong. Pada umumnya rumah joglo, senthong terbagi menjadi tiga ruangan yang digunakan untuk kamar tidur. Namun di rumah ini, senthong pada zaman dahulu adalah tempat untuk menyimpan berbagai perlengkapan termasuk senjata.

Senthong (foto: dokumentasi pribadi)
Senthong (foto: dokumentasi pribadi)

Area yang berdampingan omah adalah gandhok. Gandhok fungsinya adalah sebagai kamar tidur untuk keluarga dan tamu yang berkunjung. Kini gandhok digunakan sebagai ruang tamu.

Menyusuri bagian paling belakang rumah, terdapat pawon atau dapur dan pekiwan yaitu kamar mandi dan sumur. Posisi sumur terletak di sebelah timur. Bagian ini diletakkan jauh dari bagian utama lainnya dan sering disebut dengan area pelayanan.

 Hunian Tradisional

Bagi masyarakat Jawa, rumah bukanlah sekedar tempat tinggal tetapi juga cerminan kehidupan pemiliknya. Rumah juga dipercaya sebagai penghubung antara langit dengan bumi.

Deretan lukisan (foto: dokumentasi pribadi)
Deretan lukisan (foto: dokumentasi pribadi)

Rumah ini dibangun sesuai dengan adat istiadat khususnya adalah adat istiadat Jawa. Masing-masing ruangan merepresentasikan nilai yang berbeda. Pada ruang bagian depan dari rumah adalah area untuk umum sedangkan bagian belakang adalah area pribadi.

Merawat rumah joglo relatif membutuhkan perhatian ekstra, terlebih jika kondisi bangunan dan material otentiknya telah berusia cukup lama. Namun keluarga berkomitmen untuk melestarikan rumah ini agar nilai-nilai kearifan lokal bisa terus terjaga.

Referensi:

Djono, Utomo, T. P, & Subiyantoro, S. (2012). Nilai Kearifan Lokal Rumah Tradisional Jawa. Humaniora, 24(3), 269-278.

https://www.kompas.com/stori/read/2022/01/17/130000279/sejarah-dan-filosofi-rumah-joglo?page=all

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun