Hanya berbagi cerita untuk menghabiskan waktu di saat luang, daripada julid, bikin sakit hati.Â
Sebuah bahasan soal membakar kalori. Siapa yang gak pengen sehat, punya tubuh proporsional dan pola asupan terjaga. Semua pasti mau, termasuk saya. Tetapi, kalau lihat  serangkaian olahraga yang lumayan menguras keringat, rasanya pengen kibaskan tangan duluan, ampun deh nyerah.Â
Kalau dulu sih alasannya nggak punya waktu, nekad beli alat kesehatan. Ternyata itu hanya alasan saja. Habit lama terulang, pecah rekor cuma seminggu  bertahan menjalani hidup sehat. Selebihnya hidup mengalir seperti air. Hehhehe.
Singkat cerita tetiba saya mendapatkan kabar dari adik, Â yang tinggal di Jerman karena mengikuti program beasiswa. Kaget, lima bulan nggak ketemu tubuhnya jadi slim. Dari enam puluh lima kilo turun jadi lima puluh kilo. Bangga banget dirinya, sambil berlenggak-lenggok menunjukkan postur tubuhnya full di layar ponsel. Memperlihatkan bagian perut, lengan, paha dan kaki yang mengecil.
"Wow, kok bisa turun drastis dik? Kamu kekurangan makan ya di sana? Atau sengaja diet untuk menghemat uang beasiswa," ujarku terkekeh.
"Enak aja, aku jalani pola hidup sehat."
"Olahraga maksudmu?"
"Enggak."
"Terus apa? Penasaran aku."
"Aku makan ini," ucapnya sambil menunjukkan yoghurt dan susu.Â
Astaga aku baru sadar, di Jerman itu harga nasi kan mahal. Mau nggak mau dia harus menyesuaikan lambungnya mengkonsumsi apa yang menjadi makanan sehari-hari orang sono, termasuk roti kering yang masuk dalam daftar menunya. Konsumsi nasi bukan lagi jadi yang utama. Apa karena status mahasiswa sehingga iritnya kebangeten. Ayam dan daging hanya selingan, sayur wajib ada di setiap makan. Hanya tahu yang gak masuk daftar, karena harganya mahal. Katanya sih gitu. Beda dengan sini, tahu lima ribu bisa buat makan sepuasnya. Digoreng, dicrispy, ditumis.
Konsumsi banyak buah, efeknya bikin wajah adik makin awet muda. Olahraganya juga alami, kebiasaan  jalan kaki udah jadi tradisi. Nggak kayak diriku yang ke pasar deket aja, pakai motor. Jalan jauh bisa gempor kaki. Kecuali pas jalan sehat di bulan Agustus, berusaha semangat dan mengumpulkan tenaga untuk memeriahkan perayaan HUT kemerdekaan Indonesia.Â
Ah, mungkin memang di sana  sistem kotanya sangat bagus, sehingga lokasi tempat kerja, pendidikan dekat dengan tempat tinggal. Semua dipetakan dengan sangat rapi. Penggunaan kendaraan sangat jarang kecuali perjalanan jauh.
Satu lagi yang susah dihindari, sedikit sekali penggunaan minyak untuk memasak. Kebanyakan makanan di oven. Kalau di sini biasa goreng tahu, tempe, ayam, ikan, telur pakai minyak. Apalagi bikin penyetan, aneka macam sambel. Ada sambel klothok, baby cumi, Â sambel bawang duh menggugah selera semua bkin perut lapar. Di tambah goreng kerupuk, mantap dah. Kolesterol makin numpuk, aktivitas gerak berkurang. Perut makin endul.
Woles aja dah, masa pandemi saatnya menaikkan imun. Nggak usah stress mikir kalori, yang penting nggak berlebih. Insya Allah aman, tulisan yang menghibur diriku. Hehhehe. Banyak makanan bergizi dan tetap jaga kesehatan aja. Pastikan juga dompet selalu sehat😀
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H