Mohon tunggu...
Yusnawati
Yusnawati Mohon Tunggu... Penulis - Pengagum kata

Pengagum kata yang belajar merajut aksara.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Der Traum (Part 1)

17 Mei 2021   17:00 Diperbarui: 18 Mei 2021   20:35 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap ada tetangga dan kerabat yang berkunjung ke rumah, selalu diceritakan perihal kecerdasan Aylin. Bagaiamana anak kebanggannya bisa meraih kesuksesan. Di hadapanku, ibu berkali-kali menyebut nama Aylin dengan senyum semringah tanpa peduli perasaanku. Sedangkan menatapku selalu saja manampakkan raut muka kesal.

Apa salahku, Bu? Sebegitu bencikah dirimu? Jika prestasi yang menjadi ukuranmu, aku akan berjuang sekuat tenaga untuk membuatmu tersenyum. Sabar ya, Bu. Aku sedang berjuang meraihnya.

'Aurora, cepat antarkan baju gantiku ke kampus, sekarang juga.'

Pesan singkat dari Aylin membuatku tersentak dan bergegas untuk berangkat. Hari libur yang harusnya dipakai bersantai dari padatnya aktivitas harus kugunakan untuk 'mengabdi' padanya.

"Ibu, aku berangkat."

Tak ada jawaban darinya. Kuketuk pintu kamarnya, suara gelak tawa yang kudengar seketika hening. Kubuka pintunya, tubuh ibu sudah berbaring membelakangiku. Kuraih tangannya untuk meminta izinnya, tetapi jemarinya terasa berat untuk kusentuh. Aku tahu ibu tidak sedang tidur, hanya berpura-pura memejamkan mata. Bagiku tidak penting. Bisa melihat wajahnya sebelum pergi, sudah jadi kebahagiaanku. Mungkin suatu saat ibu akan berubah, menyayangiku seperti Aylin.

Sepanjang perjalanan, aku terus memikirkan bagaimana caranya bisa pergi ke luar negeri secepatnya. Bisa melihat ibu bangga kepadaku.  Membayangkan dipeluk, ditatap wajahku, mendapatkan perhatiannya itu yang paling kutunggu. Hanya waktu yang menjawab semua keluh kesahku.

Ah, tak terasa aku sudah sampai. Logo roda teknik berwarna biru tua dan biru muda dengan tugu pahlawan Surabaya dan bunga wijayakusuma menjadi ikon tempat Aylin menuntut ilmu. Dulu aku juga memimpikan berkuliah di sini, tetapi terlempar karena otakku tak secerdas Aylin.  Masuk di kuliah swasta, itupun memilih kuliah sabtu-minggu karena sehari-hari harus bekerja.

'Aku sudah datang, kutunggu di parkiran kampus.'

Tidak ada balasan darinya.  Hampir satu jam, Aylin belum datang. Aku masih setia menunggu di parkiran. Sesekali berjalan, mengurai kepenatan. Membosankan, tak ada pemandangan menarik di sini, hanya halaman luas dengan beberapa kendaraan. Sesuai perintahnya aku tidak pernah diperbolehkan bertemu langsung dengannya.  Apalagi menunjukkan wajahku di hadapan teman-temannya. Kalaupun terpaksa, harus memakai masker dan helm saat bertemu dengannya. Sangat rumit.

Kuhubungi ponsel Aylin, hanya bunyi nada dering panjang yang kudengar. Dua puluh panggilanku tak dijawabnya. Ke mana dirinya? Apa dia lupa menyuruhku datang,
Kutanyakan kepada petugas parkir di mana keberadaan Aylin, mereka juga tidak tahu. Hingga datang seorang pemuda berpenampilan rapi melewatiku, petugas parkir menegurnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun