Mohon tunggu...
Yusron Peragusta
Yusron Peragusta Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa

Saya merupakan Mahasiswa Universitas Negeri Malang tahun 2023 Fakultas Ilmu Pendidikan Prodi S1 Bimbingan dan Konseling

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Kasus Dugaan Pencabulan 20 Siswa-Siswi oleh Guru BK SMPN di Ciamis

16 April 2024   18:25 Diperbarui: 16 April 2024   18:26 640
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

PENDAHULUAN

Sekolah merupakan sebuah lembaga yang dirancang untuk pengajaran dan pembelajaran siswa di bawah pengawasan guru. Aspek pendidikan bagi sorang anak sangat penting demi tumbung kembang dan cita-cita bangsa Indonesia. Beberapa tahapan pendidikan anak mulai dari Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA) / Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), hingga akhirnya mereka beranjak dewasa dengan melanjutkan pendidikan di Perguruan Tinggi. 

Guru memiliki peranan penting dalam perkembangan anak di sekolah. Seorang guru berkewajiban untuk tidak berlaku diskriminatif dan berlaku objektif atas jenis kelamin, agama, suku, ras, kondisi fisik, latar belakang, atau bahkan status sosial ekonomi peserta didik. Sudah selayaknya seorang guru menjadi panutan bagi setiap murid-muridnya.

Namun di zaman yang semakin canggih seperti ini, berbagai pengaruh negatif dengan cepat masuk dan berkembang di kalangan masyarakat melalui media massa, media cetak, dan media sosial lainnya. Salah satu fenomena kejahatan yang terjadi adalah kasus kekerasan seksual. 

Di Indonesia fenomena kasus kekerasan seksual tidak hanya terjadi di kalangan orang dewasa tetapi juga anak-anak bahkan bayi dan balita. Salah satu bentuk kekerasan seksual adalah kasus pencabulan. Pencabulan adalah jenis kejahatan kekerasan seksual yang memiliki dampak yang sangat buruk bagi korban. 

Pencabulan merupakan perbuatan yang melanggar hak asasi manusia dan dapat merusak martabat kemanusiaan, terutama  terhadap akal, jiwa, dan juga keturunan. Korbannya berada di bawah ancaman fisik, psikologis, kekerasan, tidak berdaya atau dalam kondisi lain yang menyebabkan sang korban tidak dapat menolak apa yang terjadi kepada dirinya.

Profesi Bimbingan dan Konseling merupakan salah satu pilar penting di dalam dunia pendidikan. Hal ini bertujuan untuk membantu dan mendukung individu dalam menghadapi dan menyelesaikan berbagai permasalahan kehidupan. Akan tetapi seperti profesi lainnya, profesi ini juga rentan terhadap pelanggaran etika yang dapat mengancam integritas dan juga kepercayaan masyarakat. 

Hal ini terjadi pada sebuah berita mengenai seorang guru BK di Ciamis yang melakukan pencabulan terhadap 20 orang muridnya. Hal tersebut tentu saja merupakan perbuatan yang melanggar kode etik seorang guru. Kejadian ini tidak hanya mencoreng reputasi dari berbagai pihak yang terlibat, namun juga mencoreng citra profesi guru Bimbingan dan Konseling.

Kasus ini juga menandakan bahwa terjadi pergeseran budaya dan fungsi dari lembaga pendidikan itu sendiri. Lembaga pendidikan seharusnya memberikan pengajaran dan melindungi siswa akan tetapi malah menjadi tempat yang tidak aman bagi mereka. Sekolah juga memiliki peran penting untuk mencegah kejadian serupa di masa yang akan datang dengan cara memberikan edukasi kepada seluruh siswa dan siswi tentang pelecehan dan kekerasan seksual dan cara melaporkannya. Dinas pendidikan Ciamis juga harus memperkuat pengawasan terhadap kode etik dan mekanisme penegakan untuk mencegah kasus pelanggaran kode etik di dalam profesi Bimbingan dan Konseling.

ISI

Belum lama ini, publik dikejutkan dengan terungkapnya kasus dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oleh seorang guru Bimbingan Konseling (BK) di SMP Negeri Ciamis terhadap 20 orang muridnya. Kasus ini terbongkar setelah orang tua salah satu korban melaporkan insiden tersebut kepada pihak kepolisian. 

Peristiwa mengejutkan ini melibatkan berbagai pihak seperti pelaku yaitu guru BK SMPN Ciamis, para korban yang merupakan 20 orang murid SMPN Ciamis, orang tua korban yang berinisiatif melapor dan juga orang tua murid lainnya, pihak sekolah termasuk kepala sekolah, guru-guru, dan staf sekolah, pihak Kepolisian Resor Ciamis, serta Dinas Pendidikan Kabupaten Ciamis yang memiliki kewenangan dalam mengawasi penyelenggaraan pendidikan di sekolah tersebut.

Tindakan guru BK ini diduga melanggar berbagai prinsip kode etik profesi bimbingan dan konseling secara serius. Antara lain :

  • pelanggaran terhadap prinsip integritas dengan melakukan tindakan pelecehan seksual yang jelas tidak bermoral dan tidak sesuai dengan nilai-nilai luhur profesi yang mengutamakan perlindungan dan kesejahteraan siswa.
  • Kedua, pelanggaran terhadap prinsip objektivitas dengan melakukan tindakan pelecehan demi kepuasan pribadi dan mengabaikan kepentingan serta hak-hak murid sebagai pihak yang seharusnya dilayani.
  • Ketiga, pelanggaran terhadap prinsip kepedulian dengan mengabaikan kesejahteraan fisik dan mental murid serta mencederai rasa aman mereka di lingkungan sekolah.
  • Keempat, pelanggaran terhadap prinsip kerahasiaan dengan menceritakan informasi pribadi murid kepada pihak lain tanpa persetujuan yang dapat merendahkan martabat murid tersebut.
  • Terakhir, pelanggaran terhadap prinsip keadilan dengan memperlakukan muridnya secara tidak adil, diskriminatif dan mengeksploitasi posisi serta kekuasaannya sebagai guru.

Pelanggaran kode etik profesi yang sangat berat ini dapat membawa dampak yang serius bagi berbagai pihak yang terlibat. Bagi para korban, mereka berpotensi mengalami trauma psikologis yang berkepanjangan seperti kecemasan, depresi, rendah diri, hingga gangguan stres pascatrauma (PTSD). 

Kondisi ini dapat menghambat perkembangan para korban baik dalam menjalin hubungan sosial maupun dalam menjalankan aktivitas dan tanggung jawab sebagai pelajar. Bahkan, dampak trauma ini dapat membayangi kehidupan korban hingga mereka dewasa nanti. Di sisi lain, bagi pelaku yaitu guru BK, ia dapat dijatuhi sanksi berat oleh organisasi profesi terkait seperti pencabutan izin praktik atau pemecatan. 

Selain itu, konselor tersebut juga berpotensi menghadapi jeratan hukum berupa hukuman pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan bagi profesi bimbingan dan konseling sendiri, insiden ini dapat merusak kepercayaan dan citra profesi di mata masyarakat luas. Masyarakat mungkin menjadi ragu dan enggan untuk mencari bantuan dari konselor karena kekhawatiran mengalami pelecehan serupa.

SOLUSI

Mengingat besarnya dampak yang ditimbulkan, kasus ini harus ditangani dengan serius dan menyeluruh. Sebagai langkah pertama, pelaku yaitu guru BK harus segera dinonaktifkan dari tugasnya dan diproses secara hukum oleh pihak kepolisian dan kejaksaan untuk memastikan keadilan bagi korban. 

Kemudian, para korban yang telah mengalami pelecehan seksual harus diberikan pendampingan psikologis oleh konselor profesional dan terpercaya agar mereka dapat memulihkan kondisi psikis dan kepercayaan diri. Hal ini penting untuk mencegah dampak trauma berkepanjangan pada korban. Selanjutnya, pihak sekolah khususnya kepala sekolah perlu melakukan sosialisasi dan edukasi kepada seluruh murid dan orang tua tentang bahaya pelecehan seksual, gejala-gejala yang harus diwaspadai, serta mekanisme pelaporan yang aman dan efektif agar kasus serupa tidak terulang di masa mendatang.

Tidak hanya itu, Dinas Pendidikan Kabupaten Ciamis selaku pihak yang mengawasi penyelenggaraan pendidikan di wilayahnya harus memperketat pengawasan dan memastikan penerapan protokol yang jelas dalam penanganan kasus pelecehan di lingkungan sekolah. Selain itu, sebaiknya diadakan pelatihan dan sertifikasi khusus bagi seluruh guru BK untuk memastikan profesionalitas dan kesadaran akan kode etik profesi mereka. 

Terakhir, organisasi profesi bimbingan dan konseling perlu mengkaji ulang dan merevisi regulasi terkait kode etik supaya lebih jelas dan tegas, serta memperkuat mekanisme penegakan aturan tersebut guna mencegah pelanggaran yang dapat mencoreng nama baik profesi di masa depan.

KESIMPULAN

Kasus ini merupakan salah satu gambaran mengenai pelanggaran kode etik sebagai serius dalam profesi bimbingan dan konseling. Karena konselor dapat dikatakan menjadi suatu sosok di sekolah, apabila dirinya melakukan hal yang tidak sepantasnya dilakukan olehnya, tentu akan menjadi masalah besar terhadap cara pandang pihak masyarakat terhadap sekolah tersebut. 

Oleh karena itu, penting bagi semua pihak yang terlibat untuk mengambil langkah-langkah yang tepat dalam pencegahan dan penangangan permasalahan pelecehan tersebut. Tidak hanya konselor yang berperan dalam kasus ini, perlunya kolaborasi dengan semua pihak antara lain orangtua, pihak kepolisian atau pihak yang lain sesuai dengan kasus yang dihadapi di masa mendatang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun