Taufiq Ismail adalah sastrawan yang mengawali karirnya sebagai seorang guru SMA berlanjut menjadi dosen di IPB, lalu menjadi wartawan dengan menulis di berbagai media. Karya sastra pertamanya yaitu buku kumpulan puisi yang berjudul Prahara Budaya: Kilas-Balik Ofensif Lekra/PKK (1995), Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia (2004), dan Dengan Puisi, Aku (2014) juga karya sastra lainnya yang eksis pada masa Angkatan 66.
Salah satu karya terbaiknya yaitu puisi yang berjudul "Dengan Puisi, Aku" (2014) karena puisi ini ditulis dan diterjemahkan kembali ke dalam 80 bahasa oleh Taufiq Ismail pada tahun 2015 dengan berjudul "Dengan Puisi, Aku  1 puisi, 80 bahasa, 80 tahun, Terjemahan puisi dalam 58 bahasa dunia dan 22 bahasa daerah". Hal ini menjadi bukti bahwa karya Taufiq Ismail sangat digemari oleh banyak orang karena banyak yang mengembangkan puisi ini ke dalam berbagai bahasa. Tak sedikit orang yang menyukai atau menikmati karya puisi ini karena makna yang begitu dalam di setiap baitnya sehingga sengat berkesan bagi para pembaca.
Karya puisi adalah karya yang bersifat imajinatif juga bebas, bahasa dalam karya puisi selalu menggunakan konotatif karena banyak menggunakan makna kias, lambing, dan majas. Penggunaan kata dalam karya sastra puisi "Dengan Puisi, Aku" karya Taufiq Ismail banyak menggunakan kata atau bahasa kias, lambing, dan majas dalam setiap baitnya. Hal ini menjadi salah satu daya tarik untuk kita menganalisis makna karya puisi ini agar lebih memahami isi atau makna dalam puisi.
Dengan Puisi, Aku
Dengan puisi, aku bernyanyi
Sampai senja umurku nanti.
Dengan puisi, aku bercinta
Berbatas cakcrawala.
Dengan puisi, aku mengenang
Keabadian yang akan datang.
Dengan puisi, aku menangis
Jarum waktu bila kejam mengiris.
Dengan puisi, aku mengutuk
Nafas zaman yang busuk.
Dengan puisi, aku berdoa
Perkenankanlah kiranya.
Bait pertama dalam puisi ini menggambarkan perasaan aku lirik pada karya puisi di dalamnya menceritakan tentang kisah hidup dirinya dari awal hingga masa tuanya kelak. Dalam puisi ini aku lirik menceritakan kehidupan cintanya yang begitu penuh akan perjuangan. Bait kedua dalam karya puisi Taufiq Ismail ini disajikan kenangan masa lampau berbentuk kata indah yang penuh makna, dan dapat merenungkan bahwa hidup pada akhirnya akan mati abadi meninggalkan segalanya. Melalui puisi Taufiq Ismail ini dapat menuangkan rasa sedih juga pedihnya. Kemudian, bait ketiga bermaksud bahwa karya puisi bisa menggambarkan tentang kehidupan yang terjadi pada zaman yang begitu rusak. Pada bait terakhir karya puisi Taufiq Ismail ini memanjatkan doa pada Tuhan atas segala hal yang ia lakukan dalam hidupnya.
Karya puisi "Dengan Puisi, Aku" karya Taufiq Ismail banyak menggunakan sudut pandang aku lirik di setiap baitnya, hal ini dikarenakan penulis menggambarkan aku lirik sebagai tokoh utama dalam puisinya. Pengertian aku-lirik menurut Luxemburg (1986: 176) aku lirik merupakan pembicara dalam teks puisi yang ditujukan kepada seorang pendengar, seorang kekasih, gejala alam yang di personifikasikan penyair sendiri atau pembaca. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa karya puisi "Dengan Puisi, Aku" karya Taufiq Ismail memberikan gambaran atau sebuah makna tentang bagaimana sebuah karya puisi dapat menjadi media untuk menceritakan akan kehidupan, kisah cinta, dan pengingat rusaknya kehidupan di masa sekarang dan masa yang akan datang yang pada hakikatnya semua akan berakhir namun tetap membekas dalam keabadian.
Makna dari karya puisi "Dengan Puisi, Aku" karya Taufiq Ismail termasuk dalam makna kiasan. Makna kiasan adalah makna kata yang didasarkan oleh perasaan atau pikiran yang muncul antara penulis dan pembaca. Makna ini timbul akibat asosiasi penulis terhadap kata yang dilafalkan atau yang didengarnya. Taufiq Ismail banyak menyuguhkan perumpamaan atau gambaran situasi yang terjadi di dalam puisi menggunakan makna kiasan. Ia menuliskan banyak makna kiasan dalam setiap baitnya seperti "Nafas zaman yang busuk" yang diartikan sebagai zaman yang semakin rusak, lalu "Jarum waktu bila kejam meringis" Â yang diartikan sebagai kesedihan di saat hatinya terluka.
Karya puisi "Dengan Puisi, Aku" karya Taufiq Ismail juga menyuguhkan makna yang terpampang nyata di zaman sekarang. Zaman yang semakin maju memberi dampak buruk bagi banyak orang sehingga kemerosotan moral dan hilangnya rasa hidup pada diri manusia semakin terlihat. Perjalanan hidup di zaman ini pun seakan hanya sebuah cerita bagi setiap orang, mereka kadang lupa mengabadikan kisah hidupnya sekedar untuk sebuah kenangan. Puisi ini sebagai pengingat bagi kita bahwa zaman yang semakin buruk bisa berdampak bagi diri kita juga sejatinya hidup akan berakhir dan hanya meninggalkan sebuah kenangan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H