Mohon tunggu...
Yusril Ihza Mahendra
Yusril Ihza Mahendra Mohon Tunggu... profesional -

Lawyer, Professor of Constitutional Law, Former Minister of Justice, Former Minister/Secretary of State, Republic of Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Buat Apa Minta Maaf, Saling Mengerti Saja!

31 Agustus 2012   10:35 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:05 2493
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa waktu lalu, Rakyat Merdeka Online (RMOL) mewawancarai saya tentang Kicauan di Twitter yang sempat menghebohkan banyak kalangan, bahkan mendapat respon dari beberapa politikus, dna dimuat hari ini tadi pagi, Jum'at (31 Agustus 2012) pukul 09:57. Berikut petikan utuh WAWANCARA itu. Semoga bermanfaat.

Menurut bekas Mensesneg itu, kicauannya di twitter mengenai grasi kepada koruptor itu karena omongan Wamenkumham Denny Indrayana yang menye­rang orang dan membuat kegaduhan politik. “Kalau mengikuti logika yang di­tulis Denny dalam twitternya bahwa advokat yang membela koruptor adalah koruptor. Maka setiap hakim yang membebaskan koruptor adalah hakim koruptor. Kalau diteruskan, maka presiden yang memberi grasi kepada koruptor adalah presiden koruptor,’’ paparnya.

Berikut kutipan selengkapnya:

Anda diminta membuktikan ucapan Anda di twitter, siapkah?

Soal bukti membuktikan, kita ikuti logika Denny saja yang mengatakan, advokat yang membela koruptor adalah koruptor, apakah itu perlu pembuktian. Itu kan nggak perlu pembuktian. Itu hanya stigma dan propaganda politik.
Konsekuensi dari ucapan itu, ya presiden yang memberi grasi koruptor itu presiden koruptor. Ini bukan wilayah hukum, tapi wilayah propaganda politik. Maka jangan mempropagandakan orang dong. Kalau mereka nggak mau di­serang, jangan menyerang orang lain.

Sepertinya Anda terpancing dengan ucapan Denny Indrayana ya?

Banyak orang bilang ngapain saya meladeni. Tapi dalam ilmu propaganda politik itu kebo­ho­ngan yang diulang-ulang bisa membuat orang percaya. Itu kan propaganda. Misalnya, ada orang yang biasa memimpin doa, lama-lama ada yang memanggil pak kiai. Maka dia menjadi kiai walaupun ilmunya alakadarnya. Kalau terus menerus saya dibi­lang sakit hati atau balas dendam, maka lama-lama orang akan menilai saya seperti itu. Padahal tidak sama sekali.

Anda kesal dengan kicauan Denny Indrayana?

Berkali-kali rezim ini mau mengerjain saya dengan berbagai cara. Tapi nggak berhasil. Kemu­dian menuduh saya menghalang-halangi pemerintah dalam mem­berantas korupsi dan membantu koruptor. Ada stigma yang dibuat pemerintah untuk saya. Saya melihat Denny itu hanya pionnya saja. Meski demikian saya beritikad baik. Saya ingin meluruskan apa yang dilakukan itu.

Meluruskan apa?

Denny harus menyadari im­pli­kasi dari ucapannya itu. Mereka ini melakukan propaganda dan agitasi. Saya paham itu. Saya ini mengajar propaganda politik dan perang urat saraf. Kalau saya memakai ilmu yang saya miliki, saya pikir mereka kelabakan. Kalau teknik itu saya gunakan, saya bisa porak-porandakan pemerintah. Saya melakukan ini hanya warning saja. Tapi kelihatannya sudah banyak yang kebakaran jenggot.

Anda dinilai balas dendam kepada SBY karena dipecat dari kabinet?

Balas dendam itu kan stigma baru lagi. Saya tahu ada yang me­nu­duh bahwa saya sakit hati karena dipecat SBY. Propaganda politik itu sebenarnya bukan ke­benaran tapi menciptakan stigma-stig­ma kepada lawan. Itu salah satu penyakit pemerintah ini. Orang suka menyerang orang lain semaunya. Ketika dibalikkan argumennya, mereka nggak bisa jawab. Malah menciptakan stigma, itu kultur yang buruk.

Anda merasa dirugikan?

Tentu saya merasa dirugikan karena terus menerus mencipta­kan stigma untuk saya. Padahal saya tidak pernah menciptakan stig­ma pada orang lain. Kalau berdebat dengan orang, saya rontokkan argumentasinya dan melawan pikirannya tapi saya tidak melakukan stigma-stigma orang itu dengan stigma tertentu. Perlu diketahui, sejak 2004 me­reka selalu menciptakan stigma bahwa saya ini koruptor tapi me­re­ka kan sudah punya KPK dan nggak ada buktinya. Setiap hari di twitter ada tuduhan-tuduhan ini dan saya tahu bahwa mereka ini style-nya orang suruhan.

Sebelumnya Anda tidak pernah membalasnya?

Mereka ini kan menyerang terus dan memaki-maki saya. jawa­ban saya tidak pernah diper­hati­kan dan dipertimbangkan. Tapi mereka menyerang saya terus. ini membuktikan mereka tidak punya ide untuk membantah saya. Kalau misalnya mereka menembak sepuluh kali kepada saya, dan saya tembak balik satu kali, mereka tidak merubah strategi tembakannya, karena hanya prajurit. Sebenarnya ada upaya sistematik untuk mengerjai saya dan nggak pernah bosan. Saya serang balik, mereka sudah kebakaran jenggot.

Ucapan Anda di twitter dinilai menghina Presiden, tanggapannya?

Saya tidak ada maksud meng­hina Presiden. Sama sekali tidak ada. Tapi tolong juga jangan menghina saya.

Sebenarnya ada apa Anda sering berseteru dengan Denny Indrayana?

Saya pikir dia hanya pion. Sejak dari Pukat UGM sampai sekarang kerjaannya begitu. Ada kerjaan sistematik untuk membunuh karakter saya dengan terus menciptakan perang urat saraf dan stigma. Saya juga nggak ngerti. Ada apa sih sebenarnya. Waktu saya mencalonkan diri sebagai presiden, tiba-tiba dilibatkan kasus Sisminbakum. Ke­mu­di­an menciptakan stigma un­tuk mem­bunuh karakter. Sebenarnya selama ini saya malas bereaksi. Tapi kalau begini terus, ya saya coba balikin. Saya menggunakan senjata-senjata yang mereka pakai. Saya ini belum menggunakan senjata saya sendiri. Tapi semuanya sudah goyah. SBY harus bersikap tegas kepada pembantunya yang hanya membikin kegaduhan di negara ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun