Mohon tunggu...
Yusran Pare
Yusran Pare Mohon Tunggu... Freelancer - Orang bebas

LAHIR di Sumedang, Jawa Barat 5 Juli. Sedang belajar membaca dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Parodi (Gatot) Brajamusti

29 Agustus 2016   16:05 Diperbarui: 30 Agustus 2016   20:23 703
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

    SUN matek aji-ajiku Brajamusti,

    Terap-terap,

    Awe-awe,

    Kuru-kuru,

    Griya gunting drijiku,

    Watu item ing tanganku

    Sun tak antem...

TAK usah pusing menerjemahkannya. Bukan lirik tembang, bukan pula sajak. Kalimat-kalimat di atas konon adalah (satu di antara banyak versi) mantra yang biasa dirapal para pemburu ilmu kanuragan.

Orang menyebutnya ajian brjamusti. Senjata gaib para pendekar. Keampuhannya tiada tara. Selain bisa membuat kebal --terhadap aneka jenis senjata tajam, entahlah kalau terhadap peluru-- ajian ini pun mampu bikin tawar segala macam mantra ampuh lain.

Pokoknya, semacam senjata pamungkas lah. Karenanya, orang yang menguasai ilmu ini, tidak boleh menggunakannya bila tak terpaksa. Kalau sembarangan, bisa membahayakan lawan yang mungkin tingkat kesalahannya tidak sepadan jika harus ditebus nyawa.

Konon (lagi) tak sembarang orang bisa menguasai ilmu ini, sebab perysaratannya sangat berat. Selain harus betul-betul bersih, orang yang hendak menguasainya harus pula lulus uji fisik dan mental.

Misalnya, selama setahun, setiap bulan harus berpuasa tujuh hari tujuh malam. Bisa pula, tiap tahun, berpuasa terus menerus 40 hari. Hari pertama, mandi keramas dengan bunga tujuh rupa.

Nah selama dalam puasa, lima kali dalam sehari merapal mantra itu 100 kali, termasuk pada tengah malam menjelang --hingga-- pergantian hari.

Setelah selesai puasa, mantera itu dirapal lalu ditiupkan bersama napas pada kedua tangan. Fuah! Maka saat itulah --konon-- kekuatan gaib mengalir dalam tubuh dan tangan yang bersangkutan.

Jika brajamusti sudah mengaliri tubuh, maka urat jadi kawat dan balung mendadak sekuat besi. Hanya sekali hantam, lawan akan klenger. Malah busa-bisa langsung "lewat".

Tapi, kata Mbah Dukun, jangan sekali-kali menggunakan tangan kiri untuk melancarkan brajamusti, sebab itulah pantangannya. Di tangan kiri, brajamusti tak ada tulah sama sekali. Sekali lagi, konon.

Mengapa dinamai barajamusti? Alkisah di dunia pewayangan, Brajamusti adalah salah satu raksasa sakti. Tapi raksasa ini ditaklukan Raden Gatotkaca.

Karena terkagum-kagum pada keperwiraan Sang Gatot, maka ruh Brajamusti pun menjalari jasadnya dan jadi kekuatan luar biasa di tubuh ksatria Pringgodani ini. Jika Gatotkaca sudah merapal ajian Brajamusti, musuh sekuat apa pun akan lebur dalam sekali sapu.

Versi lain menyebutkan, Brajadenta --bersama Brajamusti dan Brajamikalpa serta Brajalamatan -- adalah saudara kandung Gatotkaca. Ketiga-tiganya memberontak keputusan sang ibu, Dewi Arimbi, yang menyerahkan tahta Pringgodani kepada Gatotkaca.

Brajadenta merasa paling berhak karena selama ini dialah yang memegang tampuk pemerintahan mewakili Dewi Arimbi yang turut suami, Bima, tinggal di negara Jodipati.

Gatotkaca tak sendirian, dua saudara kandung lainnya, Prabakesa dan si bungsu Kalabendana berada di pihak dia. Pemberontakan ditumpas. Brajalamatan dan Brajawikalpa tewas, sedangkan Brajadenta dan Brajamusti buron. Ini versi Gatotkaca Winisuda.

Versi mana pun yang akan dipakai, dua-duanya sesuai dengan kanuragan, kelelakian, perang, dan kekuasaan. Dua-duanya juga berkait erat dengan sang kesatria sakti mandraguna Gatotkaca.

Sebagai sama-sama kesatria Pringgodani, baik Gatotkaca maupun Brajamusti jelas-jelas sakti. Satu Gatotkaca saja sudah bisa bikin porak-poranda pasukan lawan. Apalagi kalau gabungan keduanya, Gatotkaca dan Brajamusti. Pasti ampuh luar biasa.

Mungkin itu sebabnya, dulu,  Reza Artamevia melesat kabur --seperti Brajadenta dalam versi lain-- lalu menyuruk-nyuruk mencari perlindungan, ketenangan dan kedamaian di villa milik Gatot Brajamusti. 

Lho, apa hubungannya?

Hehehe... memang kagak ada. Kecuali dua nama yang disatukan itu tadi. Gatotkaca dan Brajamusti, jadi Gatot Brajamusti. Nama terakhir ini, hari-hari belakangan ini kembali disebut setiap tayangan infotainment semua televisi dan portal berita di negeri Pringgodani, eh di tanah air.

Seperti brajamusti tak akan disebut tanpa Gatotkaca, maka Gatot Brajamusti pun tak akan disebut tanpa Reza Artamevia, karena kepada Gatot lah akhirnya Reza yang tengah dirundung macam-amcam soal itu mencari perlindungan dan berharap memperoleh ketenangan dari Sang Gatot yang kini lebih suka disapa Aa itu.

Tentang Reza Artamevia, rasanya agak jangggal jika ada yang bilang tidak tahu. Siapa Gatot Brajamusti? Sebelum bersinggungan dengan perkara Reza, nama urang Cikiray Kecamatan Cisaat Kabupaten Sukabumi ini jaranglah disebut kecuali oleh kalangan sangat terbatas.

Di Sukabumi sendiri, nama ini tak begitu dikenal. Kecuali kalau yang dimaksud adalah Gatot sebagai pemusik. "Ya dulu sih dia pemusik country. Sekarang mah katanya punya ilmu dan sering mengobati orang," kata seorang rekan asli Sukabumi.

Jadi, ke situlah Reza --yang kala itu sedang berseteru dengan suaminya, dituduh berselingkuh, dan sangat rindu pada dua anaknya-- mencari kedamaian, dan menyesap ilmu entah apa...heuheu

Kini, nama Gatot Brajamusti meledak lagi di cakrawala infotainment dan berita beneran. Musisi yang kemudian jadi dukun lalu tiba-tiba dipilih sebagai ketua Persatuan Artis Film Republik Indonesia (PARFI), ini diciduk karena pesta narkotika di sebuah hotel di Mataram, Lombok. Nama Reza, disebut-sebut pula.

        ......

    Ingsun amatek ajiku si Brajamusti

    Kang aneng Pringgondani.

    Purubaya, Purubaya, Purubaya

    Ototku kawat, balungku wesi, kulitku tembaga

    Ajur mumur katiban tanganku

    Heh iyo aku Purubaya ratuning wesi kabeh.

    Sakabehing braja nglumpruk kadi kapuk.

    Tan ana tumama ing badanku!

    .......

Fuah! Fuah! Fuah!

Mungkin kali ini ia lupa keramas dan mandi tujuh rupa kembang, sehingga ajiannya tak lagi ampuh, makanya kena tangkap. Fuah! ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun