Mohon tunggu...
Yustinus Sapto Hardjanto
Yustinus Sapto Hardjanto Mohon Tunggu... lainnya -

Pekerja akar rumput, gemar menulis dan mendokumentasikan berbagai peristiwa dengan kamera video. Pembelajar di Universitas Gang 11 (UNGGAS)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Agama, Budaya, dan Sumber Daya Alam : Sebuah Mimpi Tinggal Landas

14 Oktober 2014   16:45 Diperbarui: 17 Juni 2015   21:05 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Masyarakat Kalimantan Timur dalam kesejarahannya adalah masyarakat yang akrab dengan perjumpaan atas kelompok masyarakat lainnya yang berbeda. Bumi Kalimantan pada umumnya adalah tujuan migrasi dari kelompok masyarakat, suku bangsa yang berasal dari berbagai pulau disekitarnya.  Pendatang dari Jawa secara besar-besaran sudah berlangsung sejak abad 14-15 di masa kejayaan kerajaan Majapahit. Sementara dari Sulawesi terutama Bugis sekurangnya mulai pada abad 16 untuk melakukan perdagangan dan penangkapan ikan. Pada awal tahun 1950-an terjadi gelombang imigran baru dari orang Bugis yang karena penderitaan akibat pemberontakan Islam Kahar Muzakar di Sulsel. Mereka kemudian disusul oleh kerabatnya dan mulai membuka daerah-daerah hutan didataran rendah yang luas di sepanjang jalan untuk usaha tani lada dan perdagangan lainnya. Pada tahun 1990-an migrasi orang Bugis lebih pada kencendrungan mencari pekerjaan pada sektor usaha eksploitasi SDA seperti pertambangan.

Dimasa orde baru gelombang kedatangan masyarakat dari Jawa (juga Bali, Nusa Tenggara Timur dan Barat) untuk dimukimkan kembali melalui program transmigrasi tersebar di berbagai wilayah Kalimantan Timur. Diluar program transmigrasi, banyak pula yang datang untuk menjadi pekerja pada sektor perkayuan dan pertambangan serta sektor informal hingga saat ini.

Dengan demikian masyarakat Kalimantan Timur sebenarnya terbiasa berhadapan dan mengalami perjumpaan dalam keberagaman.  Dalam batas-batas tertentu masyarakat telah mempunyai ketahanan untuk tidak dengan cepat terpancing jika ada isu-isu perseteruan antar kelompok. Hanya saja fakta seperti ini tidak boleh membuat masyarakat Kalimantan Timur terlalu percaya diri bahwa konflik antar kelompok yang berlatar etnis atau agama tidak mungkin terjadi disini.

Solidaritas pada masyarakat yang terpinggirkan dan respon atas kebijakan yang tidak menguntungkan masyarakat kebanyakan menjadi penting untuk digelorakan sebagai kerja dan aksi bersama lintas suku, agama, ras dan golongan. Tidak bisa dipungkiri bahwa marjinalisasi juga menimpa kelompok-kelompok lainnya yang sudah lama tinggal dan hidup di Kalimantan Timur. Lahan pertanian produktif yang dibangun dengan susah payah oleh transmgran dari Jawa, Bali dan Nusa Tenggara kini juga terancam oleh operasi maskapai pertambangan Batubara.

Masyarakat Dayak dan masyarakat lainnya perlu membangun sebuah ruang untuk berkumpul bersama, berdialog dan membangun jejaring antar kelompok marjinal  untuk mencari jalan pemecahan dan mendorong perubahan kebijakan sehingga lebih berpihak pada masyarakat yang lemah. Adalah penting untuk menyuarakan keadilan yang merata bagi semua kelompok, mengurangi stereotype atau stigma antar kelompok sehingga tumbuh sikap saling mengenal serta menghormati.

Dalam masa ke depan untuk menjaga harmoni antar kelompok yang sangat beragam, keadilan, akses dan kontrol yang seimbang atas sumberdaya alam perlu dipastikan. Keberagaman merupakan berkah dan kekayaan dari Kalimantan Timur disambing sumberdaya alam mineral, gas dan batubara yang berlimpah. Semua ini akan mampu mensejahterakan masyarakat jika ditempatkan dalam konteks Kalimantan Timur sebagai ‘Banua Etam’ atau kampung (rumah) kita bersama. Namun yang saat ini terjadi justru Kalimantan Timur adalah “Banua Ikam” atau kampung (rumah) kamu, dimana segala kekayaannya hanya dinikmati oleh sekelompok orang, elit dan ‘orang luar’. Betapa tidak, Kalimantan Timur yang merupakan penghasil Batubara ternyata hanya dilewati dan dipakai untuk menerangi daerah di belahan bumi lainnya, sementara Kalimantan Timur terus mengalami kegelapan.

Kesadaran bahwa bumi Kalimantan Timur terus diekploitir dan tidak meninggalkan jejak kesejahteraan serta keadilan perlahan akan menjadi kesadaran kolektif. Suara-suara maupun gerakan sporadik untuk menyatakan hal itu mulai terlihat. Jika persoalan ‘pembagian kue’ atas kekayaan sumberdaya alam tidak segera direspon maka tak pelak akan merusak hubungan atau memicu pertentangan antar kelompok yang memang sangat beragam di Kalimantan Timur.  Pengalaman konflik komunal di daerah-daerah lain menunjukkan sebuah pola di mana ketidakpuasaan, kekecewaan dan keputusasaan masyarakat setempat paling mudah disuarakan dan diledakkan dengan cara ‘mengkambinghitamkan’ kelompok lainnya.

Samarinda, Pondok Batu Lumpang 25 Mei 2012

@yustinus_esha

[1] Apokayan adalah kawasan yang berada di kecamatan Kayan Hulu dan Kayan Hilir di Kabupaten Bulungan. Dalam laporan majalah Tempo, 24 Mei 1984, Gubernur Kalimantan Timur Soewandi yang berkunjung kesana menerima laporan bahwa 8 dari 11 desa di kecamatan Kayan Hilir ditinggalkan oleh penduduknya. Penelusuran Tempo menunjukkan beberapa desa yang dikunjungi telah ditelan lagi oleh rimba karena tak berpenghuni. Pernyebab utama eksodus ini adalah tekanan ekonomi. Harga barang kebutuhan pokok disana selangit. Transportasi darat tak ada, untuk mencapai dari Samarinda melalui sungai bisa makan waktu berbulan-bulan. Cara yang tercepat adalah lewat udara. Meski dilayani pesawat misi (MAF) tetap saja tak bisa murah karena bahan bakar pesawat juga mahal dan daya angkutnya juga sedikit.

[2] Kisah pembuka tulisan ini adalah tuturan dari Amai Pesuhu yang ditemui penulis saat mendokumentasikan (Audiovisual) fenomena masyarakat korban tambang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun