Sejak Undang-undang No 20 tahun 2003 itu dilaksanakan dalam praktik UN, mutu hasil pendidikan nasional di tanah air tak begitu banyak berubah. Malah ada yang berpendapat, bahwa UN sama sekali tidak berpengaruh pada mutu pendidikan nasional.
Dalam beberapa kasus, UN justru "memproduksi" sikap-
sikap koruptif dan manipulatif, serta menghalalkan segala cara. Ia bukan lagi arena uji intelektualitas peserta didik, melainkan jadi taruhan reputasi pendidik dan lembaga pendidikan. Segala cara dilakukan agar sekolah dan daerah masing-masing tidak masuk dalam daftar daerah dengan kualitas pendidikan rendah.
Sangat boleh jadi, itulah yang jadi satu di antara faktor penyebab munculnya kecurangan dan penyimpangan dalam tiap pelaksnaan UN. Ia bukan lagi sebagai alat atau sarana peningkatan mutu pendidikan, melainkan justru menjadi tujuan itu sendiri.
Mahkamah Agung telah menegtapkan agar pemerintah harus meningkatkan kualitas guru secara menyeluruh, menyempurnakan kelengkapan sarana prasarana, serta akses informasi di seluruh daerah sebelum melaksanakan ujian nasional. Namun hingga hari-hari ini kondisinya tidak berubah. Pemerintah belum tampak serius mematuhi keputusan majelis hukum tertinggi itu.
Ujian Nasional tetap masih jadi momok yang menakutkan, menekan, dan menceburkan para siswa ke dalam situasi yang demikian kompleks dan rumit, sekadar untuk memperoleh nilai yang jadi hak mereka. Betapa merana jadi pelajar di Indonesia. **
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H