Mohon tunggu...
yustinus yubileo
yustinus yubileo Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Fakultas Filsafat

Karena kasih-Nya kekal selamanya

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

"I-Thou" Martin Buber untuk Masyarakat yang Inklusi (Suatu Tulisan untuk Memperingati Hari Bahasa Isyarat Internasional)

5 Oktober 2021   11:54 Diperbarui: 5 Oktober 2021   15:20 1594
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Relasi ini juga mengisyaratkan manusia bahwa manusia dan sesamanya merupakan satu kesatuan eksistensi yang mana manusia mengikutsertakan keseluruhan eksistensi sesamanya di dalam sebuah dialog.

Relasi Aku-Engkau menandakan bahwa adanya relasi interpersonal yang tidak diintervensi oleh apapun. Relasi ini adalah relasi yang langsung dan tanpa adanya mediasi oleh siapapun, Sehingga relasi ini bukanlah alat untuk objek namun relasi agung diantara subjek-subjek.

Buber menambahkan bahwa diantara Aku dan Engkau memiliki cinta. Bukan cinta subjek kepada objek tetapi cinta subjek-subjek untuk saling melindungi, menghargai. Cinta dalam relasi ini sangatlah penting di mana antara Aku dan Engkau berbagai rasa pengertian, kepekaan, respek, dan tanggung jawab.

Teman Tuli

Sering kali kita salah kaprah, membedakan Tuli dengan disabilitas pendengaran. Dari pandangan identitas budaya, Tuli dengan "T" kapital ialah sekelompok orang yang bangga mempunyai budaya dan identitas sendiri yaitu Bahasa Isyarat Indonesia (BISINDO). BISINDO adalah bahasa dan bukanlah suatu sistem atau alat bantu sehingga bukan sebagai disabilitas. 

Sedangkan dari segi patologis, tunarungu atau disabilitas pendengaran atau Hard of Hearing (HoH) adalah seorang yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar, baik itu sebagian maupun seluruhnya yang diakibatkan tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengaran yang mana memakai alat bantu dengar dan menggunakan bahasa ibunya ialah bahasa Indonesia. Alhasil orang bisa mendengar belum tentu paham apa yang ia dengar, seakan sebuah suara namun tanpa adanya makna.

Saat ini,  teman Tuli dan pegiat BISINDO sedang memperjuangkan dan lebih memilih menggunakan BISINDO (Bahasa Isyarat Indonesia) dibandingkan dengan SIBI (Sistem Bahasa Isyarat Indonesia) sebab BISINDO merupakan bahasa yang berkembang secara alami di kelompok Tuli Indonesia dan bahasa yang diciptakan oleh Teman Tuli itu sendiri sebagai perwujudan hak bahasa dan lingustik. 

Sedangkan SIBI adalah sebuah sistem bahasa yang mempresentasikan bahasa lisan Indoensia ke dalam gerakan tertentu dan SIBI diciptakan oleh orang dengar tanpa melibatkan perspektif Tuli. 

Padahal BISINDO sudah ada sejak sebelum Indonesia merdeka, namun karena literatur, kajian dan penelitian yang minim sehingga BISINDO kurang populer di kalangan masyarakat secara luas serta pemerintah. 

Alhasil pemerintah menciptakan sistem sistem sendiri yang disebut sebagai SIBI. Sayangnya pemerintah tidak melibatkan teman Tuli dalam proses pembuatannya dan kemudian pemerintah mengesahkan SIBI sebagai sistem yang digunakan di sekolah luar biasa yang mana malah eksklusif dan jauh dari kata inklusif untuk teman Tuli. Teman Tuli sulit menerima ini karena bukan wujud pemenuhan hak bahasa dan linguistik. sebab antara SIBI dan BISINDO berbeda jauh.

Foto-Lifestyle-Bahasa-Isyarat.jpg (900600) (mediapijar.com) 
Foto-Lifestyle-Bahasa-Isyarat.jpg (900600) (mediapijar.com) 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun