Mohon tunggu...
Yustina Ari Listiyanti
Yustina Ari Listiyanti Mohon Tunggu... Wiraswasta - paramedic vet, bakul telur, traveller

Seorang yang pernah mengenyam ilmu kesehatan hewan dan agribisnis peternakan. Interest dengan dunia menulis sekaligus segala sesuatu tentang agribisnis, penjelajahan, perjalanan wisata, lingkungan hidup, fotografi, film serta tentang budaya manusia yang membawa pada keanekaragaman khasanah ilmu pengetahuan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pesarean Gunung Kawi, Akulturasi Jawa dan Cina yang Tetap Lestari

29 Maret 2021   20:38 Diperbarui: 29 Maret 2021   20:51 2391
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ciam si di area klentheng / dokpri

Klentheng / dokpri
Klentheng / dokpri
klentheng di pesarean gunung Kawi / dokpri
klentheng di pesarean gunung Kawi / dokpri
Meninggalkan klenteng dan ciam si, saya berjalan ke atas, lewat sebuah pintu gerbang, kemudian melewati beberapa anak tangga. Disitu lah saya disambut dengan keteduhan pohon dewandaru, yang berada dalam sebuah pagar yang mengelilinginya. Konon, jika Anda kejatuhan salah satu bagian dari pohon, misal daun, ranting atau buah, maka Anda akan mendapat kekayaan. 

Dewandaru sendiri artinya pembawa pesan dari para dewa. Dari namanya aja udah kelihatan wow banget ye kan. Maknanya begitu dalam. Pesan dari para dewa. Untuk siapa? Tentu untuk manusia yang masih menjelajah alam semesta ini. 

Eitsss, bagian apapun yang jatuh dari pohon dewandaru itu harus didapat dengan secara tidak sengaja lo. Artinya jangan mendapatkannya misalnya dengan cara menggoyang-goyangkan pohonnya supaya jatuhlah daunnya. Jadi kalo dibayangkan, biarkan daun atau ranting atau buahnya jatuh dengan memilih kepada siapa ia akan jatuh. Hmmmm.

Ciam si di area klentheng / dokpri
Ciam si di area klentheng / dokpri
para penjual bunga setaman / dokpri
para penjual bunga setaman / dokpri
Di belakang pohon dewandaru itu terdapat  sebuah bangunan seperti joglo tapi tertutup, di dalamnya lah terdapat sebuah makam, yang dipercaya sebagai makam Mbah Jugo atau Eyang Jugo yang dikenal sebagai pengawal Pangeran Diponegoro. Pada saat saya datang, sedang berlangsung tahlilan di dalam joglo tersebut.

Nah, dari sini saya mulai sadar bahwa ini menarik. Perpaduan budaya Jawa dan Cina yang menyatu dalam satu frekuensi. Bunyi lonceng klentheng dan suara orang mengaji, meski berjauhan tapi rasanya menyatu dalam satu nada. Nada kepada Sang Khalik, pemilik kehidupan ini.

pintu gerbang ke area pemakaman jika dilihat dari bagian dalam / dokpri
pintu gerbang ke area pemakaman jika dilihat dari bagian dalam / dokpri
toko-toko penjual pernak-pernik dan peralatan ritual / dokpri
toko-toko penjual pernak-pernik dan peralatan ritual / dokpri
Peristiwa ini menggambarkan bahwa perbedaan keyakinan tidak menghilangkan esensi dari menyatukan diri dengan Sang Pencipta. Selalu ada media yang digunakan untuk menuju pada kebatinan dan kedekatan dengan Sang Pemelihara Kehidupan. Yang jelas, hanya kepada Tuhan saja kita boleh meminta dan bersandar serta berlindung dari hiruk pikuk dunia ini.

Tetap terberkati.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun