Di luar Rumah Putih, memang sedang terjadi kekacauan yang luar biasa. Kejahatan terjadi di jalanan, di rumah-rumah mewah, di kantor-kantor dinas, di gedung-gedung terhormat. Dan menurut penelitian saya, itu semua senyum Dia penyebabnya. Dia ternyata mempunyai rumah yang lebih megah dan mewah dibanding Rumah Putih. Dia ternyata memimpin para begal, copet, pembunuh, pemeras, preman, penipu, dan penjahat lainnya. Dia oleh para penjahatnya lebih ditakuti dibanding Ibu oleh masyarakatnya.
Di kalangan para penjahat, panggilan Dia adalah Yang Tidak Boleh Disebut Namanya. Sebuah panggilan yang sakral dan mengerikan. Di antara mereka pun ada sebuah pribahasa, "bila ada darah di jalanan, minum-minumlah di kafe". Sebuah pribahasa yang juga mengerikan. Artinya, kejahatan janganlah dianggap mengerikan. Ya, karena merekalah penjahatnya.
Bertahun-tahun saya mengikuti apa yang Dia lakukan. Bagaimana Dia tersenyum dan orang-orang sakit perut. Lalu para penjahat anak buah Dia membegal, mencuri, merampok, membuat peraturan, mengatur proyek, tender, menandatangani ijin yang tak seharusnya, dsb. Mereka lalu berpesta dengan segala yang serba mewah. Mobil seharga miliaran, baju dari butik perancang internasional, jam tangan seharga setara puluhan rumah sederhana, celana dalam seharga setara puluhan petak sawah yang terpaksa dijual petani, hadiah-hadia istimewa bagi para kekasih gelap, liburan-liburan teraneh dan termahal di dunia, dsb.
Dan kesempatan itu kemudian datang. Entah bagaimana awalnya Dia menginginkan lagi menikmati kejahatan kroco dengan membegal taksol alias taksi online. Saya yang sudah siap dengan Kacamata Blackpink dan topeng wajah ala Hollywood agar tidak dikenali, segera menjadi sopir taksi online. Perjalanan penuh canda di malam bergerimis itu pun terjadi. Dia duduk di depan di samping saya dengan banyak cerita lucu.
Di jalan tol saat kecepatan mobil 80 km per jam, Dia tersenyum. Tersenyum lalu tertawa saat saya melepas injakan gas.
"Kamu harus tahu, bagian yang paling saya nikmati bukan ini," kata Dia sambil menarik saya ke ujung jok dan Dia mengambil alih kemudi. "Bagian terindah dari perampokan ini adalah cara mengadopsi yang paling up to date dan menginspiratif dari kejahatan internasional. Bunuh dan buang mayatnya ke sungai, kubur di pinggir hutan, atau bakar; sudah ketinggalan jaman. Pembunuhan di Timur Tengah sana menghilangkan jejak dengan cerdas. Mutilasi, larutkan dalam cairan asam dan buang ke sungai. Polisi mana yang sanggup membongkarnya? Hahaha...!"
Tapi sebelum Dia beraksi, saya yang pura-pura sakit perut dan pingsan, dengan Kacamata Blackpink tetap menempel di mata, hanya sekali menarik pelatuk pistol yang sejak tadi menodong Dia dari balik baju.
**
"Dia sudah habis, Bu. Tubuhnya sudah dimutilasi, dilarutkan ke cairan asam, lalu dibuang ke sungai. Percis seperti kejahatan yang dia impikan," kata saya ketika lapor kepada Ibu.
Ibu masih tetap memandang ke kejauhan. "Dia tidak hanya larut di air, tapi juga terbang di udara, menyepi di bumi. Sekali waktu Dia akan muncul lagi. Akan muncul lagi...," kata Ibu masih tetap parau.
Kata-kata itu yang membuat saya terhenyak. Tapi selanjutnya saya selalu waspada. Saya terus mempelajari Dia dan senyum sebagai ilmu hitam warisan Penipu yang dikutuk Tuhan itu. Dan kemudian saya dikenal sebagai satu-satunya Profesor Senyum di bumi yang bulat ini.