Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mengeluarkan pernyataan bahwa kampus-kampus sudah terpapar pada paham radikal. Pernyataan tersebut dilontarkan setelah penangkapan terduga teroris di Kampus Universitas Riau (UNRI) oleh Tim Densus 88 dan Polda Riau, tiga orang terduga teroris berhasil diamankan.
Adanya paham radikal di kampus juga bukan hal baru. Sejak zaman Orde Baru kampus-kampus sudah terpapar pada paham-paham radikal. Ada banyak cerita tentang mahasiswa yang akhirnya berhenti kuliah, untuk bergabung dalam sebuah gerakan radikalisme.
Kelompok-kelompok ini, dengan berbagai intensitas radikalisme tadi, ada di kampus. Bibitnya sudah ada sejak sejak jaman orde baru. Aktivitas politik oleh mahasiswa yang dilarang melalui kebijakan NKK/BKK, bergeser menjadi pengajian-pengajian dalam jaringan besar, yang dipecah-pecah dalam kelompok-kelompok kecil. Di masa inilah pemikiran-pemikiran radikalisme tumbuh subur. Yang kita saksikan sekarang adalah kelanjutan dari proses itu.
Nah, Kalau sekadar menyatakan bahwa kampus sudah terpapar, itu fakta yang Sudah dari dulu begitu. Kalau yang dimaksud adalah radikalisme dalam bentuk yang lebih tinggi intensitasnya, yaitu siap melakukan tindak kekerasan sekarang, maka arah pernyataan itu ditujukan bukan hanya kepada Kemenristek Dikti, tapi kepada kepolisian.
Pemerintah dalam hal ini Kemenristek Dikti memang harus bertindak. Banyak dosen yang berpaham radikal, dan mengajarkannya kepada mahasiswa. Apa tindakan yang akan diambil? Belum jelas.
Paham radiaklisme lambat tapi pasti telah mengancam dunia pendidikan tinggi Indonesia. Seperti itulah realitas yang terbangun dan gambarkan kampus Indonesia kekinian.
Sebagai upaya pencegahan paham radikal terorisme dan ISIS di kalangan Perguruan Tinggi, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) bersinergi dengan Badan Nasionalisme Penanggulangan Terorisme (BNPT) mencegah bentuk radikalisasi di dunia kampus.
Sinergi tersebut tertuang dalam Komitmen Bersama yang ditandatangani oleh pihak Kemenristekdikti yang diwakili Direktur Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Intan Ahmad, serta Kepala BNPT Komjen Pol. Saud Usman Nasution di Universitas Diponegoro, pada tanggal 29 Pebruari 2017.
Kemenristek melakukan tindakan pencegahan guna memproteksi Kampus sebagai ranah publik dari sasaran teroris dalam menanamkan paham radikalisme ke mahasiswa. Mahasiswa rawan sekali terhadap radikalisme karena mereka memiliki jiwa muda yang masih ingin mencari jati dirinya.
Mahasiswa cenderung memiliki rasa ingin tahu yang tinggi terhadap sesuatu. Pihaknya berharap, mahasiswa harus mampu berpikir kritis sehingga dapat memahami persoalan yang ada di masyarakat. Penanaman ideologi Pancasila dan pendekatan agama menjadi faktor penting untuk mencegah masuknya paham radikalisme di kampus.
Sebagai aksi nyata, Kemenristekdikti telah membahas persoalan radikalisme pada Rapat Kerja Nasional Kemristekdikti akhir Januari lalu dengan mengundang seluruh Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan. Dalam forum tersebut, dibahas bagaimana permasalahan paham radikalisme itu muncul dan bagaimana upaya mencegahnya.