Kayanya keberagaman Indonesia tidak hanya dikenal dari banyaknya suku, ras, maupun bahasa. Warisan kekayaan budaya Negeri Khatulistiwa ini juga dapat ditemukan dari ragam hunian tradisional serta arsitektur khas masing-masing daerahnya.
Rumah joglo adalah rumah adat Jawa Tengah yang sarat akan nilai-nilai filosofi Jawa.
Saat ini kami masih merawat rumah joglo peninggalan keluarga yang berlokasi di daerah Baki, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah. Rumah ini dibangun pada tahun 1938, jadi hingga saat ini usia rumah ini telah mencapai 84 tahun.
Rumah joglo langsung dapat dikenali dari bagian atap yang berbentuk piramida yang mengerucut atau disebut dengan tajug, menyerupai bentuk gunung. Mengutip dari Djono dkk. bahwa gunungan adalah simbol kehidupan. Bagi masyarakat Jawa, kehidupan adalah sesuatu yang dicari bukan dijauhi.
Joglo diketahui berasal dari kata “tajug” dan “loro” yang disingkat dengan juglo, yang berarti menggabungkan dua tajug. Penyebutan ini lambat laun berubah menjadi joglo.
Rumah joglo warisan keluarga ini dibangun dengan menggunakan kayu jati.
Bagian-Bagian Rumah
Pembangunan rumah memegang konsep hierarki dalam penataan ruangan, seperti pada rumah joglo umumnya.
Saat memasuki rumah ini, pada bagian paling depan akan tampak regol yaitu pintu masuk atau gerbang yang masih terlihat kokoh.
Kemudian pada bagian depan rumah terdapat pendapa, yang biasanya digunakan untuk ruang pertemuan dengan jumlah orang yang relatif besar.
Pendapa berbentuk persegi dengan empat tiang penyangga atau soko guru yang terletak di tengah yang berukuran lebih tinggi dan digunakan untuk menopang atap. Soko guru menggambarkan kekuatan empat penjuru mata angin. Pintu pada pendapa terletak di tengah ruangan yang memiliki makna keharmonisan.
Terdapat ruangan kecil dekat pendapa yang digunakan untuk menyimpan padi, disebut dengan dimpil.
Bagian selanjutnya adalah omah. Omah merupakan bagian dalam dari rumah dengan lantai yang lebih tinggi, dahulu difungsikan untuk menerima tamu-tamu resmi.
Di dalam omah terdapat senthong. Pada umumnya rumah joglo, senthong terbagi menjadi tiga ruangan yang digunakan untuk kamar tidur. Namun di rumah ini, senthong pada zaman dahulu adalah tempat untuk menyimpan berbagai perlengkapan termasuk senjata.
Area yang berdampingan omah adalah gandhok. Gandhok fungsinya adalah sebagai kamar tidur untuk keluarga dan tamu yang berkunjung. Kini gandhok digunakan sebagai ruang tamu.
Menyusuri bagian paling belakang rumah, terdapat pawon atau dapur dan pekiwan yaitu kamar mandi dan sumur. Posisi sumur terletak di sebelah timur. Bagian ini diletakkan jauh dari bagian utama lainnya dan sering disebut dengan area pelayanan.
Hunian Tradisional
Bagi masyarakat Jawa, rumah bukanlah sekedar tempat tinggal tetapi juga cerminan kehidupan pemiliknya. Rumah juga dipercaya sebagai penghubung antara langit dengan bumi.
Rumah ini dibangun sesuai dengan adat istiadat khususnya adalah adat istiadat Jawa. Masing-masing ruangan merepresentasikan nilai yang berbeda. Pada ruang bagian depan dari rumah adalah area untuk umum sedangkan bagian belakang adalah area pribadi.
Merawat rumah joglo relatif membutuhkan perhatian ekstra, terlebih jika kondisi bangunan dan material otentiknya telah berusia cukup lama. Namun keluarga berkomitmen untuk melestarikan rumah ini agar nilai-nilai kearifan lokal bisa terus terjaga.
Referensi:
Djono, Utomo, T. P, & Subiyantoro, S. (2012). Nilai Kearifan Lokal Rumah Tradisional Jawa. Humaniora, 24(3), 269-278.
https://www.kompas.com/stori/read/2022/01/17/130000279/sejarah-dan-filosofi-rumah-joglo?page=all
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H