HARI ini, jalanan lengang. Poniman memilih tak mencoblos. Ketika kutanya, ia langsung terkekeh. Ia megaku tak punya KTP, kartu keluarga, atau kartu identitas yang bisa menjadi prasyarat agar dirinya bisa mencoblos. Ia memilih bertahan di gerobaknya sembari menyaksikan mereka yang baru saja pulang mencoblos.
"Siapa presiden yang kamu suka?" tanyaku
"Tak satupun. Semuanya sama-sama mau cari kuasa. Kalau udah di atas, pasti lupa sama kita-kita."
"Tapi kan bapak bisa memilih yang kelak akan membantu bapak mendapatkan kehidupan layak," kataku dengan sok bijak.
"Layak? Hmm... Justru saya sedang hidup layak. Saya bebas ke mana-mana. Mereka yang hidup tak layak. Mereka tak sebebas saya karena harus mikir uang miliaran, mikir bini di apartemen sono, hingga mikir nama baik. Saya mah bebas. Hahaha."
Ia lama terkekeh. Ia lalu menengok ke baliho seorang calon presiden yang menyebut tentang kemandirian bangsa. Ternyata rakyat seperti dirinya justru punya kemandirian hebat untuk terus bertahan. Di tengah janji para capres yang serba harum itu, ia sedang bertarung dengan nasib, tanpa menitip banyak harapan.
Apa yang bapak inginkan? Ia terdiam. Keinginannya hanya satu. Ia berharap ketika aparat keamanan datang, ia bisa segera pindah ke tempat aman. Di dalam dirinya kulihat kebebasan. Jika manusia lain selalu kembali di rumah yang ukurannya sekian kali sekian meter, Poniman bisa tidur di semua sudut jalan Jakarta. Ia bebas memilih hendak istirahat di manapun. Boleh jadi, ia pernah tidur di jalan raya depan hotel mewah yang pernah Anda tiduri. Boleh jadi ia pernah mengais sampah makanan yang pernah Anda buang di jalan raya. Ia adalah manusia bebas. Bebas tidur di manapun. Bebas makan apapun.
[caption id="attachment_330941" align="aligncenter" width="367" caption="saat Poniman tertidur"]
Hebatnya, lelaki di hadapanku ini tak pernah sedikitpun memberi iming-iming janji. Ia juga tidak terjebak pada materi ataupun penampakan lahiriah. Ia tak peduli dengan janji-janji para lelaki berjas yang katanya hendak membantu orang-orang sepertinya. Ia hanya peduli pada gelas plastik bekas yang berserakan di jalan. Dalam sehari, ia bisa mendapatkan penghasilan hingga sepuluh ribu rupiah, sebuah jumlah yang hanya cukup untuk makan.