Mohon tunggu...
Yusticia Arif
Yusticia Arif Mohon Tunggu... Administrasi - Lembaga Ombudsman DIY

I Q R O '

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Meningkatnya Produksi Sampah Para Pelancong di Kota Yogyakarta

4 Januari 2019   08:30 Diperbarui: 6 Januari 2019   14:03 1038
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tugu Pal Putih - dok Dhiantata 2018

Libur akhir tahun telah usai. Semua telah kembali ke aktivitas masing-masing dengan semangat yang baru di tahun baru 2019 ini. Setelah selesai dengan hiruk-pikuk liburan, mengharubirunya romantisisme, merebaknya spot-spot selfie yang instagrammable serta wahana rekreasi dan kuliner baru, rupanya ada sedikit kisah yang tersisa dari Kota Yogyakarta dan wilayah-wilayah lain di Provinsi DIY yang selama ini termasuk menjadi daerah tujuan wisata favorit.

Tak lain dan tak bukan adalah masalah sampah.

Iya, sampah di kota Yogyakarta dan DIY cenderung mengalami kenaikan volume selama musim liburan, entah itu liburan akhir tahun seperti kemarin atau libur lebaran. Kenaikan volume sampah mencapai 15 persen dibanding hari biasa. Pada hari biasa, volume sampah di Kota Yogyakarta adalah 240 ton tetapi kini bisa mencapai 255-260 ton per hari (DLH Kota Yogyakarta, 2018).

Yogyakarta senantiasa membuka diri terhadap kunjungan wisatawan, namun beberapa hal termasuk masalah sampah ini terlambat diantisipasi. Bukan sekadar penyediaan sarana prasarana di ruang-ruang publik destinasi wisata, karena toh ketika musim liburan seperti kemarin, mengakibatkan luberan sampah karena tempat sampah tidak mampu menampung lagi. 

Fenonema seperti ini jamak ditemui di sepanjang Jalan Malioboro hingga Pasar Beringharjo. Akibatnya, ceceran sampah biasanya mengotori trotoar yang saat ini telah menjadi jalur pedestrian bagi pengunjung, mulai dari kantong plastik, sedotan, bungkusan makanan kemasan, botol atau gelas air mineral dan sebagainya. Tentunya menjadi pemandangan yang tidak sedap bagi semuanya.

Baru-baru ini, perayaan tahun baru di Alun-alun Utara (Altar Kota Yogyakarta), juga menyisakan persoalan yang serupa. Budaya bertanggung jawab terhadap sampah pribadi masih belum dikenal, sehingga sisa sampah pengunjung banyak ditemui keesokan harinya. Beberapa pegiat dan relawan rela bekerja untuk membersihkan kawasan altar yang merupakan wajah Kraton Yogyakarta ini.

Relawan bersih-bersih sampah - dok.pri
Relawan bersih-bersih sampah - dok.pri
Saat ini, Pemda DIY sedang dihadapkan pada persoalan kronis TPST Piyungan, tempat pembuangan sampah akhir yang berlokasi di Piyungan, Bantul DIY, di mana kawasan ini sudah mulai overload dengan kapasitasnya dan diperkirakan, tidak kurang dari 2 (dua) tahun, tempat ini sudah tidak bisa menampung sampah lagi. 

Selama ini, Pemda DIY masih menggunakan metode kumpul-angkut-buang untuk pengelolaan sampahnya. Strategi dan kebijakan yang seperti ini sebenarnya tidak cukup update untuk mengatasi persoalan sampah yang semakin hari volumenya semakin naik, berbanding lurus dengan pertambahan populasi. Belum lagi ketika dihadapkan pada musim liburan, di mana jumlah populasi orang yang berada di wilayah DIY pasti meningkat.

Khusus di Malioboro, kebersihan sudah menjadi tanggung jawab Unit Pelaksana Teknis (UPT) Malioboro, di mana pada musim liburan disiagakan sebanyak 12 personil yang berganti tugas tiap 6 jam untuk membersihkan kawasan Malioboro. Untuk kawasan di luar Malioboro, diperlukan strategi jitu agar persoalan sampah di ruang publik ini tidak mengotori wajah kota.

Membuang sampah adalah persoalan perilaku, budaya. Meningkatnya pendapatan dan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat urban, dan perubahan gaya hidup yang ditandai dengan terjadinya pergeseran nilai budaya dari hidup yang hemat dan sederhana ke arah gaya hidup hedonisme dan pragmatisme menyebabkan masyarakat urban cenderung semakin boros. 

Akibatnya produksi sampah pun juga cenderung meningkat, baik kuantitas maupun kualitasnya. Kemajuan teknologi juga cenderung menambah volume dan kualitas sampah yang dihasilkan, karena pemakaian bahan baku dan cara pengepakan (pengemasan) semakin beragam dan produk manufaktur yang semakin beragam pula, termasuk produk yang sifatnya sekali pakai langsung buang.

Sampah yang terkumpul - dok.pri
Sampah yang terkumpul - dok.pri
Destinasi-destinasi wisata juga menerima dampak akibat perubahan gaya hidup seperti di atas. Sampah-sampah yang merupakan produk sekali pakai mendominasi jenis sampah yang ditemukan. Persoalan volume sampah ini rupanya juga diperburuk oleh perilaku sebagian masyarakat yang sering membuang sampah tidak pada tempatnya.

Tugu Pal Putih - dok Dhiantata 2018
Tugu Pal Putih - dok Dhiantata 2018
Seringkali orang tidak sadar dengan perilakunya tersebut karena sudah menjadi kebiasaan, meski sudah disediakan tempat sampah. Dalam situasi demikian, diperlukan rasa tanggung jawab bersama, sehingga peran orang lain (sesama warga, petugas parkir, petugas-petugas lain di ruang publik) untuk saling mengingatkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun