Mohon tunggu...
Yusrin  TOSEPU
Yusrin TOSEPU Mohon Tunggu... Dosen -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Periset di LSP3I Region V Sulawesi Pusat Makassar. Ketua Lembaga Kajian Forensik Data dan Informasi KAVITA MEDIA Makassar Penggiat Literasi Media ICT (Information and Communication Technology)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Dosen dan Mahasiswa Harus Menjadi Manusia Pembelajar

5 Juli 2018   23:47 Diperbarui: 9 Juli 2018   00:04 3645
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Shutterstock.com

Kenapa seseorang harus terus belajar? Jawabannya karena orang tersebut memiliki impian dan cita-cita yang ingin diraihnya. Dari berbagai buku motivasi di jelaskan bahwasanya salah satu syarat utama untuk berhasil dan sukses dalam kehidupan yaitu harus lebih giat dalam berusaha.

Demikian halnya dengan belajar. Untuk sukses dalam menjalankan profesi dosen begitupun pada mahasiswa yang sukses meraih masa depan, harus dan wajib hukumnya untuk mendisiplinkan diri untuk selalu belajar dan terus belajar. 

Manusia pembelajar merupakan orang yang tangguh dan mampu memaksa dirinya untuk terus belajar, meskipun dia harus keluar dari zona nyaman yang dia miliki.

Memasuki era informasi dan pengetahuan, setiap orang tidak bisa tidak, mesti menjadi pembelajar. Manusia pembelajar tidak diukur dari gelar dan atribut lahiriah yang dimiliki, tapi dari mental dan karakternya, serta dari kontribusi untuk kemajuan ilmu dan peradaban.

Mahasiswa, dosen, civitas akademika harus mampu menjadi manusia pembelajar, yang senantiasa berusaha untuk menjadi lebih baik sampai akhir hayat. Sudarwan Danim dalam bukunya "Menjadi Manusia Pembelajar", mendefinisikan manusia pembelajar adalah orang-orang yang menjadikan kegiatan belajar sebagai bagian dari kehidupan dan kebutuhan hidupnya.

Ketika belajar telah menjadi kebutuhan, maka ilmu akan menjadi baju terindah bagi dirinya, pengetahuan akan menjadi lautan samudera bagi dirinya karena setiap saat mereka akan rindu dengan ilmu dan akan haus pengetahuan.

Proses pembelajaran adalah salah satu yang menjadi focus utama untuk dibenahi, umumnya pembelajaran di PT masih terlalu mekanik. Mahasiswa tidak belajar menggembangkan teori tetapi menggunakan teori. 

Seharusnya, mahasiswa di arahkan untuk meneliti dan membuat teori baru atau mengembangkan teori yang sudah ada. Umumnya penelitian yang dihasilkan dari dunia kampus sekarang ini tidak sesuai dengan problem yang dihadapi oleh masyarakat.

Sisi lain dunia pendidikan tinggi kekinian yang belakangan di hebohkan dengan banyaknya beredar ijazah palsu, gelar palsu, dan perguruan tinggi (PT) palsu, ini menunjukkan dengan sisi gelap suramnya dunia pendidikan (tinggi) kita. 

Para akademisi, pakar tak bersemangat lagi berbicara tentang daya saing bangsa, bonus demografi, dan kompetisi global terkait Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 lantaran miris dan pesimistis melihat wajah buram dunia pendidikan kita.

Fenomena ini memperlihatkan bahwa sebagian masyarakat kita masih banyak yang mengidap penyakit feodalistik, mengagungkan gelar, dan menjadi manusia dengan mental sertifikat. 

Manusia sertifikat tak mementingkan ilmu, skill, kompetensi, apalagi karakter personal. Ia hanya mementingkan gelar dan secarik kertas bernama ijazah. Orang semacam ini, kalau datang ke seminar, tak mengharap ilmu. Ia hanya mengejar dan perlu sertifikatnya saja. Begitu juga kalau kuliah. Ia mendaftar dan bayar, tetapi tidak kuliah karena yang dicari bukan ilmu, tetapi gelar dan sertifikat.

Pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan dunia pendidikan harus mampu mengedukasi masyarakat, terutama anak didik agar menjadi manusia pembelajar (become a learner). Manusia pembelajar adalah orang yang terus belajar, mempertinggi kemampuan (kompetensi) agar bisa memberi kontribusi lebih besar bagi kemajuan bangsa dan kemanusiaan.

Membangun budaya pembelajar di perguruan tinggi, merupakan salah satu solusi cerdas untuk meningkatkan mutu pendidikan tinggi kita. Potensi yang dimiliki dosen dan mahasiswa haruslah dikembangkan secara seimbang (balance) sehingga tidak tumpang tindih satu sama lain. Karena 3 potensi dasar tersebut, yaitu moral, intelektual, dan fisik merupakan sebuah kesatuan utuh yang perlu dikembangkan. 

Sehingga efeknya mereka mampu berfikir, memahami dan melaksanakan apa yang diinginkannya dengan fokus yang nantinya akan berbuah pada bingkai yang positif.

Dosen yang berprofesi sebagai pendidik dan pengajar, dan mahasiswa sebagai seorang yang sedang menjalani proses pendidikan formal adalah bagian dari manusia pembelajar. 

Dosen bukan hanya sekedar mengajar dan membimbing semata, begitupun mahasiswa bukan sekedar mengejar prestasi akademis semata, keduanya memiliki peran penting dalam menentukan nasib bangsa nantinya.

Dosen, mahasiswa, dan dunia kampus dituntut untuk membawa angin segar perubahan, menjaga nilai-nilai postif yang ada di masyarakat, dan tentunya sumber daya manusia yang selalu siap untuk dimanfaakan bangsanya.

Manusia pembelajar, mencintai hal-hal baru, pemikiran baru, dan keterampilan baru. Ia belajar bukan hanya untuk mengetahui, tetapi lebih dari itu untuk berpikir dan memecahkan masalah.

Manusia pembelajar belajar dan mengembangkan ilmu tak hanya dari bangku kuliah dan text book, tapi juga pengalaman dan dari realitas kehidupan sebenarnya.

Manusia pembelajar setidaknya memiliki lima sifat yang menjadi karakter dan etos utama intelektualnya. Pertama, rasa ingin tahu yang tinggi. Inilah sifat yang membuatnya rajin belajar dan memiliki kemauan belajar yang kuat. 

Dari banyak riset, anak menjadi pandai bukan karena diajar, tapi karena ia semangat dan rajin belajar. Meski berstatus mahasiswa atau dosen, bilamana tidak ada lagi rasa ingin tahu, mereka senyatanya bukan pembelajar.

Kedua, ia suka berbagi ilmu dengan teman atau orang lain. Merupakan keunikan ilmu, ia tidak habis kalau dibagi, malah bertambah. Saya secara pribadi sering menekankan pada rekan dan anak didik bahwa orang yang sadar tentang manfaat mengajarkan ilmu kepada orang lain, maka ia akan senang ketika melihat orang lain bisa mengerjakan suatu hal yang sebelumnya tidak dapat dikerjakannya. Ia akan bergembira ketika melihat orang lain, lebih mengerti dan memahami sebuah persoalan dari yang sebelumnya dalam kebodohan.

Ilmu tidak akan pernah hilang dari diri kita. Ilmu yang dibagikan justru akan menjadi ilmu yang berkah, sperti pohon yang berbuah. Jika seseorang membagikan ilmu, maka ilmunya akan semakin bertambah. Dengan mengajarkan ilmu, ilmu yang dimiliki akan semakin menancap kuat dalam sanubarinya.

Ketiga, selain berbagi, manusia pembelajar, Rajin memperluas ilmu pengetahuan dengan dua cara. Pertama, dengan membedol batas horizon pengetahuan kita. Kedua, dengan cara keluar dan melepaskan diri dari zona kenyamanan. Diperlukan keberanian dan teknik tersendiri untuk bisa keluar dari kungkungan zona kenyamanan.

Keempat, ia memiliki kontribusi bagi kemajuan ilmu dan kemanusiaan. Dalam hakikatnya ilmu tak terpisahkan dari agama, karena ilmu tidak untuk ilmu, tetapi untuk kemaslahatan umat sebagai wujud pengabdian kepada Allah SWT.

Kelima, ia memiliki sifat rendah hati dan tawadhu. Meskipun berpengetahuan sangat luas serta memberi kontribusi besar bagi kemajuan ilmu dan peradaban, para pembelajar sejati tidak pongah dan tidak besar kepala. Mereka tetap rendah hati, ibarat filosofi padi, makin berisi, makin tunduk ke bawah.

Demikian catatan singkat ini semoga bermanfaat. Salam Pendidikan Tinggi Indonesia

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun